Hari itu, langit tampak cerah, namun di hati Aliza, ada awan kelabu yang menggelayuti. Sejak perbincangan dengan Aulia yang penuh ketegangan, dan percakapan singkat dengan Reyhan yang membawa sedikit ketenangan, perasaan Aliza seakan tidak pernah benar-benar bisa tenang. Di antara pertemanan dan perasaan yang saling berbenturan, ia merasa dunia seolah mengepungnya, menuntut pilihan yang tak bisa ia hindari.Di sekolah, suasana terasa lebih sunyi dari biasanya. Aliza duduk di bangkunya, menatap ke luar jendela kelas, mencoba menenangkan pikiran yang semakin kacau. Suara teman-temannya yang sibuk bercanda terdengar jauh, seolah hanya melintas di telinganya tanpa benar-benar menyentuh hatinya. Aulia yang duduk di sebelahnya juga tampak tidak seperti biasanya. Ia lebih banyak diam, meskipun sesekali melirik ke arah Aliza dengan pandangan yang sulit ditebak.
Belum lama ini, Aliza dan Aulia pernah berbicara dengan jujur tentang apa yang terjadi di antara mereka. Namun, meskipun kata-kata yang keluar sudah mencoba untuk memperbaiki keadaan, Aliza tahu, ada sesuatu yang masih mengganjal. Persahabatan mereka tak bisa serta-merta kembali seperti semula. Ada perasaan yang terpendam dan luka yang belum sembuh.
"Lia," panggil Aliza pelan, mencoba memecah keheningan yang semakin berat. "Aku... aku nggak tahu harus bagaimana lagi. Aku merasa semuanya semakin rumit."
Aulia mengalihkan pandangannya dari meja ke wajah Aliza. Ada kelelahan di mata sahabatnya itu, namun juga ada keteguhan yang ia coba sembunyikan. "Za, aku nggak tahu apa yang harus kita lakukan juga," jawab Aulia pelan, suaranya sarat dengan rasa kesal yang masih mengendap. "Aku ingin semuanya kembali seperti dulu, tapi aku juga nggak bisa bohong sama diri sendiri. Aku sakit, Za. Kamu tahu itu."
Aliza menundukkan kepalanya, merasa sesak di dadanya. "Aku tahu, Lia. Aku juga nggak ingin menyakiti kamu. Aku cuma... cuma bingung."
Aulia menarik napas panjang, lalu menatap Aliza dengan lebih tajam. "Kamu harus memilih, Za. Antara dia atau aku. Aku nggak bisa terus ada di sini, merasa seperti ini. Aku nggak bisa mengorbankan perasaanku lebih lama lagi."
Kata-kata Aulia bagaikan pedang yang menusuk dalam-dalam. Aliza terdiam, memandang sahabatnya dengan hati yang hancur. Ia tahu Aulia berbicara dengan penuh kejujuran, meskipun kata-katanya terasa menyakitkan. Terkadang, kejujuran memang lebih menyakitkan daripada kebohongan.
Setelah beberapa saat dalam keheningan yang mematikan, Aulia beranjak dari bangkunya dan berjalan menjauh tanpa sepatah kata lagi. Aliza hanya bisa menatap punggung sahabatnya yang semakin menjauh. Hatinya seolah terbelah, tak tahu harus bagaimana.
Di tengah kebingungannya, suara Reyhan tiba-tiba memanggil namanya. "Za," panggilnya dengan suara lembut, menarik perhatian Aliza dari lamunannya.
Aliza menoleh, dan saat matanya bertemu dengan mata Reyhan, ia merasakan kedamaian yang sulit diungkapkan. Reyhan tersenyum tipis, dan Aliza bisa merasakan ada kehangatan dalam senyuman itu, meski ia tahu bahwa senyuman itu juga menyimpan keraguan.
"Rey," jawab Aliza, mencoba untuk berbicara meskipun suaranya masih sedikit gemetar. "Kamu ada apa?"
Reyhan duduk di sampingnya, dan untuk beberapa saat, mereka hanya terdiam. Mungkin, kata-kata yang tersisa terlalu berat untuk diungkapkan.
"Apa yang terjadi dengan kamu dan Lia?" tanya Reyhan akhirnya, dengan nada yang lembut namun penuh perhatian.
Aliza menghela napas. "Aku nggak tahu, Rey. Aku ingin semuanya kembali seperti semula, tapi aku tahu itu nggak mudah. Lia... dia merasa aku lebih memilihmu, dan aku nggak bisa membuatnya merasa seperti itu."
Reyhan menatap Aliza dengan penuh pengertian. "Za, aku paham. Tapi kamu juga harus ingat, kamu berhak memilih apa yang membuatmu bahagia. Aku di sini, selalu ada untuk kamu, tanpa ada paksaan."
Aliza menatapnya dengan rasa haru yang mendalam. Ia merasa seolah-olah Reyhan telah memberikan ruang baginya untuk bernapas, untuk memilih dengan hati yang lapang, meskipun keputusan itu sulit.
"Aku bingung, Rey," Aliza mengaku dengan suara serak. "Aku ingin bahagia, tapi aku takut kehilangan semuanya, terutama Lia."
Reyhan mengulurkan tangan dan dengan lembut menggenggam tangan Aliza. "Aku tahu kamu takut, Za. Tapi kadang-kadang, kita harus berani menghadapi ketakutan itu untuk menemukan kebahagiaan yang sejati. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap ada di sini untuk kamu."
Kata-kata Reyhan seperti angin sepoi yang menenangkan hati Aliza. Mungkin, inilah saatnya untuk memilih, meskipun itu berarti menghadapi banyak perasaan yang belum selesai. Cinta dan persahabatan memang tidak selalu berjalan seiring, namun ia tahu bahwa tidak ada yang lebih penting selain memilih dengan hati yang jujur.
Malam itu, Aliza menulis di buku harian kecilnya, mencoba menenangkan pikiran yang begitu bergejolak. "Aku harus memilih," tulisnya, "antara apa yang aku inginkan dan apa yang benar-benar aku butuhkan. Aku akan berusaha untuk tidak menyakiti siapa pun, meskipun jalan yang kulalui penuh dengan keraguan. Aku hanya ingin memilih dengan hati yang penuh, tanpa penyesalan."
Di luar sana, langit semakin gelap, namun di dalam hati Aliza, ada secercah harapan yang perlahan menyinari jalannya menuju keputusan yang harus diambil.
![](https://img.wattpad.com/cover/306048324-288-k251153.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Tak Terucap [END]
Novela JuvenilCerita ini mengisahkan perjalanan emosional Aliza El Assegaf, seorang gadis remaja yang terjebak dalam konflik cinta segitiga dengan sahabat terbaiknya, Aulia Steffani, dan dua cowok yang mengisi hari-harinya, Reyhan dan Dikri. Persahabatan mereka y...