"Ampun, Marquess Burton! Ampun!"
Baron Davies hanya bisa memohon ketika tubuhnya babak belur dihajar Marquess Burton. Meski sang Marquess berusia beberapa tahun lebih muda darinya, tetapi pria itu tidak sungkan menghajar Baron Davies yang dirasa telah berkhianat padanya. Pria paruh baya yang sudah babak belur itu sudah pasrah ketika tubuhnya ditendang sangat keras hingga menghantam beberapa furnitur hingga hancur.
"Pak Tua bangsat! Kau benar-benar mempermalukanku di depan umum! Bagaimana bisa jalang itu bisa bersama Duke Wilton? Bagaimana kau menjelaskan ini, hah?!"
Baron Davies berusaha bangkit dengan tergopoh. Wajahnya sudah dipenuhi lebam kebiruan dan beberapa luka mengeluarkan darah.
"Hamba juga tidak tahu, Marquess."
"Tidak tahu?! KAU BILANG TIDAK TAHU, HAH?!"
Bugh!
Satu pukulan kembali mendarat di wajah Baron Davies, pria itu terpental, darah segar kembali mengalir dari hidungnya.
"Kau pikir aku menjadikanmu anak buah jika hanya bisa berkata TIDAK TAHU?!"
Remuk sudah tubuh Baron Davies karena Marquess Burton terus menghajarnya. Yang jelas, sebelum kesadarannya benar-benar hilang, Marquess Burton menjambak rambut Baron Davies dan memberikan kata-kata terakhir sebelum dia pergi.
"Yang jelas, harus tetap ada pernikahan untuk menutupi masalah hari ini! Anak gadis kesayanganmu, dia akan jadi jaminan jika kau tidak bisa mengembalikan jalang kecil yang telah mempermalukanku itu kembali."
Setelahnya, semua yang dilihat Baron Davies menggelap.
***
"Tu-tuan ... apa maksud Anda?"
Tanpa merubah posisi, Alaric meremas tengkuk Arletta, membuat gadis itu makin tertegun. Ini adalah kali pertama Arletta diperlakukan demikian oleh pria. Gadis itu terdiam, meski seharusnya ia memberontak, tetapi entah dari mana Arletta memiliki rasa percaya pada Alaric bahwa pria itu tidak akan berbuat macam-macam. Ini seperti gertakan, mungkin.
"Aku tidak kekurangan harta, aku sudah sangat berkuasa bahkan hampir setara dengan Putra Mahkota. Aku tidak butuh uang dan kekuasaan dari keluargamu. Hanya saja, aku tidak punya wanita yang akan mengandung anakku kelak. Maka dari itu, jika kau setuju, meski aku tidak butuh kekayaan semu yang kau janjikan, tetapi aku akan menerimanya ditambah tubuh dan rahimmu."
"Tu-tuan, sa-saya tidak mengerti."
"Menikahlah denganku, nanti akan kubalaskan dendammu."
Kedua mata Arletta membulat. Entah mendapat tenaga dari mana, gadis itu segera menyingkir dan terduduk di lantai, lalu dengan tubuh bergetar, Arletta bersujud di kaki Alaric.
Apa yang dia lakukan?
Alaric terkekeh, diperhatikannya saja apa yang dilakukan Arletta. Sampai saat ini, pria itu bisa menarik kesimpulan jika gadis di depannya ini benar-benar bodoh dan naif.
"Ampun, Tuan. Arletta tidak berani."
"Ya, itu terserah dirimu. Aku hanya akan membantumu jika kau memenuhi syaratku. Jika tidak, lupakan saja. Aku akan mengirimmu kembali ke kediaman Davies."
Bangkit, Alaric membalikkan tubuh. Namun, belum sempat melangkah pergi, seseorang memeluk kaki jenjangnya. Senyum culas terbit di wajahnya.
Benar-benar seperti anjing penurut.
"Jangan, Tuan! Arletta mohon, bantu Arletta. Persyaratan yang Tuan ajukan, Arletta akan ... sanggupi."
Kali ini Alaric kembali menoleh, lantas ia berlutut menghadap Arletta yang sudah melepas cekalannya. Mereka kembali beradu pandang. Sejujurnya, Alaric lumayan menikmati bagaimana sorot mata sayu itu memandangnya. Tampak begitu rapuh dan polos, sangat jujur dan tidak ada kebohongan. Sangat kontras dengan dunia yang selalu ia hadapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose The Villain Duke
FantasyArletta Davies kembali terbangun setelah dibunuh dengan keji oleh suami dan keluarganya. Demi membalaskan dendam pada kekejaman keluarga dan mantan suami di kehidupan sebelumnya, Arletta rela menjadi istri kontrak Duke Alaric Wilton, pria kejam dan...