Prolog

3.6K 279 12
                                    

Seoul, South Korea, 2022.

"Bersulang!!!"

Sorak gempita sekumpulan pria tampan diiringi dentingan gelas kaca yang beradu sedemikian hebohnya menjadi puncak kemeriahan atas perayaan tidak resmi yang sedang berlangsung. Pria-pria itu tertawa riang seraya meneguk cairan pekat di tangan masing-masing. Kata-kata angkuh sahut-menyahut terlontar seolah-olah mereka adalah pasukan perang yang berhasil lolos dari medan pertempuran sekaligus mengantongi kemenangan. Sebenarnya situasi mereka bisa di bilang mirip dengan pasukan perang, faktanya pria-pria setengah mabuk itu adalah tim sepakbola Nasional Korea Selatan yang baru saja membawa pulang trofi kemenangan pada pertandingan persahabatan melawan tim Nasional Jepang beberapa hari yang lalu.

"Aku tidak menyangka kalau Mark Hyung masih sangat hebat di lapangan." Celoteh salah satu dari mereka.

"Hei hei, apa maksudmu?!"

Lee Mark yang namanya disebut-sebut sontak menyuarakan protes. Pria beralis camar itu berucap tidak santai karena ia merasa sedang diremehkan. Reaksi berlebihan Lee Mark menghasilkan tawa mengejek dari rekan-rekannya. Seperti biasa, sangat mudah memantik emosi pria yang menjabat sebagai kapten tim tersebut. Tidak hanya di lapangan, di luar lapangan pun ia bisa meledak dengan alasan yang paling remeh. Tipe pria bersumbu pendek.

"Mungkin maksud Jung Sungchan adalah Hyung yang tidak muda lagi." Sahut pria lainnya, yang kembali disambut gelak tawa.

"Lee Jeno-ssi, aku mungkin tidak muda lagi, tapi kemampuanku dalam menggiring bola tidak berkurang sama sekali. Lagi pula, aku tidak setua itu! Usiaku baru 33 tahun bulan depan!"

"Ya ya ya, terserah. Sebaiknya seseorang membawa botol minuman baru. Botol-botol didepanku sudah tandas tidak berisi."

Lee Jeno membalas seadanya. Tidak terlalu berminat beradu argumen dengan sang kapten. Lagi pula tujuannya ke tempat ini hanya untuk bersenang-senang. Siapa yang peduli pada Lee Mark dan sifatnya yang tidak mau kalah itu? Persetan. Dalam tim, Lee Jeno menempati posisi sebagai penjaga gawang, ia sudah terbiasa menangani berbagai macam serangan, bahkan dalam bentuk makian sekali pun.

Tidak ada lagi sahutan dari Lee Mark, pria itu lebih memilih meneguk habis minuman di genggamannya. Mengikuti kemauan Lee Jeno, sejurus kemudian seorang pelayan wanita memasuki private room di mana Timnas Korea Selatan sedang berpesta. Wanita itu melangkah anggun membawa nampan besar dengan kedua tangan kurusnya.

"Permisi tuan-tuan." Si pelayan berseru lembut, lantas mulai menata botol-botol minuman di atas meja bundar yang dikelilingi para pesepak bola.

"Apa kau kim Haera?"

Suara bariton Lee Jeno berhasil meredam keriuhan di sekitar. Semua pasang mata praktis tertuju pada satu-satunya wanita di sana. Wanita itu tampak gugup, namun sebisa mungkin menutupinya dengan segaris senyuman.

"Ah, ya." Balasnya singkat.

Entah sebab apa suasana mendadak hening. Beberapa dari mereka terang-terangan menatap lekat Kim Haera. Wanita itu bergerak tidak nyaman karena menyadari tatapan tajam seseorang. Ia menyelesaikan pekerjaan secepat kilat, lantas memutuskan untuk segera undur diri setelah membungkukkan badan sebagai penghormatan kepada pelanggan. Sepeninggal Kim Haera pria-pria itu mulai meracau tak tentu, menyerukan kebingungan yang sejak tadi mereka tahan. Mereka dibuat bingung oleh kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa Kim Haera bekerja di tempat seperti ini.

"Bukankah dia peri panahan itu? Si cantik penyumbang medali emas pertama 4 tahun lalu?"

Park Jisung sang striker handal adalah orang pertama yang membuka suara. Wajah tampannya tertekuk dalam seakan tidak mempercayai penglihatannya. Bagaimana tidak? Kim Haera yang ia kenal seharusnya tidak berakhir menjadi pelayan di klub malam. Siapapun tahu Kim Haera memiliki segudang bakat. Wanita itu bahkan pernah menjadi sosok yang paling dielu-elukan semasa perhelatan Asian Games di Indonesia beberapa tahun silam.

Archilles' Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang