Page 2

7 2 0
                                    

CISTUS

Plot from Game Shuffle Playlist SIP

Story written by Nikishima Kumiko

***

Apa Dewa sedang mencoba menguji diriku saat ini setelah sehari aku mengucapkan niat baru tersebut? Tidak lucu, candaan yang kau berikan wahai Dewa. Helaian pirang panjang, bulu mata lentik, dan iris berwarna biru secerah langit itu tengah berada di hadapanku.

Ingin rasanya mengutuk atasanku, ide gila apa lagi yang coba ia jalankan secara mendadak? Sebuah kerja sama antara penerbit kami dengan studio illustrasi tempat Reo bekerja? Aku tidak butuh ujian ini, aku hanya butuh sesuatu agar aku bisa dengan segera melupakammya.

Seperti bom yang didaratkan pada negara yang tengah diinvasi, padahal sosoknya hanya berdiri dengan tenang, namun telah membuat dadaku berdetak kencang seolah dapat copot tanpa aba-aba. Nana menyenggol perutku, lantas memeluk lenganku. Aku mengangkat alis sebelah kananku, merasa risih. Lekas saja, aku melepaskan pelukannya, "Nana, bisa tidak kau tak menempel padaku? Aku kurang suka disentuh secara tiba-tiba."

Irisnya melebar, tiba-tiba penuh kilauan. Ia bertepuk tangan, terlihat senang, "Oh, jadi kalau aku minta izin. Apa boleh?"

"Tentu saja tidak, bodoh."

"Hmph," sahut sebuah suara yang yang sangat familiar. Aku menoleh, mendapati tatapan datar Reo. Sosoknya benar-benar menjadi sangat dingin setelah memutuskan hubungan denganku. Aku ragu, apakah aku harus membalas kontak mata tadi dengan senyuman ataukah harus kuabaikan.

Dan seperti itu, aku hanya dapat menatap punggung Reo yang meninggalkanku. Kalau dipikir-pikir, entah ide konyol apa yang merasukiku kemarin. Namun, aku sadar kalau aku tidak bisa hidup tanpa Reo. Ia tak lagi menatapku dengan lembut dan hangat, apa benar tak ada lagi cintanya untukku?

Aku merasa sangat bodoh, menjadi budak cinta seperti sekarang ini. Aku tahu kalau ini salah dan dapat menghancurkanku. Tapi, apa aku memang bisa mendapatkan kekasih baru jika aku saja masih terjebak masa lalu?

"Mungkin sekali-sekali aku harus pergi goukon bersama yang lain ..."

"Apa? Goukon? Kau mau saja berpacaran dengan cewek tak dikenal setelah sekali kencan buta kelompok? Sayo, aku tidak tahu kalau kau adalah pria yang benar-benar payah," tutur Nana, menusuk hatiku.

Reo entah sejak kapan telah berada di sampingku. Ia mengulas senyum, aku sadar bahwa itu adalah sebuah lengkungan garis bibir yang dingin seraya berujar, "Mungkin kalian harus berhenti bermesra-mesraan karena rapat sebentar lagi akan dimulai."

"Re-Reo," panggilku dengan suara yang tercekat.

Ia menoleh, menatapku dengan tatapan yang tersirat miris atau mungkin hanya perasaanku saja. Tak kunjung mendapatkan diriku yang kembali mengangkat suara, ia kembali memejamkan mata dan memasang senyum pasrah. Mungkin ia merasa kesal karena aku muncul di hadapannya, lagi.

Hening melanda, Reo segera mengambil tempat duduk yang cukup jauh dariku, sementara Nana berada tepat di sampingku.

Pemimpin rapat masuk dan mulai memaparkan segala detail project dan sebagainya. Namun, perhatianku tertuju padanya sampai rapat selesai. Tak ada satupun informasi yang masuk ke dalam otakku.

"Sayo, apa kau baik-baik saja?" tanya Nana, khawatir. Kami berdua telah berada di koridor, dengan diriku yang berada di bangku. Ia menyodorkan sebotol kopi dingin.

"Tolong, tinggalkan aku sendiri, Nana. Rasanya aku butuh konsentrasi lebih untuk mengulang detail informasi tadi. Ah, Ketua aneh itu! Kenapa memakai kolaborasi segala, sih?"

Bukannya aku ingin bersikap jahat pada gadis itu, namun tingkahnya yang seolah mengadu domba antara diriku dan Reo tak bisa kuabaikan. Jadi, aku tak ingin menerima semua kebaikan terselubungnya. Mengingat candaan berlebihan ingin menjadi pacar dan semua bukti snapgram itu, membuatku emosi. Mungkin saja, memang akar permasalahan hubunganku hanyalah karena kesalahpahaman semata.

Tiba-tiba saja, gadis dengan helaian rambut cokelat dan twintail itu mencengkram erat tanganku. Kuku indah yang ia rawat itu menusuk kulitku, membuatku mengaduh kesakitan dalam batin. Namun, aku tak bisa membuka suaraku, meskipun koridor ini sepi.

"Padahal aku melakukan semua ini untukmu, tapi kau tetap saja tidak melihatku!" bentak Nana. Wajahnya memerah, ingin menangis tapi ia tahan, "apa yang kurang dariku dibandingkan gadis bermuka dua itu?"

"Bermuka dua? Reo tidak seperti ituー"

"Persetan! Aku menyukaimu, lebih darinya, tahu!"

Kepalaku sakit, aku menghempaskan cengkramannya dengan kasar. Semua tindakan Nana sampai saat ini sudah jelas. Mulai dari mengadu domba diriku dengan Reo, mencoba membuat Reo cemburu, hingga mendekatiku dengan liciknya. Jari-jemariku memijat pelipisku, lantas aku melemparkan tatapan dingin padanya.

"Nana, kau sendiri tahu betapa tak berdayanya aku selama Reo tak berada di sampingku, 'kan? Kalau kau memang menyukaiku, harusnya kau merelakan kebahagiaanku," ujarku kesal. Meskipun, aku tahu kalau aku tak pantas berbicara seperti ini. Tapi, aku ingin dia tahu akan fakta yang tak terbantahkan itu.

Aku bangkit dari bangku sembari berujar, "Aku akan pindah penerbit dan tempat tinggal. Jadi, jangan pernah ganggu aku lagi atau coba-coba menyentuh Reo."

Cistus [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang