"Kenapa tiba-tiba nggak mau nerima beasiswa?" Wanita anggun di ujung meja bersuara. Fokusnya lurus pada semangkuk buah-buahan segar yang ada di depannya.
"Diam? Mama nggak ngajarin kamu kurang ajar sama orang tua." Sarkasnya, menaruh atensinya tepat pada sang putra di sampingnya.
Si pemuda mendongak, menatap biasa pada Mamanya. "Aku nggak mau jadi orang serakah. Perkara simpel seperti itu Mama pasti paham," sahutnya pelan.
Mamanya terkekeh samar, "perkara seperti apa?"
"Tuhan memberi banyak sekali nikmat untuk aku. Kepintaran dan kekayaan adalah dua diantaranya. Kalau sekolah ngasih beasiswa ke orang dengan ekonomi seperti kita, gimana sama orang yang diberkahi kepintaran tapi serba kekurangan? Come on, Mom. Aku udah dewasa untuk berpikir seperti itu."
"Good boy, Mama lumayan salut sama pemikiran dewasa kamu. Ditunggu pemikiran-pemikiran lainnya." Candanya, seraya berlalu menaiki tangga lantai dua rumah mewah tersebut.
Pemuda yang ditinggal bersama beberapa pelayan itu menghela napas. Lagi-lagi Mamanya meninggalkannya sendirian di ruang makan.
Drrrt
Getaran ponsel yang ia taruh di atas meja kini menjadi atensinya.
Sena
Buru berangkat, MTK mau nyontekAnda
Nyontek Washa sanaWalaupun jawabannya menyuruh Sena menyontek Washa, Langga---pemuda itu tetap menyangklong tas abu-abunya perlahan. Setidaknya ada tempat yang harus segera ia kunjungi setelah memastikan Mamanya baik-baik saja.
"Bibi Ane, tolong buatkan Mama segelas susu putih. Saya harus pergi sekarang dan baru pulang pukul 4 sore nanti." Serunya gamblang pada pembantu senior di rumahnya.
Wanita renta berpakaian maid itu mengangguk hormat, sembari memandang penuh haru punggung Tuan Mudanya yang semakin tumbuh dewasa. "Aden, semoga dapet kebahagiaan ya, Den."
------------
Mobil BMW putih meluncur masuk gerbang tinggi SMA Canakra. Banyak mata menyoroti sampai pada sepasang kaki jenjang yang lebih dulu tampil. Baru kemudian wajah tampan si pengendara yang membuat para remaja perempuan menunduk malu-malu.
"Orang kaya, ganteng, pinter lagi. Kurang apa si Langga coba?"
"Kurang senyum."
"Namanya cold boy, dia keren begitu tau."
"Tumben Langga baru berangkat?"
"Lo lupa? Setiap Rabu dia emang berangkat lebih ngaret dari jam biasa. Hmm, atau lo new fans?"
"Ahaha, iya baru kemaren ngefans."
Langga terus melangkah meninggalkan segala bisikan manusia di sekitar parkiran. Sudah hampir 2 tahun lebih, dan itu tidak mengubah apapun yang terjadi dalam kehidupan SMA-nya.
Namanya Salangga Rembayu. Nama indah yang diberikan oleh Ayahnya, orang paling berkesan dalam hidup Langga. Lelaki yang sering menasehatinya untuk menuruti ibunya dan selalu menjaganya.
"Mama, Mama, Mama, baru Papa, lalu Kakak. Setelah itu baru boleh pacarmu atau istrimu."
Ayahnya tidak bosan memberinya pengertian bagaimana menjadi seseorang yang berhasil. Orang yang berhasil menjadi anak, adik, dan lelaki sejati. Langga ingat betul itu semua, dan kini didikan itu berhasil. Kakaknya bahkan menjadi orang sukses seperti Ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deklarasi Langga
Teen Fiction"Tujuan gue sekarang cuma buat Nala bahagia." "Kalau lagi hujan panggil gue, nanti gue temenin lo nangis sampai selesai." "Lo nangis itu membuktikan kalau gue belum bisa ngebuat lo bahagia sepenuhnya, Na." "Saya, Salangga Rembayu menyatakan dengan j...