01. Beginning; The Cursed and The Weakling

11 0 0
                                    

1042 Word

Matahari sudah jatuh sepundak, biasanya pemuda nan cantik itu berjalan-jalan di taman belakang mansion dengan pakaiannya yang tipis. Ia juga sesekali menikmati teh mawar yang ia sendiri seduh ketika dingin dan kerapkali ditemani oleh angin semilir hangat yang selalu membelai halus rambut peraknya.

Akhir-akhir ini ia sering mengernyitkan dahi dan alisnya.  Pemuda itu memiliki banyak pikiran, karena kini ia sudah beranjak dewasa. Baru saja musim semi kemarin ia menginjak usia 17 tahun pada upacara kedewasaannya bersama saudara-saudaranya. 

Upacara yang berlangsung 3 hari itu memiliki satu budaya yang unik yaitu untuk menunjuk salah satu Kesatria pribadi sebagai Pedang Perisai yang akan bersumpah setia kepada salah satu anggota keluarga kerajaan di hadapan semua orang. Sudah menjadi impian bagi semua Kesatria dan Prajurit untuk di tunjuk sebagai Pendamping Pribadi salah satu Keluarga Kerajaan.

Satu persatu kesatria dan prajurit yang menjanjikan untuk masa depan setiap anggota keluarga kerajaan di lantik.
Berjam-jam berlalu, gilirannya pun tiba. Pemuda berambut perak itu terdiam sejenak, melirik setiap individu yang berbaris di hadapannya. Setelah sekian lamanya, pemuda yang cukup terkenal itu tersenyum dan mengangkat jari telunjuknya mengarah kepada salah satu Prajurit dari sekian banyaknya kesatria sebagai Pedang Perisai-nya.
Ia berhasil membuat semua orang terkejut, bahkan Kesatria yang ia pilih pun terheran-heran apakah pemuda itu kehilangan akalnya memilih dia sebagai Pedang Perisai-nya.

Sampai Sekarang pun sang Prajurit yang kini telah menjadi Pedang Perisai itu masih ragu-ragu apakah ia pantas.

"Pangeran!" panggil pria berarmor dari atas teras mansion.

Pemuda dengan paras cantik itupun berpaling menjawab panggilan.
"Sir. Edward!"

Pria berarmor itupun dengan sigap melompat dari atas teras mansion.
Drak!
dengan berhasil Pia itu mendarat

"Sir! Hati-Hati!" dengan cepat pemuda yang di panggil Pangeran itu berlari mendekat. ia berusaha membantu pria itu berdiri, namun dengan cepat pria itu berdiri.

"tidak apa-apa, pangeran. Maaf saya tiba-tiba mengganggu waktu anda"
jawabnya sambil membungkukkan badannya.

"Huhh.... Tidak apa-apa, Sir. lain kali gunakan tangga. Setiap kali anda melompat dari ketinggian anda selalu saja membuat saya takut" ucap pangeran dengan memegang pundak lebar pria itu.

"Maafkan saya pangeran, akan lama jika menggunakan tangga" jawab Edward sambil menghindari sentuhan sang Pangeran.
"Saya hanya khawatir, Sir"

Mendengar kekhawatiran pangeran, wajah Edward mengerut.
"....Pangeran, Saya memang yang terlemah di antara semua rekan bahkan pemula sekalipun, namun saya yakin bisa melindungi pangeran dengan baik dan cepat bahkan saya rela jika harus mengorbankan nyawa saya untuk keselamatan Pangeran, saya akan senang jika hidup seseorang seperti saya bisa berguna untuk Pangeran" jelas Edward dengan tenang.

Sang pangeran terdiam sejenak, perlahan ia mengepal erat tangannya dengan geram.
"Sir. Edward Den, Kesatria Pribadi saya, Pangeran ke-Tujuh dari Kerajaan Agung Tyramitra, Ariel Asn Tyramitra, tidak pernah sekalipun mengganggap atau berpikiran seperti yang kamu sebutkan sebelumnya"

Ucapan Tuannya seakan menggema di kepala Edward, suara yang lantang keras nan berwibawa membuat Edward sang Kesatria terkesima sekaligus terdiam malu menundukkan kepala.
"...."

"Bukankah saya sudah pernah bilang tentang hal ini sebelumnya?"
"...maafkan saya Pangeran" Edward meminta maaf namun hanya di balas diam oleh Ariel.
"...."

"... Pangeran..."
"Anda tahukan apa yang harus anda lakukan jika saya sedang tidak enak hati?"  ujar Ariel sambil menutup matanya.

"Tapi, pangeran..." Edward terlihat ragu dengan permintaan Ariel sedangkan sang pangeran masih terdiam menunggu dan mulai membentangkan kedua tangannya
"...."

Edward dengan cepat memeluk tubuh ramping sang pangeran, dibalas Ariel dengan menyenderkan kepalanya di dada Edward dan mengeratkan pelukannya.
Bisa Edward rasakan badan Ariel semakin hari semakin mendingin, bahkan wajahnya yang pucat tidak bisa di sembunyikan dengan make up lagi.

lama Edward peluk tubuh sang pangeran, seakan tak mau ia lepas.
"pangeran, saya berjanji akan melakukan apapun untuk mematahkan kutukan anda"

Sang Pangeran tersenyum kecil dalam pelukan sang Kesatria pribadinya.
Walaupun kata-kata ini sudah ia dengar lebih dari puluhan kali, Tapi janji yang Edward utarakan hampir setiap harinya telah membuat harapan kecil di hati Ariel semakin hari kian membesar.

"setiap hari, sedikit demi sedikit saya telah menemukan jawaban akan kutukan yang di derita Pangeran"
ujar Edward sembari melepaskan pelukannya.

Ariel berbalik badan dan mulai melangkah masuk Mansion kumuh itu sembari di ikuti oleh Edward.
Arah tujuannya Ariel menuju perpustakaan, melihat Tuannya hanya  terus jalan dan terdiam Edward pun ikut diam.
setelah sampai pada perpustakaan yang cukup besar itu, Ariel menuju bagian sejarah kerajaan.

"Sir, apakah anda sudah membaca semua buku sejarah disini?" sang Pangeran bertanya.
"... ya Pangeran" sedikit lambat Edward membalas.

Diambilnya buku yang berjudul (Sandra dan Kutukannya)

"Sir Edward tau tentang cerita Sang Pendiri Kerajaan, bukan?"
"... Iya Pangeran, semua orang yang berada di bawah naungan Kerajaan tau akan cerita Sang Pendiri dan juga... kutukannya" Edward menjawab dengan meremas dadanya yang sakit, mengingat kutukan yang di derita tuannya sama dengan apa yang di ceritakan di buku itu.

"Dari usia 10, aku telah mencari solusi untuk kutukan ku. Tentu saja aku tau akar dari kutukan ini"
"..." wajah Edward cemberut sedih mengingat ternyata yang ia cari selama ini berakhir sia-sia.

Melihat ekspresi Edward yang lucu, Ariel tak kuat menahan tawa kecilnya.

"umhhhh... tolong jangan tertawa Pangeran dan jangan melihat, saya terlihat sangat konyol sekarang" seketika wajah pria 22 tahun itu merah merona.

"Ahhh~ bukannya kita sudah janji agar berbicara biasa saja saat berdua di dalam ruangan, Edward?" ucap Ariel dengan wajah merajuk yang ia buat-buat.

Melihat tingkah Ariel yang ia anggap imut Edward memalingkan wajahnya lebih jauh, menyembunyikan wajahnya yang kini makin memerah.

"Edward~" panggil Ariel bernada.

Edward seketika merinding sekujur tubuh mendengar suaranya yang Ariel panggil tepat di samping kupingnya, termasuk bagian bawahnya badannya yang tiba-tiba terasa sangat geli dan ia coba tahan sekuat tenaga.

"...A-Ari?" panggil kecil Edward yang langsung membuat Ariel Tersenyum lebar.

"Hahaha, ekspresi wajah Ed yang terbaik" goda Ariel.
"umhh, padahal wajah kamu lebih menarik, lucu dan imut" ulas Edward.

Mendengar pujian Edward, kini wajah Ariel yang kian memerah.
"AHAHAHA- ehemm... Te-tentang buku ini ahahaha, sepertinya hanya ada sedikit petunjuk yang ada" Ariel dengan gagap mengalihkan pembicaraan mereka

Edward tertawa kecil melihat tingkah Pangerannya yang mengalihkan topik pembicaraan.
"ahaha-Ehem,aku juga belum menemukan yang berguna sejauh ini" Edward dengan cepat menahan tawa kecilnya dan mengikuti pembicraan Ariel.

"Ahahahahaaaa..." tawa kaku Ariel yang kini pipinya masih merah merona.

"...." Mereka berdua tiba-tiba terdiam.

"Um.. Ed" panggil Ariel singkat membuka pembicaraan.
"Hm?" Jawab spontan Edward dengan kasual.
"Malam ini, apa kamu bisa tidur di tempatku lagi?" Tanya sang pangeran.

★ ★ ★ ★ ★

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa vote dan supportnya! See you next chapt!

"Jangan malas membaca"

Menulis tak secepat membaca.

Thank U, Next!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Royalty JinxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang