Gadis indah yang tak berkesudahan, memiliki sepasang mata yang begitu dalam. Aku menyebutnya Anyelir, perempuan berambut panjang lurus kecoklatan.
Aku berjalan dipinggiran Kota, melihat gedung-gedung menjulang yang tampak ingin menyusul angkasa. Tak ada yang paling menarik di Ibu Kota selain sepasang mata yang sudah begitu lama tidak Ku jumpa.
Aku sedikit membenarkan topi Ku, mulai memposisikan duduk ternyaman dibangku taman.
" Hai tuan, apakah sudah lama berdiam diri disini?"
Hanya suara gadis itu yang paling bisa mengusik jantung Ku, pasti selalu ada debaran yang tak karuan. Aku menjawab dengan anggukan.
" Oh, maafkan. Jalan raya begitu macet, sehingga memperlambat pertemuan Ku dengan mu."
" Tidak masalah nona." Ujar Ku.
" Kau membawakan ku sesuatu?" Antusiasnya.
Aku menggeleng.
" Kau payah Afkar." Gerutu nya.
Aku tersenyum, " bukankah Kau lebih menyukai kehadiran Ku daripada sesuatu yang Aku bawa?"
Pandangan nya beralih ke wajah Ku. Dalam, dalam sekali. Aku terbawa arus jika terus menatap mata nya.
" Tentu, kehadiran mu yang paling Aku tunggu."
" Lalu mengapa Kau masih mengharapkan sesuatu selain diri Ku, Anyelir?"
" Sungguh, Kau tidak romantis."
Lagi-lagi Aku tersenyum.
" Apakah Kau tidak merindukan Ku?" Tanya nya lagi.
" Kau fikir perjalanan dari Desa ke Kota belum cukup membuktikan bahwa rindu Ku jelas adanya, anyelir?"
Kali ini Ia tersenyum, "Afkar, boleh Aku memeluk mu? Aku merindukan mu."
Aku mengangguk perlahan.
" Kau tau tempat yang paling ternyaman?"
" Anya, gombalan mu sudah sangat pasaran. Aku bisa menebaknya." Jawab Ku.
" Memang nya Kau tau?"
Aku tersenyum.
" Mengapa Kau hanya tersenyum?"
" Apa harus Aku menjawabnya?"
Ia mengangguk.
" Baiklah, dekapan Ku bukan?"
Gadis itu tersenyum, " Kau pandai Afkar."
" Bukan Aku yang pandai, tetapi Kau."
" Mengapa Aku?" Ujarnya.
" Kau pandai mengolah jantung Ku hanya dengan tatapan mu."
" Kali ini Kau menang, Aku tersipu." Ia tertawa sembari menatap Ku.
Tak ada indah yang berkesudahan selain Anya Adhiratna, tak ada dalam yang menenggelamkan selain sepasang matanya yang kecoklatan, tak ada yang paling manis selain senyuman yang Ia berikan.
Aku tenggelam pada dasar laut yang paling dalam, arusnya membutakan.
" Afkar, mengapa Kau jarang berbicara?"
" Mengapa Kau bertanya?"
" Kau mematikan."
" Dan Kau yang menghidupkan."
" Afkar Aku bukan Tuhan yang bisa menghidupkan," tawa nya.
" Memang."
" Lalu, mengapa Kau bilang Aku menghidupkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk sepasang mata yang paling dalam
Romance" Mata mu mencekam seperti membahayakan. Tetapi tidak ada yang lebih indah dari bahaya yang menyenangkan, dari sakit yang selalu diwajarkan, dan dari kejahatan yang selalu dirasa sebagai perlindungan. Maka dari itu kesimpulannya Engkau adalah penjel...