***
Sring! Sring! Sring!
Liukan tubuh langsing nan tinggi itu menghipnotis. Kuat sekaligus lembut. Lincah sekaligus cepat. Bukan sebuah pencapaian yang bisa dicapai dalam hitungan bulan. Namun, begitulah kenyataannya.
Seorang gadis 15 tahun dengan tinggi semampai, rambut sehitam arang sepundak, dan mata cokelat gelap yang menatap tajam, mengayunkan pedang dengan segenap tenaga.
Ayunan pedang yang penuh tenaga dalam, terlihat berat namun ringan, mampu mencincang barisan boneka kayu menjadi potongan kecil. Boneka kayu yang dibuat susah payah oleh gurunya itu, ia hancurkan hanya dalam hitungan menit.
Sring!
Setelah tak satupun boneka kayu yang tersisa, gadis tinggi itu menyarungkan pedang. Dengan nafas terengah-engah, ia tersenyum puas. Ilmu pedangnya kembali meningkat setelah mempelajari jurus baru dari sang guru.
Jurus-jurus milik Guru memang yang terbaik! Batinnya puas.
"Hahahaha"
Suara tawa yang sarat akan tenaga dalan membuat gadis itu menoleh, menemukan gurunya,seorang pria setengah baya berjubah putih dengan tongkat kayu berukiran indah yang menopang tubuh rentanya.
Tersenyum, gadis itu menunduk dan memberi salam.
"Fei'er, ilmu pedangmu sudah setinggi ini. Apa kau masih belum puas?" tanya pria paruh baya itu, Jiang Yang, guru dari sang gadis. Ia mengusap lembut kepala bersurai hitam si gadis, tersenyum tenang.
"Untuk pendekar muda berusia 15 tahun bisa menghancurkan boneka kayu buatanku bisa dibilang kau jenius. Tak banyak pendekar yang memiliki pencapaian ilmu pedang setinggi ini di umur 15 tahun. Strategimu dalam mengayunkan pedang dan insting bertarungmu sangat bagus, aku cukup yakin kau bisa bertarung beberapa jurus dengan pendekar Tingkat Merah level 5 kebawah, meskipun kau masih di tingkat Biru, " lanjut Jiang Yang.
Mencapai Tingkat Biru pada usia 15 tahun adalah pencapaian luar biasa bagi Jiang Yang yang sudah berkelana ke berbagai penjuru dunia dan bertemu banyak pendekar jenius.
Sang gadis, Yi Fei tersenyum. "Ini semua berkat bimbingan guru dan pencerahan yang guru berikan kepada murid. Tanpa guru, murid tak akan bisa melangkah sejauh ini," ucap Yi Fei.
Jiang Yang tertawa.
"Aiyaa, mulutmu itu manis sekali. Sudah, sudah. Bukankah ini waktunya mencari makan malam? Kau tak ingin membuat guru tersayangmu ini kelaparan 'kan, Fei'er?" Jiang Yang mengusap perut.
Yi Fei terkekeh, "Tentu saja. Guru bisa menunggu di kediaman saja, aku akan segera kembali setelah menangkap beberapa hewan buruan."
Belum sempat Jiang Yang menjawab, Yi Fei sudah melesat cepat menggunakan ilmu ringan tubuh yang diajarkan gurunya.
Jiang Yang menggelengkan kepala, tersenyum. Lalu, berbalik menuju kediaman kecil di sudut tanah lapang yang tadi digunakan Yi Fei untuk berlatih.
***
Tak terasa matahari yang sejak tadi siang bersinar terik, kini mulai sembunyi diantara bukit di ufuk barat. Meninggalkan coretan awan berwarna keemasan yang sangat indah.
Yi Fei melangkah ringan. Ia paling suka suasana sore seperti ini. Suara jangkrik yang berbunyi nyaring, angin semilir yang menerpa dedaunan kering menimbulkan suara gemerisik adalah perpaduan ketenangan alam yang menenangkan.
Sembari menenteng beberapa ekor ayam hutan, Yi Fei berjalan dengan pandangan kosong. Ingatannya kembali saat ia belum datang ke tempat ini, saat ia belum bertemu dengan Jiang Yang, disaat semua ini dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Putri Tertua
Historical FictionPERHATIAN⚠⚠⚠ -Story ini minim humor dan romance maybe(?) -Bahasa baku, penulis masih amatir, dan typo bertebaran! -Kritik dan saran boleh -Jadwal up tidak tentu, tapi paling tidak seminggu pasti up! *** Yuan Yi Fei, putri tertua Kekaisaran Yuan se...