Bagian satu

38 11 2
                                    

Happy Reading~



"Kak Zoya!" seorang anak perempuan berusia 12 tahun berlari ke arah Zoya kemudian langsung memeluknya, sebut saja namanya Aira.

Aira melepaskan pelukannya. "Kak Zoya, kok baru ke sini lagi?" tanya anak itu dengan mata yang mulai berembun.

"Maafin kak Zoya,ya."

Kemudian Aira segera menarik Zoya masuk untuk menemui penghuni panti asuhan lainnya.

Semua mata tertuju pada gadis itu. Ibu Laila selaku pemilik panti asuhan berjalan mendekati Zoya kemudian memeluk gadis itu. "Nak Zoya, apa kabar?" tangan Bu Laila bergerak mengusap lembut pipi Zoya.

"Zoya baik,Bu."

Mata Zoya mengedar ke seluruh taman, menerawang kembali kepada kisah 2 tahun yang lalu. Di mana saat Zoya bertemu dengan sosok itu.

Tepukan pelan di bahu Zoya menyadarkannya, di belakang ada seorang lelaki jangkung yang tersenyum tipis ketika menatap Zoya.

"Ajun?" tanya Zoya.

"Iya. Soalnya enggak mungkin kalau dia ada di sini lagi," jawab Arjuna, Membuat Zoya tersenyum kecut.

"Kenapa baru ke sini lagi?" pertanyaan sederhana ini seakan membungkam Zoya.

"Entahlah, Jun. Aku juga gak ngerti kenapa baru sekarang aku berani ke sini lagi," gadis itu menatap lurus kedepan di mana anak-anak sedang bermain.

"Hilangnya kamu selama dua tahun terakhir membuktikan seakan hanya kamu yang merasa paling terpukul atas kepergiannya," ungkapan dari Arjuna membuat Zoya beralih menatap lelaki itu.

"Aku tau—"

"Kamu enggak tau,Zoy. Ibu begitu hancur hari itu, anak-anak seperti kehilangan arah. Dan aku sama hancurnya seperti mereka. Tetapi aku bersikap seolah kuat, jika aku terlalu berlarut dalam kesedihan atas kematiannya. Lantas siapa yang akan menguatkan ibu dan anak-anak. Setengah hidup kami di habiskan bersama dengan sosoknya, kami terlalu terbiasa dengan kehadirannya. Hingga saat dia menghilang, kami merasa separuh hidup kami ikut terkubur bersama jasadnya,"

"Kita semua terluka, Zoy." air mata Zoya terus mengalir dalam diamnya. Dia tau
bahwa bukan hanya dirinya yang terluka di sini, bukan hanya dirinya yang hancur setelah kematian sosok itu.

"Aku minta maaf," seolah tak mengindahkan permintaan maaf dari Zoya, Arjuna beranjak meninggalkan Zoya yang kini menyesali semua yang telah terjadi dua tahun terakhir.

Arjuna kembali dengan sebuah kotak berukuran sedang ditangannya. Kotak itu diserahkan kepada Zoya, gadis itu sempat bingung kenapa Arjuna menyerahkan kotak itu padanya.

"Buka!" titah Arjuna.

Zoya membuka kotak itu.

Keningnya berkerut memandang lelaki di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keningnya berkerut memandang lelaki di sampingnya.

"Aku tau, kamu enggak pernah nyentuh barang itu lagi setelah dua tahun yang lalu," Arjuna tersenyum.

Lelaki itu meminta Zoya pergi ke ruangan di mana biasanya akan ada penampilan seni tari maupun musik. Saat Zoya masuk keruangan tersebut, dirinya membeku. Tidak ada satupun dari ruangan itu yang berubah.

Kaki Zoya yang sudah di baluti sepatu ballet itu melangkah menaiki panggung. Di atas sana sudah ada Arjuna yang meminta kepada anak-anak panti asuhan untuk segera berkumpul.

Musik mengalun. Ada rasa ragu di hati Zoya, dirinya tidak yakin dapat melakukannya. Dulu, sosok itu lah yang selalu menyaksikan Zoya menari. Sosok itu akan memintanya untuk melakukan hal tersebut,katanya. "Kamu juga suka menari ballet 'kan?. Jika kamu ingin menari, aku akan menjadi orang yang paling bahagia ketika melihatmu melakukannya."

Bruk

Zoya terjatuh, fokusnya hilang ketika mengingat sosok itu. Lantas, Arjuna berjongkok di depan gadis itu. Zoya mendongak menatap wajah Arjuna. "Jun, aku nggak bisa," lirih gadis itu membuat Arjuna merasa terluka ketika melihat mata Zoya.

Mata Zoya menatap sebuah tempat di depannya. "Biasanya dia duduk di sana, Jun," kata Zoya menunjuk tempat itu. Arjuna berdiri, lelaki itu ingin membantu Zoya berdiri. "Zoya, berdiri," mata lelaki itu nampak berkaca-kaca menatap Zoya dengan tatapan dingin.

"GUE BILANG BERDIRI!" tanpa sadar Arjuna membentak Zoya. Gadis itu berdiri kemudian berlari meninggalkan Arjuna dengan berjuta rasa bersalah.





Arjuna menghampiri Zoya yang sedang duduk di kursi taman.

"Zoy,maaf," sesal lelaki itu.

Zoya melihat ke arah Arjuna, dia tersenyum tipis. "Tidak masalah."

Kemudian hanya ada hening di antara keduanya. Sampai Zoya tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Arjuna menuju ruang musik. Di sana ada sebuah piano yang biasa dia mainkan ketika ke tempat itu.

"Kenapa menarik ku ke sini?" tanya Arjuna dengan kening yang berkerut.

Tanpa menjawab pertanyaan Arjuna, Zoya berjalan menuju piano itu berada. Piano yang di tutupi dengan sebuah kain itu nampak berdebu karena sudah lama tidak ada yang menyentuhnya.

Setelah Zoya duduk, gadis itu mulai memainkan melodi indah yang tidak pernah Arjuna dengar sebelumnya. Ada rasa campur aduk dalam alunan melodi itu. Sebuah kesedihan dan rasa rindu seperti menyatu di sana.

Arjuna terpaku menatap gadis itu.

"Melodi ini untuk dia, jika suatu saat nanti tidak bisa ku tunjukan pada dunia. Maka, aku meminta kamu untuk menunjukannya, Arjuna,"

"Perasaan bahagia karena bertemu dengan dia, luka ketika di tinggalkan oleh sosoknya, dan rasa rindu yang tidak pernah bertemu pada ujungnya. Semuanya menjadi satu dalam melodi ini."






+Cast:
Arjunandra

From: Author (May)To: ArjunandraUntuk kamu, Arjunandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

From: Author (May)
To: Arjunandra
Untuk kamu, Arjunandra.
Sama seperti tokoh lainnya. Aku membuatmu menjadi sebaik-baiknya karakter. Menjadi sekuat-kuatnya seseorang yang akan sedikit ku lukai nantinya.

Akan ku beritahukan tentang kamu dan sosok dia. Dia adalah saudaramu.

Selamat datang di dunia yang baru aku ciptakan.

~May

MELODI UNTUK JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang