1

73 16 0
                                    

"Pak. Sudah jam sembilan, saya izin pulang."

Pemuda jangkung itu menghampiri Bangchan yang tengah duduk di sebuah kursi tengah memainkan benda kecil yang digenggamnya.

"Oh Seungmin. Udah beres semua? Cepet banget." Chan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lantas berdiri menghadap Seungmin. "Naik apa tadi?"

"Biasa lah, gojek. Motor saya dari minggu kemarin masih di bengkel, ngambek terus dia gak tahu kenapa."

"Kamu jarang servis kali, makanya gak mau bener dia."

Ucapan Chan barusan membuat Seungmin terkekeh kecil. "Sayanya males, sibuk juga sama pekerjaan kan? Sebulan biasa gak mandi itu motor."

"Haha kasihan loh nanti malah rusak parah. Mau pulang bareng?"

Sudah terhitung dua bulan Seungmin bekerja di kedai kopi ini dimana Chan adalah bosnya, sudah beberapa kali juga pria tiga tahun lebih tua dari Seungmin itu menawarinya pulang bersama saat dia tidak membawa kendaraannya sendiri, namun seringkali pula Seungmin menolak.

"Enggak lah pak, makasih. Kebetulan banget tadi keponakan saya nelfon katanya mau jemput, mau sekalian main ke rumah."

"Udah dijemput ya? Padahal saya niatnya ngajak kamu ngobrol dulu di kafe sebelah. Tapi kalau udah mau pulang gapapa, tunggu disini dulu sampai ponakanmu datang."

Chan kembali duduk di kursi tadi dan mengisyaratkan Seungmin untuk duduk di kursi sebelahnya. Seungmin pun menurut sambil tersenyum simpul.

"Maaf banget ya pak."

"Kenapa minta maaf?"

"Ya karena gak bisa diajak ngobrol."

"Gak masalah, gak harus minta maaf juga. Masih ada lain waktu."

Mereka terdiam beberapa menit sambil memandang jalanan yang mulai sepi. Udara tiba-tiba berhembus dari arah timur, membuat kedua tangan Seungmin bersidekap depan dada.

"Dingin ya?"

Seungmin hanya mengangguk tanpa menyuarakan jawaban.

"Tadi habis hujan sih jadi kerasa banget dinginnya. Kalau naik motor bisa double kill tuh." Lanjut Chan, menyenderkan punggung lebarnya di senderan kursi.

"Gapapa pak, saya bawa jaket kok ini."

"Oh ya udah. Eh Min?"

Seungmin menoleh. "Iya pak?"

"Kamu gak capek apa kerja sambil momong anak? Kalau udah tidur sih mending, tapi kalau masih bangun kan kamu harus nidurin dia dulu. Dan setahu saya nidurin anak tuh susah. Eh umur anakmu berapa sih Min?"

Seungmin tak kaget jika pembicaraan mereka berdua pasti akan menjurus ke anak-anak. Bahkan hampir setiap kali mereka bertemu, Chan pasti akan mengajaknya mengobrol soal anak.

"Satu tahun setengah, bentar lagi dua tahun sih bulan November. Kalau dibilang capek ya capek, tapi mau gimana lagi. Kalau saya gak kerja justru nambah capek mikir mau makan apa." Kekehan kecil Seungmin terdengar di akhir kalimatnya.

"Saya gak sengaja pernah lihat anakmu di wallpaper hp kamu, gemes banget, cantik, matanya besar."

"Makasih pak. Tapi saya kadang iri kenapa gak ada satupun yang mirip saya, semuanya ngikut ibunya."

Chan terkekeh, "Gapapa, bersyukur aja. Istrimu juga pasti bangga bisa ngelahirin anak secantik― siapa namanya? Lupa saya."

"Jina, pak."

"Oh iya Jina."

Sebenarnya Seungmin agak tak enak hati kalau bicara soal anak bersama Chan karena satu alasan, namun dia adalah bosnya sendiri maka dirasa tidak elit jika mengabaikannya.

Hening menghampiri keduanya beberapa saat sampai terdengar bunyi notifikasi panggilan masuk dari ponsel Seungmin.

"Halo?"

"Duh om, disana hujan gak? Aku udah di rumah om, disini deres banget."

"Enggak. Yah berarti gak bisa jemput dong?"

"Bisa sih tapi tadi aku gak bawa helm dari rumah hehe, susah ah hujan-hujanan gak pake helm. Naik gojek aja ya om?"

"Kamu ini, ya udah iya nanti aku pulang sendiri. Suruh bu Yana makan dulu sebelum pulang."

"Oke."

Pip.

Menyadari raut muka Seungmin yang berubah masam, Chan pun penasaran.

"Kenapa?"

Seungmin memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil hitam yang selalu ia bawa. "Jeongin gak bisa jemput, katanya di tempat saya hujan deres. Terpaksa deh nyari gojek."

"Udah malem. Mending sama saya yuk, saya anterin."

Seungmin berpikir sejenak. Dari kedai ini, harus ke arah timur untuk sampai ke rumahnya. Sementara itu harus ke arah barat untuk sampai ke rumah sang bos.

"Putar balik dong kalau gitu? Enggak usah lah makasih pak, saya naik gojek aja." Seungmin tersenyum supaya tidak terkesan tak menghargai tawaran Chan.

"Gapapa ayo saya anterin. Order kayak gituan masih kudu nunggu lagi, kalau hujannya turun lagi gimana?"

Yang lebih muda semakin merasa sedang dipojokkan. Akhirnya ia mengiyakan ajakan Chan, sebenarnya ia juga yakin sebentar lagi hujan akan turun, lagi. Dia sudah kedinginan.

"Emang gak ngerepotin pak?"

Chan menepuk pundak Seungmin lantas keduanya berdiri.

"Lho kok ngomongnya gitu? Santai aja sih, sama sekali gak ngerepotin. Sebentar ya pintunya tak kunci dulu."

Seungmin masih berdiri menunggu Chan selesai dengan tugasnya.

"Yuk pulang sekarang."

"Eh tadi katanya mau ngajak ke kafe sebelah, gimana pak jadi gak?" Tanya Seungmin saat mereka sudah di depan mobil putih milik Chan.

"Oh kamu mau kesana? Ya ayo kalau mau."

Dengan cepat Seungmin menggeleng. "Eh enggak. Saya nanya aja. Langsung pulang aja ya pak gapapa kan?"

Yang lebih tua mengulum senyum hangat. "Gak masalah. Saya tahu kamu capek. Mungkin besok-besok lagi saya ajak kamu."

Seungmin mengangguk. Mereka masuk ke dalam dan mobil itu mulai pergi dari area restoran.

Kata Seungmin, Chan ini adalah pria dewasa yang sempurna. Baik fisik maupun cara berkata pun bisa langsung memikat hati sang lawan bicara.

Seungmin juga tidak bohong jika dirinya mengagumi pria itu.

Seungmin juga tidak bohong jika dirinya mengagumi pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐏𝐫𝐚𝐲 || 𝐂𝐡𝐚𝐧𝐦𝐢𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang