°00.15°

102 15 0
                                    

____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____

Bugh!

"Kemana perginya tuan mu, hah!?"

Tanpa menunggu balasan, kepalan tangan itu ditumbukkan keras pada insan dalam cengkraman.

"Kutanya sekali lagi," ditariknya sirah milik insan tadi untuk bertatapan, deru napasnya buntaran akan kemarahan, juga tanda jika ia bukanlah orang yang penuh akan kesabaran, "DIMANA IZANA!?"

Dalam bingkaian ludira yang menderas dari hidung, kakucho tertawa kencang.

"Dimana otakmu? Kau pikir dengan memukuli ku habis-habisan akan membantumu menemukan apa yang kau inginkan?

"BEDEBAH!"

Sanzu haruchiyo dengan lantang memaki penuh emosi.

Tanpa aba-aba, pertikaian keduanya tertambat lantaran pintu yang tiba-tiba saja terbuka.

"Ada apa ini?"

Keheranan menyerta tanya begitu mengangkat kehadiran. Dia, orang yang sedari tadi dipeributkan.

Dan, tidak ada yang memberikan jawaban, selain satu tinju yang mulus menghantam tanpa sebab.

Hening seketika.

Izana meludahkan darah di tepi bibir dengan kasar, sempat terkekeh sejenak lalu berujar, "Aku baru saja datang dan begini caramu menyambut ku, sanzu?"

"Kau pikir aku peduli?" respon sanzu yang masih bergelorakan emosi. Satu jemarinya menunjuk kasar tuan seraya membancang hasrat untuk memaki, "KAU--KARENA KAU MENGIZINKAN MANJIRO PERGI, DIA MALAH MATI, SIALAN!!!"

Sanzu menjambak rambutnya frustasi. Lantai dingin tempatnya berpijak disorotnya dengan pucat pasi.

Baru saja mengangkat tatap, satu bogeman dari tuan ia dapat.

Bugh!

Terpelanting keras. Darah dari sudut labium seketika menderas.

"Berhentilah menjadi kekanakan, sanzu."

Laju aksara barusan, nyaris membuat kedua bola matanya meloncat secara dadakan.

Apa yang baru saja ia dengar? Apa memang beginilah respon sewajarnya seorang kakak jika mendapati adik yang dimilikinya meninggal? Yang benar saja!?

"Bukan seperti itu caranya untuk membalas apa yang mereka rebut darimu." tuan menjulang dalam sirah yang menunduk dalam. Kerah kemeja sanzu ditarik kuat untuk berhadapan. Orchid kosong menggelincirkannya untuk tenggelam beriringan dengan lafaz tuan berikma pethak dengan penuh penekanan, "Apa kau masih perlu kuajari untuk hal itu, hm?"

Keramik tak berpola yang sedang dijejaki menjadi porosnya pada sekon kini, tengah mencoba untuk memahami.

Sanzu kadang▬ah tidak. Sanzu tidak pernah mengerti jalan pikiran tuan. Entah ia yang masih terjebak dalam pikiran kekanakan▬seperti yang disebutkan, atau memang cara kerja ruang pikir tuan yang mengedar pada ketidaknormalan.

ᝰ anantara↬kurokawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang