2

1 0 0
                                    


Sudah satu minggu berlalu, Ishinaka yang hendak pulang dari sekolah tiba-tiba bajunya ditarik dengan kasar dari samping dan dengan kasar menjatuhkan tubuh Ishinaka ke dinding dalam kelasnya, namun tak ada reaksi darinya. Asap rokok menguar dan masuk ke dalam indra penciuman Ishinaka.

"Ayo bertarung secara jantan."

"Ishida, aku tak ada urusan denganmu, jika itu karena aku memukul adik perempuanmu maka memang dia pantas mendapatkannya. Harusnya kau sebagai lelaki mengtahui posisimu untuk bertarung dengan seorang gadis."

Ishinaka bangkit dan membersihkan debu yang menempel ke roknya, bersamaan dengan itu Ishida memukul wajah Ishinaka dengan cukup keras hingga meninggalkan bekas memerah di wajahnya. Namun Ishinaka tidak mengelak ataupun membalas.

"Jangan macam-macam lagi dengan adikku, jika kau di bully olehnya maka harusnya kau diam dan menurut saja, kau pantas mendapatkannya setelah apa yang kau lakukan pada Yoneru dan Yoshina." Ishida melayangkan satu pukulan ke bagian perut Ishinaka dengan keras lalu berjalan keluar tanpa mempedulikan Ishinaka yang terbaring di lantai sambil terbatuk-batuk.

Ketika ia bangkit dari posisinya, sebuah novel handmade terjatuh dari tas Ishinaka, novel milik Hiro. Ishinaka bahkan belum membacanya sama sekali, dia memang tak memerlukan novel itu dan juga dia tak memiliki niat untuk membacanya. Besok akan ia kembalikan novel itu kepada pemiliknya.

"Ano, apa ada orang di kelas?" pintu kelas terbuka kembali dan menampakkan seorang sensei perempuan yang cukup asing bagi Ishinaka. Namun Ishinaka hanya menatap orang itu dan tidak menampakkan wajah tertarik sedikitpun.

"Ah, apa kau bias membantu membawa kantung bola i-"

"Maaf aku mau pulang sekarang." Ishinaka memotong kata-katanya orang itu. "Apa anda sensei baru?" lanjutnya.

"Ah iya aku sensei baru dari gedung sebelah, aku tersesat ahaha." Tawanya getir

"Baiklah aku akan membantu sensei."

"Ah syukurlah...."

"Tapi antar aku ke murid yang bernama Hirotaka Matsusada di gedung sebelah, dia murid SMP kelas 3, aku ingin mengembalikan apa yang sudah kupinjam darinya."

"Hirotaka-kun? Ah, anak yang memiliki banyak luka perban di tubuhnya? Dia anak yang tampan dan periang tapi entah kenapa teman-teman sekelasnya bahkan seluruh sekolah menghindarinya, bahkan banyak guru yang mengacuhkannya, hari ini aku melihat Hirotaka-kun di ruang UKS, lukanya bertambah banyak, aku piker dia dirundung." Penjelasan sensei otomatis membuat Ishinaka terdiam. "Tapi perundungan itu sudah biasa kan disekolah, aku pernah melihat yang lebih parah dari Hirotaka."

Saat itu juga Ishinaka langsung berlari keluar kelas dan entah apa yang merasuki Ishinaka hingga dia berlari kesetanan menuju ke gedung sebelah SMAnya.

***

"Hirotaka!" dengan begitu hebohnya, Ishikata berteriak saat membuka pintu UKS, didapatinya Hirotaka yang terlihat begitu kaget begitu Ishinaka dating dengan tergopoh-gopoh. Dan Ishinaka langsung mematung sejenak melihat hirotaka tengah mengganti perban di lehernya.

"Ishinaka senpai?"

"Huft...kenapa kau belum pulang Hirotaka?"

"Ah...itu..."

"Ada yang menunggumu pulang untuk memukulimu?" Wajah pucat Hirotaka membuat sebuah sinyal bahwa pertanyaan Ishinaka begitu tepat mengenai sasaran.

"Lekas ganti perbanmu lalu pulang denganku lewat gedung sebelah."

"Ah, tidak perlu senpai, aku tidak apa-apa."

Meski wajah Hirotaka tetap tersenyum tapi dapat jelas terlihat ia terlihat pucat seperti kehabisan banyak darah. Ishinaka lekas mengambil obat penambah darah dan memberikannya ke Hirotaka.

"Ishinaka senpai, apa kau tau kenapa aku dirundung?" Ishinaka hanya terdiam. "Rahasia~~~" Lanjutnya, membuat kedutan kecil tercetak di kepala Ishinaka.

"Ha...Harusnya kau malu tidak membalas perbuatan mereka,"wajah Hirotaka tertunduk malu dan terlihat masam,"Yah, aku tidak peduli sih, Lagipula aku kesini hanya ingin mengembalikan novelmu, aku tidak ada niat untuk membacanya jadi aku kembalikan saja."

"Hmmm." Hirotaka telihat semakin masam, kali ini wajah cerianya benar-benar hilang. Namun ishinaka memang tidak punya hati pada orang yang baru dikenalnya, sehingga ia tidak menghiraukan Hirotaka sama sekali.

"Ayo pulang, meskipun aku tidak ada urusan lagi denganmu dan aku juga tidak tertarik dengan kehidupanmu, tetapi kaulah yang menemukan omamoriku yang selama 2 hari hilang."

"Tapi aku menemukannya di ujung jembatan?"

"Yang jelas kau menemukannya, jadi aku tidak ingin menyimpan balas budi lagi."

"Siapp, ayo kita pulang!"

Hirotaka seketika itu terdiam, wajahnya terlihat kaget dan memucat dan akhirnya ishinaka menyadari sesuatu saat itu juga. Hirotaka tidak dapat berjalan, pegelangan terlihat membengkak parah.

"Ah, sepertinya aku memang tidak bisa pulang ahaha." Hirotaka tertawa getir dan itu membuat ishinaka sedikit geram.

"Kenapa tak kau katakana sejak tadi? Kalau begitu aku akan menggendongmu."

"T-Tapi aku ada kerja paruh waktu sampai malam hari ini, jika aku tidak dapat berjalan maka ini sama saja aku tidak akan mendapat uang lembur." Mata Hirotaka berkaca-kaca dan suaranya juga sedikit tertahan, dia ingin menangis saat itu juga. "Aku harus bagaimana senpai? Bengkak ini bisa sembuh tetapi butuh waktu hingga satu minggu."

"Sebenarnya aku juga tidak peduli dengan kerja paruh waktumu, aku hanya akan menggendongmu pulang, selebihnya maka kau harus membayarku."

"Gomen senpai, tapi aku tidak mau pulang kerumahku, ada banyak hal yang harus aku lakukan, dan aku tidak mau pulang kerumah." Suasana di dalam ruangan menjadi hening sesaat kemudian Hirotaka melanjutkan kata-katanya "Aku akan kabur ke Tokyo, jadi aku mohon bantu aku."

"Berapa banyak kerja sambilan yang selama ini kau lakukan? Dan berapa banyak uang yang kau kumpulkan?"

"Ada 3, aku sudah menabung selama satu tahun ini dan sudah terkumpul cukup banyak untuk hidup di tokyo. Sebenarnya, aku akan melanjutkan SMA ke Tokyo. Ibuku meninggal tiga hari yang lalu, aku mendapat uang asuransinya dan tahun depan aku akan pindah melanjutkan hidupku di Tokyo sendirian, aku memilih Tokyo karena kupikir aku akan mendapat uang kerja sambilan lebih besar daripada di sini." Hirotaka kelepasan curhat, padahal lawan bicaranya terlihat tidak tertarik untuk mendengar keluh kesahnya, bahkan Ishinaka tidak terlihat simpatik walau mendengar ibu Hirotaka yang sudah meninggal. "Ah! Itu artinya tidak ada orang di rumah dan selama seminggu kemungkinan aku tidak akan masuk sekolah, jadi..."

"Jadi kau mau pulang tidak?"

Sanggahan singkat keluar dari mulut Ishinaka dan membuat Hirotaka tidak dapat berkutik lagi. Dan bodohnya Hirotaka baru menyadari jika ini sudah hamper petang dan ruangan UKS ini juga sudah sangat gelap.

"Eh, apa senpai tidak apa-apa menggendong aku? Aku berat loh."

"Tidak usah banyak bacot seperti di shojo manga, apa kau bercita-cita menjadi heroin? Apakah kau homo?"

Setelah 5 menit berdebat dan memikirkan cara terefektif untuk menggendong Hirotaka, akhirnya Hirotaka saat ini sudah bertengger manis di punggung Ishinaka, meski Ishinaka hanyalah gadis SMA, namun tubuhnya kuat seperti kuli bangunan sehingga menggendong seorang Hirotaka bukanlah masalah besar. Ishinaka memang termasuk bongsor diantara anak-anak SMA lainnya.

"A-apa tidak apa-apa?" namun yang keluar dari mulut Ishinaka hanyalah deheman kecil dan perjalanan mereka menjadi lebih hening. Tidak ada yang tahu jika Hirotaka menahan tangis di belakang Ishinaka.

Dan Ishinaka juga sudah tidak ada urusan dengannya. Ini hanyalah balas budi Ishinaka untuk Hirotaka dan tidak lebih dari itu. Mungkin setelah ini mereka berdua tidak akan bertemu lagi karena tahun depan Hirotaka tidak akan tinggal di kota ini lagi, dan Ishinaka akan masuk kelas 2 SMA. Waktu berlalu terlalu cepat, pikir Ishinaka.

"Sakit sekali."

"Iya..."

"Aku menantikan Festival musim panas, apakah senpai akan pergi?"

"Tidak tahu."


To Be Continued

The Last Year (Escape From The Hell)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang