Chapter 1

35 4 1
                                    

Bulan purnama tengah melintas di bumi. Dengan terangnya menjadikan seisi dunia cerah, tanpa ada kegelapan sekalipun. Aku duduk terdiam di atap rumah. Hening, tak ada suara selain suara binatang yang sedang asyik mengobrol. Aku Andre, laki-laki berusia 18 tahun. Aku masih SMA, dengan segala keterbatasan yang kumiliki dan dengan sedikit teman yang menyemangati hidupku. Aku hanya tinggal bersama seorang Ibu yang selalu bekerja keras untuk mencukupi kebutuhanku.

"Nak, ayo turun, Ibu sudah menyiapkan makan malam untukmu," panggil Ibuku dengan suara sedikit lantang.

"Iya, bu, Andre turun sebentar lagi," ujarku.

Ya, Ibuku sendirian di rumah. Selepas peristiwa itu, Ayahku meninggalkan kami tanpa rasa belas kasihan. Ibu selalu membanting tulang. Bekerja keras supaya aku dapat melanjutkan pendidikanku. 

"Ayo makan dulu, maaf Ibu hanya bisa menyiapkan ini untukmu,"

"Iya, bu. Tidak apa, ini lebih dari cukup kok,"

Aku selalu merasa kasihan pada Ibuku. Aku selalu memikirkan kenapa Ayahku tega meninggalkan kami tanpa memberi uang sepeserpun. Dengan perlahan, aku menghabiskan makanan yang telah Ibuku masak untukku. 

"Ibu tidak makan ?" tanyaku.

"Nanti saja, nak. Ibu belum lapar,"

Itulah jawaban yang selalu Ibu ujarkan kepadaku tiap kali aku bertanya pada saat makan malam. Aku selalu tidak tega mendengarnya, karena aku tahu, Ibu tidak akan makan saat malam hari. Pada saat aku makan, terdengar suara seseorang tengah mengetuk pintu rumahku.

"Tok..tok..tok. Apa kau ada di dalam?"

Suara itu terdengar tida asing ditelingaku.

"I-iya, sebentar," ucap Ibuku menjawab.

"Ah, akhirnya keluar juga," ucap seseorang itu.

"Eh, Pak Ali, ada apa ya pak malam-malam begini ke rumah saya?" tanya Ibuku dengan sedikit terkejut.

"Saya hanya mau menanyakan, kapan Bu Lastri melunasi hutang di warung saya? Ini sudah satu bulan lebih, Bu,"

"Iya, Pak. Nanti ya, saya juga sedang berusaha mencari uang,"

"Baiklah, saya tunggu ya, Bu,"

"Baik, Pak."

Nafsu makanku menurun ketika mendengar percakapan Ibuku dengan Pak Ali. Ya, Pak Ali merupakan pemilik toko kelontong di desaku. Namun, beliau adalah orang yang baik hati dan juga ramah. Meskipun begitu, Ia tetap tegas dengan siapa saja yang punya hutang di tokonya.

"Bu, aku sudah makan, aku ke kamar dulu ya, Ibu jangan lupa makan,"

"Iya, nak. Istirahat, besok kamu harus sekolah," ujar Ibuku.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Seperti biasa, aku belum bisa tidur. Aku selalu memikirkan kondisiku, kondisi Ibu, dan semua hal yang akan aku lakukan esok dan kedepannya. Aku selalu membaca buku yang bisa memotivasi diriku. Namun, hasilnya sama saja. Aku belum termotivasi sama sekali. Dengan perlahan, aku mencoba memejamkan kedua mataku, seraya menunggu fajar tiba, dan memulai kehidupan di esok hari.

RINAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang