"Cong, besok sore gue sama yang lain mau pergi ke cafe baru. Denger-denger view-nya gile!"
"Cang cong cang cong, lo kata gue bencong?"
"Muka lo cocok sih, Chan," jawab Mark dengan muka watados-nya.
Jeno yang sedari tadi menyimak percakapan mereka hanya bisa menggeleng karena ajakan yang dilontarkan oleh Mark. Mengajak Haechan untuk berkumpul pada sore hari? Maklum, Mark agak pelupa karena faktor usianya yang datang terlalu dini.
"Lo goblok apa gimana? Lo ngajak Haechan?" bisik Jeno pada Mark yang masih bisa didengar oleh orang didekatnya.
Haechan tersenyum masam, "Temen lo emang goblok, Jen."
Setelahnya hanya ada adegan Jeno dan Mark yang saling memukul. Anak fakultas teknik memang aneh seperti mereka atau hanya mereka saja yang aneh?
"Aelah, Chan. Yang aneh itu lo, takut kok sama senja? Laki apa— hmpp!" ejekan Renjun terhenti oleh bekapan Jeno.
Benar-benar tak beres. Sepersekian detik setelah ejekan tak selesai itu, Haechan mengaduk sedikit minumannya menggunakan sedotan lalu mulai beranjak dari bangku sembari mengambil kunci motor yang ada diatas meja.
"Santai, gue cabut dulu ya."
Tak sempat ditahan oleh temannya, pria itu sudah melewati pintu keluar ruangan itu. Dengan sedikit memijit pelipisnya karena tiba-tiba terasa pusing. Selalu seperti ini, tiap ada orang yang mulai membicarakan itu ia sudah tak bisa untuk duduk diam. Lebih memilih untuk pulang kerumah.
Diperjalanan pulang hanya ada riuh suara kendaraan dan klakson yang sesekali memekik. Dengan pikiran yang bercampur ia melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Dan akhirnya sampai dirumah dengan waktu kurang dari lima belas menit.
"Haechan pulang," ucapnya setelah menutup pintu rumahnya.
Itu sudah menjadi rutinitasnya ketika pulang, agar orang dirumah tahu bahwa ia sudah berada dirumah. Tak perlu mencarinya.
"Sini sayang makan dulu yuk? Mama udah masak banyak, nih."
Haechan tersenyum dan setelahnya menggeleng pelan, "Haechan kenyang, Ma. Kayanya nanti aja tengah malem bakal bangun buat makan lagi kok. Makasih buat masakan enak Mama, yaa!"
Perempuan yang dipanggilnya Mama hany tersenyum lembut. Ia tahu kondisi anaknya, jadi tak 'kan memaksa. Tapi disatu sisi ia juga merasa sedih.
Pukul satu dini hari, Haechan yang berkutat dengan tugas kuliahnya. Sebenarnya, deadline tugas tersebut sudah lewat satu jam yang lalu. Kalau ditanya alasan, ya.. Malas.
"Hadeh, tau gitu gue kerjain daritadi,"
"Oh iya, masakan Mama," ia baru ingat bahwa ia belum menyantap makanan dirumah ini.
Setelahnya ia memilih pergi ke dapur dan mengambil beberapa makanan. Saat mengambil gelas, ia mendengar suara aneh dari jendela belakang.
"Jangan ganggu gue sekarang, gue pusing."
Suara aneh itu semakin menjadi dan membuat Haechan sedikit pusing.
Ia meremat rambutnya dan menarik kasar, kenapa tidak ada yang baik berpihak padanya hari ini? Ah iya, kecuali Mama nya.
"Diem bisa ngga lo! Bukan gue yang bunuh lo dan gue mohon stop gangguin gue."
Dengan sigap ia langsung membawa semua beban makanan tadi ke kamarnya. Dengan kepala yang pusing tentunya. Untungnya tugas yang ia kerjakan sudah hampir selesai.
Namun, harinya ditutup tidak sedamai yang kalian pikirkan. Suara aneh itu semakin menargetkan Haechan. Kini jendelanya yang menjadi sasaran. Diketuk-ketuk.
Haechan hanya bisa menghela nafas frustasi. Kenapa nasib seperti ini yang harus ia terima? Apa tidak ada yang lebih baik? Orang lain sepertinya sangat menikmati hidup tanpa ada gangguan dari makhluk lain dan tentunya tidak mengidap ingatan cacat seperti Haechan.
Hai! Ini prolognya ya, semoga dari prolog ini kalian tertarik dengan cerita ini. Dibeberapa chapter nanti akan ada adegan pembunuhan dan tindak kejahatan lainnya. Jadi untuk kalian yang tak terbiasa bisa langsung skip ya.
Salam, Kuaci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Senja, Haechan.
Teen Fiction[INA] Senja yang indah menjadi situasi yang begitu mencekam untuk anak bernama Lee Haechan. Entah pada saat temannya mengajak untuk keluar pada senja hari, entah saat dia ada urusan mendesak.. Ia sangat menghindari senja. Tak ada yang tahu pasti apa...