2

1 0 0
                                    

Tiara buru-buru menyisir rambutnya yang panjang sebahu dan mengikatnya menjadi ponytail. Entah sudah berapa lama ia mematut dirinya di cermin besar yang berada di kamarnya itu, memastikan segalanya sudah rapi. Tiara lalu turun ke lantai 1 untuk sarapan, di sana sudah ada Mama dan Ayahnya yang sudah siap untuk makan.

"Kok tumben kamu rapi gitu?" Mama Tiara bertanya sambil mengambilkan nasi untuk putri semata wayangnya itu.

"Punya pacar itu, Ma," ujar Ayah Tiara membuat Tiara menampakkan wajah terkejutnya. "Nggak usah kaget gitu, kemarin kan kamu pulang sore. Ayah lihat dari jendela kamu pulang sama tetangga depan kita itu, siapa sih namanya? Sanjaya?"

"Senja, Yah," kata Tiara membetulkan, ia segera duduk di kursi kosong tersisa di meja makan itu.

"Wah jadi akhirnya kamu pacaran sama dia? Bagus dong, ganteng anaknya, Mama denger juga katanya suka menang-menang lomba gitu ya?" Mama Tiara tersenyum senang, ia sedikit lega anaknya akhirnya berpacaran, karena setidaknya sampai kemarin-kemarin, Tiara tidak pernah terlihat untuk menikmati waktunya untuk pacaran, sibuk terus dengan kesibukkannya sendiri.

"Emm, iya," jawab Tiara sambil mengingat-ngingat berapa kali ia mendengar Senja dipanggil maju saat selesai upacara.

"Sanjaya itu juga sering Ayah lihat nyapa Ayah. Ramah ya anaknya."

"Senja, Ayah."

"Iya, Senja maksud Ayah."

"Udah, udah, makan dulu. Lihat tuh jam nya." Mama Tiara menunjuk jam yang menunjukkan jam 6 dengan dagunya.

Setelahnya, keluarga itu makan dalam diam. Memang sudah menjadi tradisi dikeluarga mereka untuk tidak makan saat makan. Dalam waktu singkat, Tiara sudah menyelesaikan makanannya dan meminum segelas air putih yang sudah disediakan Mamanya tadi.

"Aku duluan ya, Ma, Yah. Takut nanti Senja nunggu kelamaan."

"Emangnya dah datang anaknya?" Tanya Ayah Tiara.

"Udah, barusan." Tiara beranjak dari duduknya dan salim kepada Ayah Mamanya sambil mencium pipi mereka. "Udah ya, aku berangkat sekolah dulu!"

"Iya, hati-hati." Mama Tiara berucap lembut.

Setelah Tiara keluar dari rumah, Ayah dan Mama Tiara saling bertatapan.

"Udah besar ya, Tiara."

"Iya, semoga langgeng ama Sanjaya itu."

"Senja, Yah."

"Iya, Senja maksudnya."

Mama Tiara hanya tertawa geli dengan kebiasaan suaminya yang tidak pernah hilang itu, susah menghafal nama orang.

***

"Maaf agak lama." Tiara berjalan mendekati Senja.

"Yaelah, gue baru nyampe juga. Ga harus juga lo langsung keluar rumah."

"Ya gapapa dong, berangkat pertama kali sama pacar harus berkesan."

Senja sedikit memerah, "pacar? Jadi gue udah dianggap pacar nih?" goda Senja.

"Ya terus apa? Gak mau dianggap pacar? Ya udah gue berangkat sendiri." Tiara menatap Senja kesal, yang tentunya hanya bercanda, dan pura-pura berangkat menuju sekolah duluan.

"Eh, eh, astaga gue bercanda doang. Tungguin sini astaga." Senja sedikit berlari menyusul Tiara. Tiara tertawa kecil melihat tingkah Senja.

"Ya udah, yuk." Tiara menggenggam tangan Senja. Senja kembali memerah.

"Astaga perasaan kemarin lo malu-malu kucing, ternyata malah lo nya yang lebih berani dihal-hal kayak gini." Senja menutup wajahnya yang panas dengan tangan kirinya sambil sedikit memalingkan muka, malu.

"Hahahaha, balasan buat kemarin tiba-tiba ngenggam tangan gue."

Mereka kemudian berjalan menuju ke sekolah, yang jaraknya tidak jauh dan hanya makan 5 menit jalan kaki, sambil bergandengan tangan. Ketika mereka sudah mulai dekat dengan gerbang sekolah, Sarah yang juga baru sampai melihat mereka berdua.

"Biasanya lo ga berangkat jam segini, mentang-mentang dah punya pacar ya. Itu kalian genggaman tangan dah dari kapan?" Sindir Sarah, yang Tiara tau sendiri sahabatnya itu sedang bercanda. Tiara bisa membedakan Sarah yang serius menyindirnya atau sedang bercanda saking lamanya ia sudah bergaul dengan manusia paling cuek yang pernah ia kenal itu.

Tiara buru-buru melepas genggaman tangannya dengan Senja dan menghampiri Sarah, lalu ia merangkul leher sahabatnya yang lebih pendek darinya itu, "kayak lo nggak pernah pacaran aja, Rah. Biarin dong, 'kan hari pertama."

Sarah tersenyum, "akhirnya sohib gue pacaran juga." Sarah melirik Senja dan menatap lelaki itu dari atas sampai bawah, bahkan untuk Sarah yang standarnya tinggi pun, Senja memang berpenampilan cukup embarik dan memikat mata dengan kaki jenjang dan bahu lebar serta paras tampannya itu. "Awas lo nyakitin Tiara, bakal gue kejar ampe ujung dunia lo." Sarah menatap mata Senja dengan tajam.

Senja tertawa kikuk, sedikit terintimidasi dengan Sarah yang memang terkenal dengan aura dinginnya.

"Nggak bakal, Rah. Gue janji," ujar Senja meyakinkan. Sarah mengangguk, seakan menyetujui ucapan Senja itu.

"Ya udah, gue berangkat ama Sarah aja. Kelas kita kan beda. Dadahh." Tiara menarik Sarah pergi duluan memasuki sekolah.

Senja yang melihat hal tersebut ingin mengucapkan sesuatu untuk menghentikan pacarnya itu, tetapi Tiara sudah keburu pergi. Senja menghela nafas, lalu tersenyum. Senja akhirnya berjalan sendiri menuju kelasnya.

Sementara itu, Sarah yang diseret hanya bisa menuruti Tiara yang memang kekuatannya cukup besar untuk menariknya, bahkan jika Sarah memutuskan untuk menghentikan langkahnya.

"Kok gue kayaknya nganggu jalan bareng kalian ya. Bukannya harusnya tadi Senja nganter lo ke kelas?" tanya Sarah, memang sedingin apapun Sarah, tetapi Sarah itu lebih peka daripada Tiara.

Tiara yang mendengar hal tersebut berbalik menoleh ke arah Sarah, "gitu ya?" Sarah tertawa gugup.

Sarah menepuk dahinya, "lo ga peka banget deh. Lo ga lihat tadi wajah kecewa nya Senja pas lo narik gue."

Tiara memijit pelipisnya, "kok gue bodoh banget ya? Terus gimana ini? Gue balik jemput dia?"

Sarah memutar bola matanya, "nggak usah, ngapain. Senja palingan juga dah hafal sama kegakpekaan lo. Udah sekarang lanjut ke kelas aja."

Tiara menghela nafas. "Ya udah yuk."

Sarah melirik ke arah Tiara yang terlihat merasa bersalah, "udahlah, nggak usah terlalu dipikirin. Udah berlalu juga, nanti ajak dia makan bareng pas istirahat palingan seneng dia."

Tiara tersenyum sumringah mendengar saran tersebut. "Iya juga, makasih, Rah! Lo emang sohib terbaik gue."

"Yayaya," jawab Sarah dengan nada malasnya, pasrah dipeluk oleh Tiara.

S E N J ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang