Kikuk

38 8 9
                                    

!!! Warning !!!

1. Ini hanya keresahan seorang pria usia 29 tahun, yang sebelumnya tidak pernah berkencan dengan cara yang benar.

2. Bisa jadi, yang dibikin menjadi keluh-kesah oleh pria tertata yang pakai megane ini adalah suatu kesia-siaan. Yang bisa selesai, semudah memasukkan kelingking ke lubang hidung. Hanya saja, karena yang bersangkutan suka menyusahkan diri sendiri, jadinya masalah mudah pun jadi terlihat susah.

3. Sebagian dari cerita ini berisi tentang gambaran seorang manusia akhir 20-an, ketika dimabuk cinta. Jika yang bersangkutan tampak kikuk-kikuk, newbie, tidak berpengalaman, dan yang membaca tulisan ini tidak memakluminya, bisa jadi kalian belum pernah merasakan cinta pertama yang sepolos bubur tanpa topping.

.

.

.

Kencan Sehabis Pulang Kerja: Jangan Terlalu Tampan!

Berpacaran, berarti menjadi sepasang kekasih. Terikat hubungan, meski belum sampai ke jenjang pernikahan. Ada komitmen, meski belum dilegalkan pakai dokumen pernikahan. Berpacaran juga, tidak berarti selalu serius. Bisa jadi, cuma jadi kegiatan melepas bosan dari jenuhnya berinteraksi dengan masyarakat sosial untuk menjaga eksistensi di masyarakat; pacaran kan identik dengan berduaan.

Pada intinya, berpacaran itu tergantung pada pribadinya. Bisa jadi begitu serius, melebihi orang yang sudah menikah. Atau cuma main-main, seperti yang Iruma Jyuto lakukan ketika statusnya masih single.

Jyuto sendiri, ada di pertengahan saat berpacaran dengan Samatoki. Lebih tepatnya adalah Aohitsugi Samatoki, seorang wakagashira dari sebuah kelompok yakuza. Jangankan saat berpacaran, ketika hanya berstatus sebagai rekan divisi di bawah bendera biru MTC saja, Jyuto sudah habis jadi bahan pergunjingan.

Katanya, polisi itu anti kejahatan, tapi kok dekat-dekat dengan yakuza yang sumber kejahatan.

Katanya, polisi dan yakuza itu bagaikan Alpamart dan Omegamart, tidak akan pernah ada di satu kubu yang sama meski selalu bersisian. Tapi, kok Jyuto sampai satu tim dengan Samatoki di divisi Yokohama.

Katanya, polisi itu kebanyakan berbadan tinggi kekar dan tak jarang yang kepalanya plontos. Atau, kalau tidak tinggi kekar, biasanya berperut bulat. Tapi, kok Jyuto tidak begitu. Ia malah tinggi ramping, berwajah tampan menawan—kalau yang ini, Jyuto tidak tahu. Memang sudah dari sananya ia ditakdirkan menarik. Tampan, idaman, minusnya hanya di mata dan akhlaknya saja.

Intinya lagi, Iruma Jyuto sadar. Buat sekarang, ia berada di standar tampannya para wanita kebanyakan.

Sampai barusan, sebelum ia keluar dari kantor dalam keadaan lelah, Jyuto masih meyakini bahwa dirinya selalu tampan bahkan ketika malam-malam terpejam. Namun, keyakinannya runtuh saat melihat sosok muda yang berpakaian necis dan tampak sedikit berdandan—Samatoki juga pada dasarnya tampan, apalagi kalau didandani sedikit, tampannya makin-makinan.

... dan di sini, mulailah Jyuto dengan rasa insecure-nya.

Berbalik menghadap kaca depan kantor, di sana Jyuto bisa melihat pantulannya sendiri. Jasnya tidak selicin tadi pagi ketika ia baru berangkat kerja. Ada sedikit kusutan juga pada bagian depan kemeja abu yang ia kenakan.

Turun pada celana, di bagian belakang lutut, ada lipatan-lipatan halus bekas duduk. Terlihat sekali, Jyuto adalah pekerja keras dengan lingkar mata lebih gelap daripada warna kulitnya yang putih cerah.

KikukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang