1

9.2K 68 2
                                    

Mr. Stevenson menyerahkan upahku minggu ini dengan muka tak enak. Aku menerimanya dengan wajah semringah. Amplop itu kudekap dekat di dadaku. Memang konyol, tapi aku hampir menangis. Haha. Aku tahu isinya tak lebih dari $500. Itu setara dengan uang jajanku dalam sehari dari Daddy, tapi hey, itu upah pertamaku seumur hidup.

"Oh iya... dan ini tip-mu. Karena kau baru bekerja seminggu, jadi aku hanya bisa memberimu setengahnya. Jangan bilang-bilang pada yang lain, ya? Sebagai imbalan, kau bisa memberitahu James—kakekmu—bahwa aku memperlakukanmu dengan sangat baik. Okay?"

"Terima kasih Mr. Stevenson. Aku akan menggunakan uang ini dengan baik. Sampai jumpa besok!"

Sebelum aku meninggalkan ruangannya, Mr. Stevenson yang berkepala botak menahanku, "Nak... kalau kau mau... kau bisa magang di tempat lain. Kau tahu? Keponakanku bisa mengatur agar kau magang di bank kota. Mereka membayar setidaknya dua kali lipat per jam untuk pegawai musim panas. Aku akan mengaturnya. Sejujurnya, aku merasa tak enak pada James."

"Tidak perlu, Sir!" ucapku sungguh-sungguh. "Aku tidak suka bekerja di bank atau di tempat-tempat terlalu serius. Aku senang menyortir barang-barang di tokomu dan melayani pembeli. Lagi pula... ini hanya kegiatan bersenang-senang daripada aku harus menemani kakek main golf seharian. Terima kasih buat semuanya. Bye!"

"Bye!"

Di depan pintu ruangan Mr. Stevenson, aku membuka amplop dan menghitung isinya. Lumayan juga. 700-an dolar. Aku bisa membeli clutch di LV dengan tambahan tabunganku, atau membeli baju renang untuk kupakai di Summer Break Festival nanti malam. Jake mengajakku berpesta kembang api di dekat sungai bersama teman-temannya. Dari caranya mengajak, kami mungkin akan berhubungan seks.

Okay. Sudah kuputuskan. Bikini baru dan sekotak pengaman. Seorang gadis tetap harus punya persiapan, kan? Aku akan membeli bikini terseksi yang akan membuat air liur Jake menetes-netes. Itu kalau Ridgway punya toko yang menjual swim wear seksi. Harusnya sih ada. Jangan lupa, Ralph Lauren punya ranch dan tanah seluas enam belas ribu hektar di sini. Kuambil langkah seribu menuju parkiran sepeda khusus karyawan dan kukayuh sepedaku ke deretan pertokoan di sepanjang kota kecil yang berbatasan dengan San Juans ini.

Namaku Marion Lively.

Aku anak tunggal dari pasangan pengusaha real estates, Dermott Johan Lively dan penulis New York Time Best Seller, Dakota Winson. Selama ini aku tinggal dari Senin sampai Jumat di penthouse milik ayahku di Tribeca. Ibuku atau asistennya akan menjemput pada Sabtu pagi supaya aku bisa menghabiskan akhir pekan menemani Rod, pit bull-nya, karena dia akan sibuk menulis fiksi thriller di dalam salah satu kamar di apartemen mewahnya di Manhattan. Usiaku delapan belas tahun. Home schooling. Tahun ini seharusnya Gilbert, adik ibuku, mengirim tiket ke Paris supaya aku bisa tinggal bersama istrinya yang sangat keren bernama Alma. I love Alma. Dia tahu segalanya. Dia seorang super cool mom, kalau saja dia bukan penganut childfree. Alma sangat menyukaiku. Kalau dia berkunjung ke New York untuk urusan desain pakaiannya, dia akan menculikku dan kami akan bersenang-senang semalaman. Dia bahkan mengizinkanku menyesap cocktail asal aku merahasiakannya dari siapapun, termasuk suaminya.

Aku suka hidupku, walaupun membosankan dan tak punya banyak teman karena ayahku terlalu paranoid. Kasarnya, dia mengurungku di rumah dengan guru home schooling terbaik dan tidak pernah membiarkanku jalan-jalan ke mal sendirian. Selalu bersama seorang pengawal. Meskipun aku sangat menentang kebijakan ayahku, tapi semua itu ada alasannya.

Saat usiaku enam tahun, kakak laki-lakiku pernah diculik oleh baby sitter kami demi sejumlah uang tebusan. Dia meninggal kehabisan udara di dalam bagasi Honda Civic tua yang sangat sempit gara-gara NYPD bekerja terlalu lamban. Sejak itu ayahku menyalahkan dirinya sendiri dan ibuku menyalahkannya karena terlalu banyak pertimbangan. Ibuku menganggap, kalau ayah tidak lebih sayang pada satu juta dolar yang diminta oleh para penculik, kakak laki-lakiku pasti masih hidup sekarang. Tak lama kemudian, mereka berpisah dan akhirnya bercerai. Pengadilan melimpahkan hak asuhku kepada ayah. Psikolog menyatakan ibuku tidak cukup cakap diberi tanggung jawab membesarkanku setelah trauma panjangnya kehilangan Thomas.

The Lost Girl in The FestivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang