Minggu-minggu setelah percakapan itu berjalan dengan lambat, namun tidak ada yang benar-benar berubah. Persahabatan Aliza dan Aulia tetap terjaga, meskipun tidak sekuat dulu. Ada ketegangan yang tidak bisa dihilangkan, seakan-akan ada sebuah dinding tak terlihat yang memisahkan mereka, meskipun keduanya berusaha untuk tidak memperhatikannya.Di sekolah, mereka masih sering bersama, namun rasa canggung kerap hadir di antara mereka. Bahkan ketika mereka berbicara, ada kalanya kata-kata terasa saling menyakiti tanpa disadari. Aliza tahu bahwa Aulia berusaha sebaik mungkin untuk tetap menjaga hubungan mereka, tetapi Aliza juga merasa dirinya terjebak dalam dilema yang lebih besar: di satu sisi, ia tak bisa mengabaikan perasaannya terhadap Dikri, namun di sisi lain, ia tidak ingin melihat Aulia terluka.
Hari itu, setelah pelajaran terakhir, Aliza duduk di bangkunya, menatap kosong ke luar jendela. Keheningan di kelas itu seolah menggambarkan kegelisahan yang menguasai hatinya. Ia mendengar suara langkah kaki mendekat, dan ketika ia menoleh, ternyata Aulia yang datang.
"Ada apa, Za? Kamu kelihatan gak enak," tanya Aulia, duduk di sampingnya dengan ekspresi yang penuh perhatian.
Aliza menghela napas panjang. "Aku gak tahu, Lia. Semuanya terasa rumit. Aku nggak tahu harus gimana. Aku takut semuanya akan berubah, takut aku akan kehilangan semuanya."
Aulia menatapnya dengan penuh pengertian. "Lo nggak akan kehilangan gue, Za. Kita cuma harus belajar untuk jujur satu sama lain. Gue nggak bisa janji semuanya bakal lancar, tapi gue janji kita bakal cari jalan keluar bareng-bareng."
Aliza menunduk, memikirkan kata-kata sahabatnya itu. Jujur satu sama lain, kata-kata itu terus terngiang di telinganya. Mungkin itu adalah hal yang harus mereka lakukan, meskipun itu sangat sulit. Aliza tahu bahwa Aulia benar; mereka tak bisa terus hidup dalam kebohongan atau ketidakpastian. Namun, itu bukanlah sesuatu yang mudah.
"Tapi... gimana kalau perasaan kita saling bertabrakan? Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan, Lia. Aku nggak mau kehilangan kamu sebagai sahabat," ujar Aliza dengan suara yang serak.
Aulia menggenggam tangan Aliza dengan lembut. "Lo nggak akan kehilangan gue, Za. Gue tahu kita berdua sama-sama bingung dan takut. Tapi, lo harus tahu satu hal: persahabatan kita itu lebih kuat dari apapun. Cinta bisa datang dan pergi, tapi kita—kita udah berbagi banyak hal bersama. Gue percaya kita bisa menghadapinya."
Aliza merasa ada ketenangan yang mulai menyelimuti hatinya. Meski ia masih merasa cemas, namun kata-kata Aulia memberinya sedikit harapan. Mungkin memang benar, persahabatan mereka bisa bertahan meskipun ada cinta yang saling berbenturan. Namun, ia masih harus menghadapi kenyataan pahit: di antara mereka ada seseorang yang harus dipilih. Dikri atau Aulia, atau bahkan keduanya. Bagaimana ia bisa menghindari luka yang lebih dalam?
Hari demi hari berlalu, dan meskipun Aliza berusaha untuk menjaga jarak dari Dikri, hatinya tidak bisa berbohong. Setiap kali mereka bertemu, perasaan itu kembali muncul, begitu kuat dan tak terhindarkan. Begitu pula dengan Aulia, yang tampaknya tidak bisa menghilangkan perasaan cemburu yang muncul setiap kali melihat Aliza dan Dikri bersama. Namun, mereka berdua berusaha keras untuk tetap menjaga persahabatan, meskipun itu terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca.
Suatu siang, setelah pelajaran olahraga, Aliza memutuskan untuk berjalan sendiri ke taman sekolah. Ia ingin mencari ketenangan, menenangkan pikirannya yang semakin kacau. Namun, saat ia duduk di bangku taman, ia tidak menyangka bahwa ada seseorang yang sudah menunggunya di sana.
"Dikri..." Aliza terkejut saat melihat pria itu duduk di sebelahnya, tatapannya penuh dengan keseriusan.
"Za, kita perlu bicara," kata Dikri dengan suara rendah, seolah-olah mengingatkan Aliza tentang hal yang belum terselesaikan di antara mereka.
Aliza menatapnya, merasakan gelombang kebingungan yang datang lagi. "Tentang apa, Dikri?"
Dikri menarik napas panjang, sepertinya mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya berbicara. "Tentang perasaan gue. Tentang kita. Gue nggak bisa terus-terusan hidup dalam kebingungan kayak gini. Gue... gue suka sama lo, Za. Dan gue nggak bisa pura-pura nggak merasakannya," ungkap Dikri dengan mata yang penuh ketulusan.
Aliza merasa jantungnya berdebar kencang. Ini adalah saat yang ia tak pernah bayangkan akan datang—pengakuan dari Dikri yang selama ini ia pendam dalam hati. Namun, di saat yang bersamaan, ia juga merasa terjebak. Persahabatan, perasaan, dan kenyataan yang begitu rumit membuatnya bingung harus bagaimana.
"Aku... aku juga suka sama kamu, Dikri," jawab Aliza, suara seraknya menahan perasaan yang hampir meledak. "Tapi aku nggak tahu harus gimana. Aku nggak mau menyakiti Aulia."
Dikri terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Aliza. "Aku nggak ingin jadi penyebab kamu kehilangan sahabatmu, Za. Aku tahu ini sulit, dan aku juga nggak tahu bagaimana kita harus melangkah setelah ini."
Mereka berdua terdiam, hanya dihinggapi oleh kebingungan yang sama. Perasaan itu begitu kuat, namun realita yang ada seakan membuat segalanya semakin sulit. Apakah mereka bisa menghadapi kenyataan ini tanpa kehilangan apa yang paling penting bagi mereka—persahabatan?
Aulia, yang tak lama kemudian mendekat dan menyaksikan pemandangan ini dari kejauhan, merasa hatinya hancur. Ia telah mencoba untuk menerima kenyataan, namun melihat keduanya begitu dekat, hatinya tak bisa lagi menyembunyikan rasa sakit yang mendalam.
"Za..." panggil Aulia dengan suara yang bergetar, berdiri di balik pohon dengan tatapan yang penuh luka.
Aliza dan Dikri menoleh, dan sejenak, ketiganya terdiam dalam hening yang mencekam.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Konflik ini belum selesai. Dan dengan hati yang penuh kebingungan, mereka harus memilih apakah akan berjuang demi cinta atau tetap bertahan dalam persahabatan yang sudah terjalin begitu lama.
![](https://img.wattpad.com/cover/306048324-288-k251153.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Tak Terucap [END]
أدب المراهقينCerita ini mengisahkan perjalanan emosional Aliza El Assegaf, seorang gadis remaja yang terjebak dalam konflik cinta segitiga dengan sahabat terbaiknya, Aulia Steffani, dan dua cowok yang mengisi hari-harinya, Reyhan dan Dikri. Persahabatan mereka y...