8.Tenggelam

10 5 0
                                    

" Sebaiknya kau mati saja !"

" Alangkah baiknya jika kau tidak pernah ada, "

" Anak yang tidak berbakat, "

" Siapa orang tuanya, anak pasti tidak jauh dari orang tuanya, "

" Jangan dekat-dekat anakku, nanti anakku jadi terkontaminasi, jadi tidak bisa mengendalikan elemennya, "

" Jangan bermain dengan anakku ! "

" Jangan dekat-dekat dengan anak itu! "

" Anak yang tidak bisa mengendalikan elemen memangnya bisa apa ! "

" Dia adalah anak terkutuk, mengendalikan elemen yang merupakan bakat saja tidak bisa, "

" Anak yang menyedihkan
Lihat dia kini sebatang kara, kedua orang tua dan kakaknya meninggalkan dirinya sendirian, "

" Biarkan dia sendirian, "

" Sendirian, "

" Sendirian, "

" Sendirian, "

" Apa ada yang membuang sampah masyarakat di sini ! "

" Dasar sampah ! "

Entah kenapa aku bisa berada di tempat seperti ini. Tidak ada siapa-siapa, hanya air. Aku merasakan tubuhku tenggelam, tenggelam, tenggelam lebih dalam, tenggelam sangat dalam sekali. Seseorang tolong aku, tolong aku. Tolong ulurkan tangan, siapa saja.

Suara berisik ini tidak henti-henti selalu berputar di telingaku. Suara orang yang merendahkanku. Suara orang-orang yang tidak menerimaku. Namun walau aku menutup telinga, suara ini masih bisa terdengar.

" Apa sudah menyerah ? " Tiba-tiba ada suara yang tidak asing terdengar.

" Entahlah, saat ini aku hanya ingin berhenti. Siapa kau? "

"Aku siapa? Entahlah aku siapa. Aku juga tidak yakin aku ada ?

Aku semakin bingung suara siapa ini. Tubuhku juga rasanya tidak bisa bergerak. Gawat, apa aku akan mati dengan cara tenggelam seperti ini. Padahal aku sesuatu yang harus aku lakukan.

Rasanya kesadaranku seperti berpindah-pindah. Kejadian ini. Aku ingat kejadian ini. Ini adalah hari yang tidak terlupakan bagiku. Hari di mana penderitaan ini berawal.

Saat itu rumah kami terbakar. Bukan kecelakaan yang membuat si jago merah ini terbangun. Tapi ada yang menyulutnya. Ya, orang-orang tidak tahu diri itu yang membakar rumah kami. Saat itu amarahku sudah tidak terbendung lagi. Rasanya aku ingin membunuh mereka semua. Ya, membunuh mereka secara perlahan, agar mereka tahu apa yang kami rasakan.

Plek, tangan lembut ibu meraih pundakku, seakan dia tahu apa yang aku rasakan. " Tenang nak, semua kesalahpahaman ini pasti akan terselesaikan.

Plek, ada tangan yang menyetuhku lagi. Ketika aku berbalik badan. Nampak samar-samar seseorang. Dia berkata, " Masih dendam dengan masa lalu ya ? " Ternyata suara itu adalah sosok yang tadi. " Tidak, " Jawabku kaku.

Aku segera pergi meninggalkan sosok itu, aku tidak mau menjawab kalau ditanya sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu.

Aneh. Sejak aku meninggalkan sosok itu. Tiap aku melangkah, tiap itu juga ingatanku berganti secara acak. Aku sudak muak dengan ingatan ini. Aku membalikkan badan dan memukul sosok itu. Sosok yang aku sangka menyebabkan aku terjebak dalam ingatan ini. Ketika pukulanku sampai padanya, sosok itu tidak menangkis, malah membiarkan pukulanku mengenai dirinya. Sosok itu kemudian lenyap bagai asap, setelah pukulanku mencapai kepalanya.

Tiba-tiba aku berada di tempat semula. Di mana aku tenggelam di air tanpa dasar. Bum, aku ingat sebelumnya aku beradu pukulan dengan laki-laki yang teman-temannya memanggil dirinya Sura. Aku ingat, aku tidak boleh tidur-tiduran di sini. Aku harus membantu empat perwakilan kerajaan itu. Kalau mereka memaksakan diri melawan kakakku, bisa-bisa akan ada korban jiwa. Aku harus meluruskan kesalahpahaman ini. Aku harus bangun, sekarang.

SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang