jealousy

3 1 0
                                    

Jam 02.35 WIB, 7 April 2022.

Tadinya aku menonaktifkan data selulerku. Aku keasyikan baca wattpad dari pukul 23.30. Sudah lama tidak, sekali baca langsung sampai ceritanya berakhir.

Chatku itu sudah aku kirim dari jam 23
17.

Kamu bilang, "ni hao, ni hao."

"Ni hao ma," balasku.

Lalu kamu balas lagi, "kamsia, kamsia."

Aku balas, "wo ke ai."

我可爱,artinya: aku lucu.

Aku tadinya berharap ada sedikit effort dari kamu. Untuk menterjemahkan itu sendiri. Tapi ya, seperti yang lalu-lalu. Selalu aku yang sepertinya mengeluarkan lebih.

Kemarin, aku juga sempat gombal.

Maaf, ya, emang cringe. Aku juga sadar kok.

"Kamu tau nggak, bedanya kamu sama hari pahlawan?"

Kamu sepertinya masih ingat yang dulu ya? Kamu bilang, "kalau hari pahlawan diperingati. Kalau aku dikhianati."

Mungkin emang kamu gak bermaksud.

Walaupun kamu seperti ga tertarik untuk tahu, aku tetap kasih perbedaan antara kamu sama hari pahlawan.

"Gak ada bedanya, sama-sama 10/10."

Tapi kamu malah kepencet telpon yang belum sempat aku angkat, karena kamu matikan. Kamu bilang, "maaf aku kepencet."

Cuma itu.

Bahkan kamu gak ada membahas tentang 10/10 itu. Kamu seolah mengalihkan pembicaraan.

Susah payah aku berpikir.

Tapi, hasilnya begitu.

Tapi, ya sudahlah. Namanya juga usaha.

Balik lagi ke topik 我可爱 tadi.

Itu aku balas pukul 23.17.

Kamu balas dipukul 00.07.

Oke, gak apa. Aku juga sudah biasa kok, untuk kamu angguri seharian.

Tapi, yang bikin aku lebih sakit.

Di pukul 00.07 itu ternyata kamu juga update story. Isinya chat kamu sama sahabat perempuan kamu.

Di jam 23.50 kamu cerita tentang sesuatu. Kisah di jaman Nabi dulu? Itu kamu ketik panjang lebar. Aku tahu kamu butuh effort untuk itu.

23.50

00.07

Haha. Apa aku boleh marah?

Ada jeda waktu yang cukup panjang. 17 menit.

Aku tahu chatku sudah tidak terlalu penting.

Dan memang tidak penting untuk dijawab juga.

Tapi ... hal itu, jeda waktu 17 menit itu ...

Membuat aku sadar,
Sedikit tertampar oleh kenyatannya.

Bahwa, aku memang bukan prioritas kamu lagi.

Tapi aku yang bodoh, ya, sepertinya.

Masih saja berharap kalau semuanya bakal kembali seperti biasanya.

Masih saja bermimpi kalau kamu akan bercerita atau setidaknya mengirimkan chat panjang lebar.

Masih saja berusaha untuk membalikkan keadaan menjadi seperti dulu.

Masih saja berpikir positif saat kamu tidak membaca atau membalas pesanku walaupun kamu online.

Aku kadang cemburu, pada orang yang bisa kamu balas chatnya dengan cepat.

Tetap menjadi temanmu saat tengah malam larut.

Aku juga mau.

Aku setiap malam bahkan berkhayal. Bermonolog kepada diriku sendiri, seolah aku sedang berbincang denganmu.

Bisakah aku menjadi tempat untuk kamu bercerita?

Bukan hanya tempat yang kamu datangi kalau aku memanggilmu untuk datang.

Bisakah?

OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang