"Tunggu dulu! Mengapa Mas Esha yang jadi menggantikanku? Sebelum berangkat tadi, Ayah dan Ibu tidak bilang apa-apa bukan?"
Seno panik. Ia tidak rela kalau Arimbi akan dimiliki oleh laki-laki lain. Apalagi oleh kakaknya sendiri. Karena dengan begitu di masa yang akan datang, ia akan kerap berintraksi dengan Arimbi. Namun bukan sebagai pasangan kekasih. Tetapi kakak ipar. Dan Seno tidak menginginkan hal itu sampai terjadi.
Selain itu, apabila Arimbi menjadi kakak iparnya, akan sulit baginya untuk meraih kembali Arimbi dalam dekapan. Karena seandainya ia bercerai dengan Nina pun, tidak mungkin juga dirinya menjadi pebinor kakak kandungnya sendiri. Ia pasti akan dihujat oleh keluarga besarnya. Lain cerita kalau Arimbi menikahi laki-laki lain. Kesempatan untuk mendapatkan Arimbi kembali masih terbuka lebar.
"Lantas, apa kamu punya solusi lain, Seno? Punya tidak?!"
Bentakan Pak Hasto membuat Seno kehilangan kata-kata. Ia memang telah melakukan kesalahan. Namun yang lebih salah adalah si ular beracun Nina. Karena dari perempuan manipulatif itulah semua kekacauan ini berasal.
"Kamu datang-datang hanya bilang kalau kamu sudah menikahi Nina. Menurutmu Ayah harus bagaimana, Seno? Apa kepala dangkalmu itu pernah memikirkan, bagaimana bingungnya Ayah dan Ibu menjelaskan soal ketololanmu ini pada Rimbi dan kedua orang tuanya? Kamu pikirkan tidak?!"
Pak Hasto merasa darahnya menyembur hingga ke ubun-ubun, melihat pendeknya cara berpikir putra bungsunya. Sudah pemikirannya pendek, egois lagi.
Seno menunduk. Ia tahu kesalahannya sangat fatal. Namun ia masih tidak rela melepas Arimbi. Tapi jika memang Arimbi tetap akan menikah minggu depan, Seno berharap, bahwa pasangan Arimbi boleh siapa saja. Ia tidak peduli. Yang penting bukan kakak kandungnya. Karena peluangnya akan sangat kecil untuk kembali merebut Arimbi kembali.
"Jadi bagaimana Pak Handoyo? Bapak bersedia menerima Esha sebagai pengganti Seno?" Pak Hasto meminta kesediaan calon besannya. Ya, calon besan dengan anaknya yang lain.
Pak Handoyo tidak langsung menjawab. Ia melirik anak perempuan satu-satunya terlebih dahulu. Arimbi memang terlihat tenang. Tidak ada emosi berlebihan pada air mukanya. Namun Pak Handoyo tahu bahwa dalam hatinya Arimbi tidak setenang itu. Lihatlah, kedua tangan Arimbi mengepal kuat di pangkuannya.
"Bagaimana Rimbi? Bersediakah kamu menerima Esha sebagai suamimu?" Pak Handoyo memberi keputusan akhir di tangan Arimbi.
Ya Allah, berilah aku jawaban atas semua kejadian ini. Jalan mana yang harus aku lalui?
Arimbi berdoa dalam hati. Ia tidak mempunyai gambaran sama sekali. Ia takut membuat keputusan yang salah. Bertepatan dengan itu ponsel yang ia letakkan di atas pangkuan bergetar. Nina mengirim pesan. Arimbi membuka pesan berupa photo-photo dari Nina.
Photo pertama berlatar belakang gedung olah raga. Nina tampak sedang bertepuk tangan gembira dan tersenyum lebar ke arah kamera. Nina tidak sendiri. Ada Seno yang duduk di sebelahnya. Sepertinya Nina dan Seno sedang menonton pertandingan bola basket.
Photo kedua memperlihatkan Nina yang tengah menikmati makanan khas Jepang. Nina berpose menjepit sushi rice dengan sumpit, seraya membuka mulutnya lucu. Dan lagi-lagi ada Seno di sampingnya. Memang mereka tidak hanya berdua. Ada beberapa teman Nina yang kebetulan ia kenal, dan juga dua orang teman sekantor Seno. Namun cara duduk Nina dan Seno tampak intim. Tubuh Nina condong mepet sekali pada Seno.
File terakhir berupa sebuah video berdurasi pendek. Dalam video ini terlihat Nina sedang menari di dance floor. Dan seperti tadi, ada Seno juga yang menari di sampingnya. Mungkin inilah kejadian yang membuat Nina hamil. Hah, katanya saja terpaksa menemani duduk sebentar demi kesopanan. Terpaksa kok bisa menari-nari?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Kedua (Sudah Terbit Ebook)
RomanceArimbi Maulida merasa dunianya runtuh saat Nina, sepupunya, membawa buku nikahnya dengan Seno Caturrangga, calon suami Arimbi, ke hadapannya seluruh keluarga besar. Nina mengaku telah dinikahi Seno secara hukum dan agama dua hari yang lalu. Dengan k...