3.

9.3K 900 11
                                    

"Duke, Tuan Dave, kalian tidak perlu khawatir. Keadaan Nona Arletta tidak terlalu buruk. Hanya luka kecil di kepala dan mungkin akan mengalami syok kecil."

Heden, sang tabib memberikan resep obat untuk diberikan kepada Arletta. Sementara itu, Alaric mulai menarik pedangnya. Perbuatannya itu sempat dilirik Heden, membuat tabib itu segera memberikan resep dan tersenyum ramah pada dua pria di sana.

"Duke, Anda tidak perlu khawatir tentang Lady Davies—"

"Siapa yang mengkhawatirkannya?" potong Devian dengan kedua mata menyipit tajam.

Heden tersentak, sepertinya salah bicara. "Ma-maksud saya, Lady Arletta bukan tipikal orang seperti ayahnya. Justru, Baron Davies seolah menyembunyikan keberadaannya. Saya juga sempat melihat dengan kedua mata kepala sendiri jika Lady Arletta sering diperlakukan buruk dalam keluarga Davies."

Alis Alaric semakin mencuram tajam. "Kenapa kau jadi menceritakan gadis itu?"

"Ah, saya hanya menjawab kekhawatiran Anda jika Lady Arletta bukan 'lah mata-mata."

Alaric memasukkan pedangnya kembali dengan kasar. Sekali lagi, tatapan dingin itu membuat Heden gemetar.

"Aku pegang ucapanmu. Jika dia berulah, kau yang akan kupenggal."

Heden hanya bisa menegak ludah dengan susah payah. Alaric keluar dari pintu kamar, diikuti Dave yang hanya mengendikkan bahu seraya melempar senyum tipis. Setelah kedua orang itu pergi, Heden baru bisa menghela napas lega.

"Syukurlah."

***

Sepasang kelopak mata mengerjap lembut, menerima seruan lembut cahaya menerpa retina. Perlahan tapi pasti, sosok gadis yang terbaring lemah di atas tempat tidur itu mengumpulkan kesadarannya hingga akhirnya berhasil membuka kedua matanya penuh.

Tubuhnya masih lemas, rasanya seperti remuk. Dengan bersusah payah, mendudukkan diri di atas ranjang empuk yang sesaat membuatnya tersentak.

"Di mana aku?"

Mata almond itu menyisir sekelilingnya, rasa penasaran segera membawanya bangkit dan mengelilingi ruangan yang cukup luas nan megah itu. Yakin, jika dia bukan berada di kediaman orang biasa. Hal terakhir yang diingat Arletta adalah sesuatu membentur tubuhnya dengan keras hingga membuatnya terpental cukup jauh.

"Duke, Anda benar-benar menabrak seseorang!"

Tubuh Arletta menegang seketika mengingat suara yang sempat ia dengar sebelum kesadarannya benar-benar lenyap. 

Duke?

Apakah itu Duke Wilton yang ia cari?

Arletta segera berjalan keluar dari pintu kamar itu. Tepat ketika pintu terbuka, Arletta dibuat tersentak dengan kemunculan seorang pria yang sepertinya juga hendak membuk pintu. Pria itu sama terkejutnya dengan Arletta.

"Lady Davies, Anda sudah bangun?" sapa Dave lalu menunduk hormat. Santun.

"Tu-tuan Davidson Reymond?"

"Ah, saya tersanjung Anda mengenal saya." Dave tersenyum ramah. "Panggil saja Dave. Semua orang memanggil saya demikian."

Arletta mengangguk kaku. Jantungnya mulai berdebar kencang mengingat ia harus melakukan hal gila untuk merubah takdirnya.

"Lady, ini adalah surat permintaan maaf Duke Wilton atas insiden semalam. Semoga Lady Davies berlapang dada."

Sejenak, Arletta menatap ragu surat yang diberikan Dave sebelum akhirnya ia menerima. Dibukanya kertas itu, Arletta pun membaca surat itu dengan seksama.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang