Sekretariat BEM KM sudah terisi sejak tadi pagi. Ada yang datang karena ingin tidur, menjadikan tempat persinggahan sebelum jam kuliah dimulai, tempat nongkrong, tempat diskusi, tempat untuk mengerjakan tugas, apapun. Semua datang karena urusannya masing-masing.
Kebetulan ruang sekre--mari kita menyingkatnya dengan sebutan seperti itu--juga sedang tidak dipakai untuk rapat. Toh, ketua BEM KM yang dicintai oleh masyarakat umum, Kim Jonghyun, telah mengumandangkan sabda bahwa ruang sekre tidak boleh kosong.
Kalau kata Minki, "Jadikan ruang sekre sebagai rumah keduamu untuk tidur."
Kali ini seorang pemuda dengan garis keturunan Jepang yang mengisi ruang sekre. Ditemani beberapa orang yang sudah datang mendahuluinya, pria itu sibuk dengan dengan beberapa fail yang telah dirapikannya sejak semalam tadi.
"Weits, bapak ketua kok diam-diam saja? Ngeden lo?" celetuk sungjae yang baru saja menyelesaikan paper dari dosennya dua hari yang lalu.
Beberapa orang menoleh, turut mempertanyakan eksistensi pemuda itu yang sejak tadi sibuk bermain klik dengan mouse laptopnya.
"Daripada lo ribut, mending bantuin gue," balasnya tanpa menoleh pada orang yang ia anggap mengganggu.
Akhirnya, laki-laki itu terpaksa duduk dengan kursi dan menempatinya di salah satu sisi meja yang sengaja ditempelkan pada dinding. Ia melirik apa yang sedang dilakukan oleh Nakamoto Yuta, orang yang baru saja diusiknya.
"Kok ada sertifikat LKMM? Udah buka ya pendaftaran lelang jabatan kadivnya?"
Yuta mengangguk kemudian menoleh pada Sungjae, orang yang hendak disuruhnya. "Lo gak bantu nyebarin kan, di story WA?"
Tersenyumlah pemuda itu dengan lebar, kemudian tertawa seperti anak kecil yang ketahuan memakan permen tapi bangga atas kesalahannya.
"Hehehe... Maap, Pak. Ketiduran waktu lo nyuruh kemarin."
Yuta berdecak. Tangannya menyugar rambutnya yang terlihat sedikit lebih panjang. Diambilnya karet kuncir jepang--tidak tahu juga kenapa namanya seperti itu, padahal ukurannya kecil dan tidak ada unsur jejepangan sama sekali--untuk menguncir rambutnya yang sebagian jatuh ke depan wajahnya.
"Udah berapa yang daftar?" tanya Sungjae.
"Gue udah rilis dari minggu kemarin, dan gue baru dapet 50 orang."
Sungjae terkejut. Kedua matanya memelotot. "50? Banyak amat yang mau jadi kadiv. Padahal ya, jadi kadiv aja pusing, mana ngurusin anak orang lagi."
Yuta mengendikkan bahu. Mengalihkan perhatiannya pada layar laptopnya kembali. Ia sedang berkutik dengan laman Google yang telah disinkronkan dengan email milik BEM KM. Ada sejumlah fail berbentuk RAR yang sebagian telah Yuta unduh dan dikonversi menjadi PDF. Dalam RAR itu, masih banyak sejumlah PDF yang kalau dipecahkan menjadi empat kategori.
"Emangnya lo buka berapa divisi buat ospek nanti?"
Pemuda bersurai legam itu menghitung dengan jemarinya sembari menyebutkan nama-nama dengan suara yang kelewat pelan. "Kayaknya sepuluh, Jae."
"Sepuluh?" Sungjae melirik laptop di sebelahnya dan pemiliknya beberapa kali. "Lo butuh berapa orang buat saingan jadi kadiv, Yut?"
Pria itu tertawa lalu diketukkan jemarinya beberapa kali di dagunya yang agak lancip. "Gak butuh banyak-banyak, sih. Tapi seru juga lihatin orang lagi debat."
Kali ini giliran Sungjae yang berdecak. Dirinya adalah penonton paling depan ketika adanya Debat Lelang Jabatan Ketua Umum Ospek tahun ini. Masih ingat siapa saja lawan dari Yuta. Ada Taeyong dan Johnny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panitia Ospek
General FictionDibalik kemeriahan penyambutan mahasiswa baru, ada sekumpulan orang yang berusaha untuk menghidupkan acara tersebut. Ada pengorbanan yang harus direlakan demi terwujudnya suatu acara. Dan ada kisah yang menyelimuti mereka, dan hanya mereka yang meng...