12 Oktober 2016
Hari ini panas banget! Tampilanku yang biasanya culun terlihat semakin menyedihkan dengan wajah kusam dan berminyak, ditambah badanku yang sudah mandi keringat sangat-sangat membuatku tidak nyaman. Untung aku tadi pakai deodoran, jadi sejelek apapun bentukku saat ini, setidaknya aku wangi.
Seperti hari kamis pada biasanya, jam pertama pelajaran di kelasku adalah olahraga, dan aku tipikal murid cewek yang girly pada umumnya; aku benci olahraga! Iya enggak apa kalau semisal olahraga kami diisi dengan kegiatan senam-senam indah atau diajarin gerakan yoga. Nah, ini Pak Guru setelah kami disuruh pemanasan lari keliling lapangan voli lima kali, kami juga ditugaskan buat praktek passing bola voli. Siapa yang gak dag-dig-dug dan gemetar, coba? Cara megang bolanya aja aku gak tahu.
Aku berbaris di belakang teman-teman cewek yang lain menunggu dapat lemparan, sesekali sambil merenggangkan kedua tanganku supaya otot-ototku lemas, katanya gak boleh tegang biar tidak cidera. Jujur, aku takut banget cidera. Pernah sebelumnya kaki keseleo gara-gara dribble bola basket waktu SMP dan itu super sakit. Pas dibawa ke tukang urut bukannya sembuh malah makin kacau.
Kuperhatikan teman-temanku, kayaknya aku gak sendirian yang awam dengam bola. Soalnya kulihat sebagian masih amatir, sisanya cewek-cewek gagah yang udah jago, mereka passing nya mulus banget. Iri, deh!
Gak tau kenapa waktu berjalan lebih cepat dari yang aku harapkan, tiba-tiba sudah giliranku saja. Aku menata posisi dan kedua telapak tanganku sesuai dengan intruksi, tiba-tiba seluruh teman sekelas tertawa. Saat itu aku berharap bukan aku objeknya, tapi salah seorang temanku yang berpostur big size di samping lapangan berteriak dengan lantang ke arahku, "Eh, Intan. Lo pasang kuda-kuda mau silat emang?" Tawanya menyusul setelah itu.
Aku lalu menyadari posisiku. Ya, emang patut ditertawai, sih. Aku gak tahu gimana posisi kalau mau passing bola voli yang baik dan betul. Aku sudah lihat contohnya di buku LKS, tapi kalimat 'praktik tidak semudah teori' itu benar adanya kurasakan. Apalagi fisikku ini kaku banget, gak lentur kayak orang yang memang tidak terbiasa dengan olahfisik.
Salah seorang teman mendatangiku, namanya Salman. Dia mendekat dan berdiri di belakangku, lalu membetulkan letak tangan dan mengarahkan kakiku ke posisi yang benar. Ehm, aku jadi semakin nerveous aja, gak tau kenapa kulit disekitar pipi dan telinganku terasa membakar.
Anyway, Salman ini anaknya pendiam, tapi lumayan asik dan seru kalau bercanda di kelas, cuma dia bukan tipikal yang suka jadi provokator melainkan kompor. Dia juga aktif di ekskul olahraga, aku gak tahu jenis olahraga apa, pokonya ada aja. Soalnya sebelumnya dia sering izin kelas karena harus mengikuti turnamen antar sekolah-sekolah. Aku sendiri gak pernah sih bercanda atau ngobrol sama Salman dan gak begitu mengenal secara pribadi meski kami sudah satu kelas sejak SMP. Lagian sekali lagi, dia pribadi yang gak banyak bicara, sedangkan aku gak pernah memiliki keberanian buat nyapa teman cowok duluan. Malu! Tapi bukan berarti aku gak notice dia ya, aku sering memperhatikan interaksi teman-temanku kalau lagi di kelas. Apalagi kalau dia ganteng, Salman ini salah satunya. Hehe.
Oke, kembali ke adegan dimana aku sudah siap-siap mau passing bola, Pak Guru memberi umpan ke arahku supaya aku mem-passing-nya sesuai dengan apa yang dia ajarkan sebelumnya. Tapi, tahu apa yang terjadi? Aku refleks malah lari ke tepi lapangan. Gila, aja. Itu bola mau terjun ke mukaku, tau!
"Kok malah lari?" Aku jadi dimarahi Pak Jason, deh.
Aku protes, "Bolanya mau nampol muka saya itu, Pak."
"Makanya di-passing biar gak kena muka, caranya biar bolanya pas di pergelangan tangan kamu harus ikuti arah bolanya."
"Ya jangan kencang-kencang juga Pak, lempar bolanya." Aku masih tidak terima, padahal aslinya aku memang payah.
"Harusnya tadi kamu mundur. Tapi ya sudah, ulangi!"
Aku menurut dan kembali ke tengah lapangan dan memposisikan diriku seperti tadi yang diajarkan Salman. Pak Jason kembali memberiku umpan bola, aku menatap bola itu lekat dengan keyakinan akan berhasil mem-passing kali ini. Aku mengikuti arahan Pak Jason untuk mengikuti bolanya, dan benar saja. Aku berhasil mem-passing-nya tepat diatas pergelangan tanganku. Sayangnya, entah karena terlalu bersemangat aku malah mem-pass kebelakang, bukan kedepan. Lagi-lagi aku diketawai oleh si gendut tadi. Aku melirik, disampingnya Salman ikutan tertawa tapi cuma sebatas senyum tipis, saja. Sialan, aku jadi malu kan!
Aku mengelap keringat di dahiku, terik matahari benar-benar membuat kepalaku pening. Aku meminta izin ke Pak Guru untuk istirahat duluan dan beliau memperbolehkan. Tadinya aku mau ke UKS untuk minta pil tambah darah, soalnya aku sering sekali anemia. Sekarang pun anemiaku kambuh, pusing, badan berkeringat tapi dingin, dan padanganku rasanya gelap. Aku harus buru-buru berbaring sebelum pingsan di lapangan.
"Kamu lagi, kamu lagi." Ujar Ibu Izah, TU yang sedang piket menjaga UKS hafal denganku. Beliau kemudian membantuku mengambil sebuah pil kapsul dan segelas air putih.
Aku meringis. "Hehe, pusing Bu."
"Gak sarapan, ya? Sampai pucat gitu." Tanyanya.
"Sarapan kok, Bu. Cuma tadi kayaknya kurang minum, terus habis olahraga dan cuacanya lagi panas terik juga."
Bu Izah mengangguk. "Iya, sih. Di luar panas banget. Kamu istirahat aja di sini, balik kelasnya kalau badanmu sudah sehat!"
Aku nurut saja. Toh, aku sekalian bisa skip mapel PPKN yangmana gurunya suka mendongeng dan bikin ngantuk.
Setelah selesai minum obat, aku berbaring sampai rasa ngantuk menyelimuti hingga mataku terpejam.
****
Brak!
Suara itu membuatku terjingkat dan membuat bayangan di dalam alam mimpiku seketika buyar. Aku kembali ke dunia nyata dan menyadari tempatku masih di UKS. Kutatap sekitar untuk mencari sumber suara tadi dan betapa terkejutnya aku saat menyadari Salman tengah memposisikan kursi di samping matras sebelah supaya kembali tegak. Sepertinya suara berisik tadi dari dia.
"Lo ngapain?" Tanyaku
"Benerin ini nih, jatuh." Dia menunjuk kursi yang dia duduki sekarang.
Aku mendengus. "Iya tahu. Maksudnya ngapain di sini, di UKS?"
"Istirahat."
Aku sangsi. "Emang lo sakit?"
Dia mengangguk santai tapi aku tidak percaya.
"Bohong lo ya, biar bisa bolos?" Selidikku.
"Lo sakit, apa?" Dia tidak menjawab pertanyaanku malah ganti bertanya.
"Pusing, aja." Jawabku singkat. Sejujurnya ini kali pertama aku ngobrol hanya berdua dengan Salman.
"Belum makan itu. Makan, yuk! Lo kurus banget." Dia membuka bingkisan kresek yang ada di meja, lalu mengeluarkan dua porsi nasi goreng yang dibungkus dengan mika.
"Itu lo yang bawa?" Tanyaku sambil menunjuk makanan yang dia bawa.
"Iya, nih." Dia menyerahkan satu bungkus kepadaku.
Aku bangkit dari posisi rebahku, lalu duduk di tepi matras.
"Berapa ini?" Aku menerima bungkusan itu.
"Gratis."
Aku terkekeh, "sogokan biar gak lapor ya, karna lo bolos?"
"Iya deh, boleh." Dia ikutan terkekeh.
Kamipun akhirnya makan sambil bercanda dan berceloteh di ruang UKS sampai jam istirahat.
Sebetulnya, kejadian ini tidak pernah kusangka sebelumnya. Kami ternyata memiliki banyak sekali perbedaan yang entah kenapa membuat kami begitu cepat akrab. Walau aku tahu Salman orangnya asik tapi tetap saja, we never had any conversation before even we met everyday. Diluar itu, ternyata topik pembicaraan kami sefrekuensi.
Lagian siapa yang menyangka kami bahkan bisa lebih dekat lagi daripada itu nantinya, dan siapa juga yang bakal mengira kalau di masa depan aku kepikiran buat menuliskan kisah receh tersebut dan membaginya kepada kalian.
***
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Volley in Love With You
Teen Fiction"Kalau diingat, caranya memang lucu bagaimana dulu aku pernah kagum padamu. Semuanya bermula di lapangan voli." Intan sudah diam-diam naksir Salman sejak kapan tahu. Tapi, bukannya naksir balik, eh Salman malah naksirnya ke cewek lain, lebih tepatn...