Episode 1

3 1 0
                                    

Hari itu, benar - benar hari yang kelam. Semua butiran salju yang pertamanya putih bersih menjadi merah mengerikan. Sang pelaku sendiri menusuk dirinya sendiri.

Semua ini bermula saat aku lahir..

Saat aku lahir, aku tidak tertawa seperti anak anak kebanyakan. Aku hanya diam dan diam. Ibuku melihat dalam buku panduan anak yang menjelaskan bahwasanya seorang bayi dapat tertawa dalam waktu 3 hari. Ibuku kemudian melipat jarinya dan mulai menghitung. Ternyata sudah 100 hari.

Aku berbeda dengan anak lain. Aku lebih pendiam dari pada mereka.

Melihat pertumbuhanku yang tida stabil, ibuku membawaku ke rumah sakit. Saat aku diperiksa, aku dinyatakan terkena penyakit alexitimia. Alexitimia adalah sebuah penyakit ketidakmampuan merasakan emosi. Sebenarnya lebih ketidakmampuan menyatakan emosi. Gejalanya sudah terlalu dalam dan usiaku terlalu dini untuk terkena gejalanya. Para dokter mencoba memberikan rangsangan ke amigdalaku. Ternyata rangsangan tersebut tidak berhasil. Akhirnya sang dokter berkata meskipun amigdalaku kecil, akan tetapi bila diberikan rangsangan maka diharapkan mampu merangsang keaktifannya.

Sayangnya, hal itu Gagal. Dan sang dokter mencoba mengetes ku dengan memukul lututku dengan palu karet. Tapi aku tak bereaksi. Lalu Ia mencoba memegang kedua bawah ketiak ku dan meresmanya. Aku sedikit tersenyum karena geli. Lalu sang dokter mengetes ku.

"Anak ini tengah menangis karena kehilangan ibunya. Seperti apa ya rasanya?".
Aku diam dan bosan sehingga betisku tak sengaja menyenggol meja dokter. Ibuku memegang bahuku meminta ku berhenti. Akupun berhenti.

Karena mengetahui aku tidak merasakan emosi apa - apa, ibuku semakin trauma saat melihat kejadianku. Saat itu, aku mencoba meraih teko diatas meja. Lalu, tak sengaja teko itu jatuh dan ternyata isinya air panas. Aku menerima sebuah 'medali' berupa luka bakar yang bekasnya masih ada sampai sekarang. Hal itu membuatku berteriak melengking. Ibuku terkejut an akan mengira bahwa aku akan trauma melihat teko seperti hal biasa yang terjadi pada anak-anak lainnya. Namun ternyata, tidak demikian. Aku tetap meraih teko tersebut tak peduli isinya air panas maupun air dingin.

DIARY ALEXITIMIA : Catatan nyata tentang seorang penderita Alexitimia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang