"Sakura, kau punya waktu kosong sore ini? Kita bisa bersenang-senang sebelum empat puluh delapan jam lagi kembali terbang ke Tokyo."
Seperti biasa, Ino menerobos pintu masuk dengan ceria. Kedatangan mereka di Singapura bukan untuk berlibur, melainkan menurunkan penumpang yang terbang dari Bandara Internasional Tokyo menuju Changi waktu setempat. Pesawat punya waktu beristirahat kurang lebih empat puluh delapan jam sebelum bersiap kembali membawa penumpang yang ingin pulang ke Tokyo.
"Aku curiga dengan kalimat bersenang-senang sebelum pulang. Ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Sakura setelah membersihkan diri. Separuh dari rambutnya masih basah, butuh dikeringkan.
"Aku lebih mencintai Disneyland daripada Universal Studio. Tapi apa kita bisa bermain ke sana sekali lagi dan berjalan-jalan untuk menikmati senja?" Ino mengerling pada sahabatnya yang duduk sembari menepuk krim di wajah. "Oh, malamnya pergi ke bar dan mabuk. Kita perlu minum. Mengingat dua puluh empat jam sebelum terbang, kita harus normal."
Normal dalam artian waras karena mereka diharuskan berdiri dengan akal, kedua kaki mereka sendiri ketika pesawat sedang terbang. Profesionalisme dalam dunia penerbangan sangat diperlukan mengingat kenyamanan serta pelayanan penumpang masih menjadi aturan nomor satu.
"Terakhir kali kita mabuk di Pattaya, kau membuat keributan." Sakura mendengus ketika berbalik, menonton Ino yang bersungut kesal. "Siapa yang membereskan kekacauan itu selain aku? Apa ini kesengajaan lagi?"
Ino mendesis, merasa bersalah. "Kali ini aku akan berusaha tetap waras. Pukul aku jika mengacau saat kita minum nanti."
Tidak ada respons selain tawa. Hal yang tidak bisa dipegang dari Ino adalah ucapannya. Wanita itu cenderung suka lupa jika mereka bersenang-senang. Dia bukan peminum yang baik, tetapi sanggup menghabiskan delapan gelas dalam satu waktu.
"Kita harus turun ke bawah. Mereka semua mengambil jatah camilan di restoran," kata Ino berbisik setelah menyisir rambut pirangnya dengan jemari. "Tidak perlu menunggu rambut itu kering. Biarkan saja setengah basah. Kau terlihat seksi."
"Berisik," ketusnya.
Karena Sakura mengalah setelah sang sahabat membawanya turun ke lantai dasar. Restoran berada di lobi, tepatnya sebelah kiri pintu masuk. Semua orang telah berkumpul, termasuk para kru yang bergabung dalam penerbangan Tokyo ke Singapura.
"Oh, sial, si seksi ada di sini."
Mata biru itu menyorot pada sang pilot yang terkenal di lingkup perusahaan maskapai Tokyo Airlines. Selama kurang lebih tujuh tahun bekerja, pilot muda itu masih menjadi idola. Ketampanannya melegenda. Tidak hanya para penumpang yang terpesona, melainkan kru pesawat ikut memuja. Barisan pramugari yang bekerja di Tokyo Airlines terang-terangan mengincarnya sebagai calon pasangan hidup.
Sakura mengintip meja yang penuh. Para pilot menyingkir untuk duduk di tempat lain. Sementara Ino masih tersenyum manis, membingkai wajah ayunya dengan rona merah merona. "Kau ini," tegurnya.
"Kau aneh. Di saat yang lain memuja Sasuke begitu gila, hanya kau yang sama sekali tidak tertarik. Baiklah, aku tahu kau punya mantan kekasih abadi yang tidak bisa kau lupakan. Tapi serius, Sasuke tidak membuatmu basah atau mimpi erotis?"
Satu desisan muncul dan Ino menyerah memaksa wanita itu bersuara. Si pirang memindahkan camilan ke piring dan mengambil minuman. "Aku minta maaf. Ini hanya tentang perasaanku yang melihat sahabatku sebagai perempuan aneh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Champagne Problems
FanfictionTujuan hidupnya adalah karier, masa depan cemerlang sesuai impiannya. Lima tahun dirinya berdiri sebagai seorang profesional di maskapai nomor satu, siapa pun tidak bisa menggeser posisinya. Namun sayang, seseorang mencoba menarik mimpi itu darinya...