01. Reveal

3 1 0
                                    

Tiga hari sejak tragedi malam itu Amora tak pernah lagi masuk ke sekolah. Menimbulkan berbagai pertanyaan dari teman dan para sahabatnya sampai akhirnya wali kelas mengkonfirmasi bahwasanya Amora sedang ke luar kota sampai waktu yang belum ditentukan.

Yang pada kenyataannya itu adalah kebohongan.

Ellie Garsiva--sahabat Amora, dia yang merupakan orang terdekat pun tidak tahu kalau sahabatnya itu sedang keluar kota. Bukannya apa-apa, pasalnya nomor telepon dan seluruh sosmed Amora tidak aktif. Maka dari itu, tidak ada yang bisa menghubungi Amora sama sekali.

Terlebih Kaina, yang tak mendapat kabar sejak kepulangan mereka dari club malam itu.

Nyatanya, Amora hanya berada di dalam rumahnya dan mengurung diri di dalam kamar tanpa keluar sampai membuat Aila--bundanya bertanya-tanya.

"Amora."

Tok tok tok

"Taruh di depan aja." Hanya kalimat seperti itu yang selalu Amora ucap ketika pintu kamarnya diketuk oleh sang bunda.

"Amora, ini sudah tiga hari, Sayang. Apa kamu masih nggak mau sekolah?" Pertanyaan bunda yang masih berdiri di depan pintu kamar membuat Amora menghembuskan nafas berat. "Amora?" Lagi, bunda meminta jawaban.

"Amora belum mau ke sekolah," jawab gadis itu lemah.

"Bukain pintunya, ya? Kita ngobrol. Dari kemarin-kemarin kamu gak keluar. Bunda khawatir, biasanya kalau sakit nggak pernah ngurung diri gini."

Amora di dalam kamarnya memejamkan mata, untuk sejenak mengingat alasannya ketika pulang pagi itu di hari minggu.

Minggu pagi, 6.45 am.

Amora memencet bel rumahnya, tatapannya kosong bahkan setelah pintu terbuka menampilkan sosok yang telah melahirkannya.

"Tumben pulang cepet, biasanya kalo nginap tempat Ellie pasti malem."

Lontaran kalimat itu tak Amora gubris, gadis itu menunduk tanpa bisa mengangkat wajahnya untuk sekedar menatap bunda.

"Sayang?" Aila menunduk, ia terkejut ketika putrinya ternyata sedang menangis. "Kok nangis?" Dengan cepat Aila memeluk Amora yang sedang terisak.

Amora diam, tanpa membalas pelukan bunda. Isi kepalanya serasa penuh oleh berbagai macam pertanyaan dan ketakutan. Amora menangis di dekapan bundanya yang terlihat khawatir.

Setelah sedikit cukup tenang, Amora masih dengan kepala yang menunduk berucap. "Bun, Amora izin gak sekolah besok."

Satu tangan Amora meraih tangan bunda. "Amora lagi sakit, untuk sekarang lagi nggak mau ngomong sama siapapun, Amora mau sendiri."

Setelahnya Amora melangkah masuk dan meninggalkan bundanya yang masih berdiri ditempatnya.

Amora menelan salivanya susah payah, melirik jam dinding di sebelah kanannya. Pukul 8 malam, yang artinya memang jam makan malam.

Menghela nafas panjang, iamenyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuhnya dan berjalan sempoyongan ke arah pintu kamar sebab kepalanya yang terasa berat.

Klek

Aila--bunda Amora tersenyum manis menyambut putrinya sebelum akhirnya memeluk putrinya erat. Di dalam pelukan itu Aila mengedar pandangannya menatap isi kamar Amora yang nampak sangat berantakan. Mulai dari hanya lampu tidur yang menyala, boneka-boneka yang terkoyak habis sampai tak terbentuk, kapuk bantal yang bertebaran bahkan seluruh kanvas lukis penuh dengan coretan-coretan abstrak yang di dominasi warna hitam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VulnerableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang