Anak perempuan itu terus saja menempelkan wajahnya ke atas meja, dari pelajaran pertama kimia. Pelajaran yang menyebalkan itu. Kau pasti sepakat kan?, jangan munafik. Ingin saja keluar dari pelajaran itu ketika sepatunya yang sering dipakai tentara terdengar lebih keras dari sering dipakai. Guru Kimia itu sengajakah. Sekarang bukan saatnya membahasa tentang Guru Kimia, yang rambutnya bergelombang, senyumnya meradang. Lebih baik, mari dengarkan anak perempuan yang menunduk kelas, seakan ia ditinggal kenangan keras itu. Anak lelaki pada waktu itu masih tabu untuk menanyakan apakah ia baik-baik saja, bukan tak mau. Kami tak cukup kosa kata untuk memulai percakapan, atau hanya ini perasaan Gaza saja.
Pelajaran kedua juga tak kalah menyebalkan, Fisika. Hari senin memang neraka bagi Gaza. Ini salah siapa, tak perlu mengira-ngira. Ini kenyataan yang Gaza harus hadapi. Jam kedua ini sedikit melegakan, pengampunya wali kelas Gaza sendiri, seperti anak ayam di ampu Elang. Serem juga sih.
"Kau kenapa Bita, sakitkah?" Tanya Ibu Wali Kelas. Ia beranjak dari tempat duduk setelah selesai mengabsen.
Ia mendekati Bita yang kepalanya masih lengket dengan meja. Ia mengelus kepalanya seperti putrinya sendiri, apakah ia betul-betul melakukannya. Mungkin Gaza hanya kusut masai saja, hingga ia tak sempat membaca perubahan wali kelas akhir-akhir ini.
Ia mengangguk seperti dokter. Ia memberikan ultimatum. Pelan-pelan ada semacam gelembung di dada ini entah apa rasanya. Segera kalian akan tahu, perasaan macam itu. Dan perempuan macam apa yang akan saksikan nantinya.
"Yang dekat dengan rumahnya," Tanya Wali Kelas.
Tema-teman mulai mendengung seperti truk slender, entah apa yang mereka rencanakan.
"Gaza bu, ia dekat rumahnya dengannya," salah satu temannya mengusulkan. Di susul teman-teman yang lain. Ini mulai mengusik ketenangan di pagi hari. Tetapi menyenangkan, bisa mengantar gadis semanis itu. Walaupun bau keteknya cukup memusingkan kepala, Ups itu dulu ketika di MI, mungkin sekarang ia agak berbeda. Gaza tak pernah lagi mencium bau tubuhnya, atau tak ingin melakukannya.
Takdir seolah berkata; kau harus mengantarkan gadis itu. Meski itu bukan pilihan yang mudah, tetapi mungkin kau menginginkannya. Aduh, kok bisa begini.
Huuuuu, gemuruh suara itu mengadukan perihal-perihal picik sebenarnya, dan Gaza tak berani melirik barang sejenak pada teman-teman perempuan, apakah itu semacam pengampunan dan Gaza juga tak peduli pada urusan-urusan mereka.
Eng mengekor di belakang ketika mulai keluar dari kelas, Wali Kelas itu tersenyum. Ini hadiah terbaik dari seorang Wali Kelas, apakah Gaza dapat menangkapnya. Mungkin ini hanya kebetulan, kebetulan di hari selasa pukul 9.14 pagi 2000, ah mestinya tak perlu mengingat-ngingat dengan jelas.
Sepanjang Jalan keduanya terlibat adu mulut hangat, maksudnya pembicaraan. Mereka mesam-mesem pada saat tertentu. Lalu saling pandang beberapa detik, ini menjengkal. Tetapi menyenangkan.
Ketika mobil angkot oren berhenti dan mereka ingin sama-sama naik. Muncul seorang lelaki berseragam sama dengan yang mereka pakai, mengendarai motor. Ia kakak kelas begitu. Gaza sulit mencari kata-kata yang tepat untuk kejadian itu.
Angkot sudah berhenti. Bita beralih ke kakak kelas dan naik motornya. Meninggalkan Gaza yang amat apa ya, sebentar mungkin Cengo, atau apalah.
Perpisahan yang merobek keakraban mereka sebentar. Lalu Gaza naik angkot duduk dipojok, memandangi Bita yang tersenyum lebih merekah dari pada perjalanan tadi. Sejak saat itu, Gaza menyebut gadis sebagai penjelmaan Kirik Busik, dan itu sejarah panjang kehidupannya.
Sebuah penipuan yang terencana.
Dan itu menjijikan...Cuih....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name Is GAZA
RandomRoman bergaya senyum pepsodent, kalian akan banyak menemukan keajaiban-keajaiban