Bab 1 Pertemuan

6 0 0
                                    

Kau tahu, kini kamu berbeda hingga membuat jantungku berdebar.
---


"Sam!" Mama memanggilku yang sedang mendorong troli penuh kebutuhan dapur dan rumah lainnya di tengah keramaian sebuah supermarket salah satu Mall kebanggaan di kota Ibu Kota.

Sebenarnya aku merasa malas menemaninya berbelanja hari ini. Lelah masih mendominasi seluruh tubuhku karena perjalanan yang menguras tenaga kemarin. Perjalanan London-Jakarta bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu lama untuk sampai ke rumah.

Ya, aku kembali setelah beberapa tahun pergi dari tanah Indonesia untuk bersekolah dan mengurus salah satu kantor cabang di sana. Mungkin waktuku di sini tak lama karena ada sedikit urusan yang mengharuskanku datang langsung ke kantor pusat di Jakarta. Mungkin jauh di lubuk hatiku yang paling dalam, aku juga ingin menemui seseorang yang entah keberadaannya di mana sekarang. Meski itu sangat mustahil, aku tetap berdoa supaya Tuhan dapat mempertemukanku lagi dengannya walaupun sebentar saja.

"Sayang, maafin Mama. Papamu sudah jemput Mama ke pertemuan. Jadi, Mama benar-benar minta tolong bayarin belanjaan Mama dulu ya. Bye, Honey."

"Bye, Ma."

Setelah ditinggalkan oleh Mama sambil mendorong troli, kini aku benar-benar sedang terjebak di antara lautan manusia, mengantri di salah satu barisan menuju kasir. Ingin sekali mulut ini berkata kasar, namun sesuatu mulai mengusik pikiranku. Aku menemukan Dia ada di sana. Di balik salah satu bangku kasir yang masing-masing dipenuhi antrian panjang.

Dia sedang melayani menghitung satu per satu balanjaan seorang costumer sambil tersenyum ramah. Senyumannya itu masih sama seperti dulu. Garis wajahnya pun sama sekali tidak berubah. Mungkin yang berbeda hanyalah penampilannya yang sangat rapi dengan riasan wajah tipis dan rambutnya yang kini sudah ditutupi oleh jilbab.

Jika mengingat masa lalu, penampilannya sangat santai bahkan terkesan urakan. Wajahnya tak pernah dia poles. Katanya, cuma perempuan yang cantik dan anggun yang cocok memakai riasan dan baju yang bagus. Tapi sekarang, pendapatnya dulu sepertinya tidak dia hiraukan lagi. Dia terlihat lebih menawan.

Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum di bibir dan seketika hilang saat seorang ibu-ibu menepuk pundakku seraya berkata, "Mas, jangan melamun toh. Embak kasirnya nungguin giliran Mas, lho."

Aku termangu sedikit bingung menatap ibu-ibu tadi lalu sedetik kemudian menoleh ke arah dimana Dia berada. Senyum yang sejak tadi menghipnotisku sudah tidak ada lagi, digantikan dengan masam di wajahnya. Tak ada lagi keramahan di sana juga ucapannya yang terdengar dingin begitu menusuk di dada.

"Jika Anda tidak berniat untuk berbelanja, mohon jangan
menghalangi pelanggan lain," ucapnya.

Aku segera mendorong troli ke depan meja kasir dan mengeluarkan semua barang dari sana. Dia pun meraihnya untuk dihitung. Setelah itu dia menanyakan hal yang sama seperti kepada pelanggan yang lain, perihal kartu member dan cara pembayaran. Tidak membutuhkan waktu lama untuk aku bertransaksi sehingga aku memberanikan diri memulai percakapan meskipun itu singkat. Namun, dia kembali tidak merespon apa yang aku mulai.

"Nice to meet you, Ara."

"Maaf, Tuan. Anda sudah mengganggu antrian di belakang Anda. Mohon untuk kebijaksanaannya, terima kasih." Setelah menganggukkan kepala padaku sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada, dia pun memanggil pelanggan di belakangku dengan sikap yang berbeda, kembali ramah seperti semula.

"Aku akan menunggumu sampai shiftmu selesai, Ara," seruku sebelum aku meninggalkan meja kasir itu.

Aku bergegas mencari ruang informasi dan mencari tahu sesuatu. Yang aku dapatkan yaitu waktu pergantian pegawai hanya tinggal beberapa menit lagi. Itu artinya shift Ara akan segera selesai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang