Malam itu suara gemuruh bercekcok dengan angin kencang. Pohon-pohon besar tertiup angin dan derasnya hujan. Malam ini seperti sebuah cerita horror disuatu rumah. Tapi sebenarnya sama sekali bukan.
Sebenarnya bulan ini memasuki bulan Desember, curah hujan juga meningkat pesat. Jalanan pun terlihat licin dan basah. Terkadang terik matahari tak menjamin kalau hujan tak akan datang, justru sebaliknya.
Seorang gadis duduk di depan meja belajarnya asik membaca novel romance. Pandangannya tak beralih sedikitpun. Dia juga merasa tidak terganggu dengan suara bising gemuruh di luar. Untuk menambah kesan mellow-nya dalam menghayati setiap kata yang baginya sangat menyentuh, gadis itu mendengarkan lagu dengan judul "i like you so much you'll know it- ysabelle ceuvas."
Kamar yang kecil dengan dekorasi sederhana membuatnya nyaman dan tak peduli dengan sekitarnya. Hanya jarinya dan matanya yang asik membaca dan membuka lembar demi lembar novel tersebut.
"Riani! Ayo makan nak!" Seru ibunya.
Nama gadis itu adalah Riani Amanda, anak tunggal keluarga sederhana. Gadis dengan usia 16 tahun. Badannya yang mungil dan tak terlalu tinggi, kulitnya yang kuning halus membuatnya nampak manis dan sedap dilihat.
Gadis itu terlihat mulai menutup sampul novel tersebut dan beranjak dari kursi meja belajar. Langkahnya mulai membuka pintu kamarnya. Gadis itu siap membantu ibunya menyiapkan makan malam.
"Mah, Papah nggak pulang malam ini?"
"Nggak, kamu kan lihat sendiri bagaimana cuacanya belakangan ini, mungkin besok lusa." Ucap ibunya melepas senyum hangat.
Gadis itu hanya mengangguk dan mulai membantu ibunya. Namun pintu rumahnya terdengar suara ketukan beberapa kali.
"Mah katanya Papah nggak pulang malam ini?" Tanya Riani mencoba memberi kode kepada sang ibu.
"Mungkin suara ranting. Belakangan ini tuh pohon mangga di depan sering patah kena hujan."
Dan lagi gadis itu hanya mengiyakan perkataan ibunya. Namun setelah ketukan pintu itu tak terdengar beralih ke suara bel. Ini bukan ranting, mana ada ranting yang menekan bel berkali-kali.
Benar barulah sekarang terasa seperti nuansa film horror. Bagaimana tidak di tengah malam seperti ini ada seseorang yang menekan bel tanpa ada suaranya.
Gadis itu mulai berjalan menghampiri pintu rumahnya. Tak berani membuka langsung gadis itu pun mengintip lewat sela pintu walau sebenarnya tidak terlihat sama sekali siapa yang ada di depan rumahnya. Riani sudah bersiap membawa centong sayur sebelum tangannya berhasil membuka pintu rumahnya itu untuk berjaga-jaga.
Terbukalah pintu tersebut dengan penuh was-was dan jantung yang tak karuan. Seseorang yang menunggu diluar merasa lega karena telah dibukakan pintu karena dari tadi ketukannya diacuhkan.
"Arya?"
Riani terkejut melihat sosok laki-laki basah kuyup menatapnya datar. Seluruh badannya kini dibasahi oleh hujan yang deras.
"Gila Lo ya. Gua ketok pintu gak dibuka-bukain." Sebal Arya lelaki yang tak lain adalah tetangga depan rumah Riani.
Gadis itu hanya menatap datar tak menanggapi ucapan Arya.
"Gue gak disuruh masuk gitu?" Sindir Arya sembari berkacak pinggang.
"Iya,iya masuk!" Balas Riani ketus.
Riani mengambil selembar handuk untuk Arya yang basah disekujur tubuhnya dan mempersilahkan masuk kedalam rumahnya.
"Arya kok kamu basah-basahan?" Tanya Yuli ibunya Riani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy A Million Dreams
Teen FictionSetiap insan yang bernyawa itu punya mimpi, mimpinya mewarnai hari agar tak terlihat membosankan. Tapi, apakah warna abu-abu cukup menjadi warna di dalam hidup? Tentu cukup. "Semua orang bilang hidup itu abu-abu tanpa warna, tanpa mereka sadari kal...