Inilah kesempatan terakhirku bisa menyatakan perasaanku yang kupendam selama ini untuknya.
John Watson berpikir seperti itu setelah mendapati café yang menjadi tempatnya bekerja paruh waktu selama sekolah menengah atas itu berjalan, kedatangan sosok orang yang selalu dikagumi dan disukainya semenjak dia melihatnya di sekolah, Sherlock Holmes. Lelaki bertubuh jangkung, dengan rambut hitam kebiruan yang pekat dan indah itu diikat satu ke atas di belakang, sekaligus perawakan langsing dan kecerdasannya perihal banyak hal pun menjadi daya tariknya. Walau banyak yang bilang, bahwa mulutnya pedas, blak-blakan, dan seenaknya, sekaligus menjadikannya hanya memiliki sedikit teman.
John Watson mengetahui teman-teman yang masih mau meladeni Sherlock Holmes adalah orang-orang ini, Greg Lestrade, Mike Stamford, Martha Hudson, Irene Adler, dan tentunya, William James Moriarty. Ini adalah segelintir orang yang mampu bertahan dan berbincang dengan Sherlock Holmes yang seperti itu, selain kakak lelakinya sendiri, Mycroft Holmes. John Watson pun merupakan teman sekelas Mike Stamford yang mengetahui bahwa Sherlock Holmes berteman dengannya lewat satu kelas yang sama.
Sherlock Holmes kini berdiri tak jauh darinya dan pemilik café yang seolah telah mengenalnya cukup lama dibandingkan John Watson sendiri. Seraya memasang ekspresi tak suka dan enggan, lelaki tinggi cerdas itu pun bersuara.
"Pemilik, izinkan aku bekerja paruh waktu disini."
John mendapati pemilik café itu berkacak pinggang. "Ini pasti paksaan kakakmu dan teman baikmu itu kan? Kau berbuat ulah lagi?"
Sherlock mengacak-acak rambutnya. "Yeah, sedikit. Hukumannya hanya ini yang lebih ringan dibandingkan yang lainnya."
Pemilik mendesah pelan. "Sampai hukuman yang kau maksud ini selesai, lakukanlah." John melihatnya berbalik untuk mengibaskan tangan ke arahnya. "Kau akan bekerja dibantu oleh John Watson, orang yang lebih dulu bekerja disini sebelum dirimu. Pastikan kau belajar darinya dan mengikuti aturan disini."
Sherlock menoleh saat John memandangnya ragu-ragu. Sherlock mendesah pelan sebelum mendapati John mengulurkan tangan padanya.
"M-mohon bantuannya, Holmes."
Sherlock mengeryit perlahan sebelum menjabat tangan John. "Ah." Sebelum sempat melepaskan genggaman tangannya, Sherlock kembali bersuara. "Kau teman sekelas Mike bukan?"
"Eh?" John mengerjap sebelum melirik pada pemilik café. Lelaki itu mengedikkan bahu seolah tidak tahu apa-apa soal itu. "Apa Mike memberitahu perihalku padamu?"
"Begitulah, dia bilang punya teman yang jujur dan rajin, punya tujuan kuliah yang sama dengannya. Ternyata kau bekerja disini."
John mengerjap lagi saat Sherlock melepaskan tangannya. "Ternyata? Apa Mike juga pernah mengatakan aku bekerja paruh waktu?"
"Tidak." Sherlock menoleh saat hendak beranjak ke ruang ganti. "Aku sering mencium aroma kopi setiap kali kau melewatiku." John membelalakan mata terkejut mendengarnya.
Pemilik café itu mendesah lagi. "Kau akan lebih terkejut lagi bila mendengar celotehannya lebih panjang dari ini, John." Keduanya menoleh pada sang pemilik. "Lanjutkan saja di belakang sebelum bekerja."
"B-baik."
Sherlock mendengus pelan. "Karena kau senior disini, aku mohon bantuanmu, Watson." John menoleh saat Sherlock menyatakannya dengan tegas. "Walau tidak untuk waktu yang lama."
John pun tersenyum. "Tentu saja!"
Setelah cukup lama keduanya berbincang, berkenalan, dan menjadi teman satu tempat kerja. Ada saatnya Sherlock selesai melakukan hukuman dari apa yang dikatakannya sebelum dia mulai bekerja. Pemilik café pun sepertinya tahu kebiasaan Sherlock dibandingkan dirinya.
John Watson yakin bisa menyatakan perasaannya ini, namun sayang, dirinya tidak tahu, bahwa banyak tantangan yang menghalanginya melakukan itu, hingga di akhir, perihal Sherlock sendiri.
Apa yang Sherlock pikirkan perihal John?
Apakah Sherlock akan menjawab perasaan John?
Apa saja yang akan terjadi selama Sherlock bekerja di tempat yang sama dengan John?
Apa yang John pikirkan perihal Sherlock?
Apakah perubahan yang akan terjadi pada keduanya?
dan Apakah John akan berhasil menyatakan perasaannya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Black Coffee and Milk Tea
De TodoInilah kesempatan terakhirku bisa menyatakan perasaanku yang kupendam selama ini untuknya.