RASA SALING SUKA

57 20 4
                                    


Mata itu semakin gemas saat melihat apa yang di lakukannya. Ternyata Azizah hendak memotong kuku mereka dan di suruh untuk melakukan suit untuk menentukan siapa yang akak duluan.

"Mas Aslan naksir dia?" tanya Ustadz Fahri mengejutkan Aslan yang tengah terpaku menatap Azizah.

"Dia sangat perhatian pada anak-anak. Mudah akrab juga, tipe calon ibu yang hangat untuk anak anaknya."

"Benar, tapi dia hanya seorang anak yatim piatu.
Saya cemas keluarga Mas Aslan menolaknya. Kasihan dia nanti," ujar Ustadz Fahri, sambil menepuk pundak Aslan yg mengangguk.

"Biarlah saya berdo'a pada Allah, agar bisa melembutkan hati orang tua saya dan menerimanya,"

"Aslan pun keluar dari pendopo ruang kunjungan, dia mendekati anak-anak yang tengah di potong kukunya.

Azizah terkesima dan menunduk tajam, tak berani menatap wajah laki laki tampan yang datang padanya.

"Wah, kukunya panjang ya? Ga boleh memanjangkan kuku karena kuku itu bisa jadi tempat bersarang apa, hayoo?" ujar Aslan menatap dua bocah perempuan dengan gemas.

"Kata Teh Azizah bisa menjadi tempat sarang setan," jawab mereka dengan suara yang pelan dan lugu.

"Betul itu, jadi harus di potong dan di bersihkan, seperti yang di bilang teteh kalian." kata Aslan sambil menatap wajah Azizah yang tersenyum.

"Yeey, aku sudah!" teriak anak pertama yg sudah di potong kukunya, sekarang tinggal anak kedua.

"Teh Azizah, sehat?" sapa Aslan mencoba menjalin komunikasi.

"Alhamdulillah, sehat, pak. "Azizah mengangkat wajah sedikit tak berani menatap pesona di hadapannya.

" panggil saja mas, kebetulan orang tua saya aslinya dari daerah Jawa, tapi menetap di kota bandung ini. Walaupun gitu, kami tetap dengan ciri khas keluarga kami. Panggil saja mas, atau 'aa juga boleh," katanya dengan senyuman yang hangat.

"Iya, Mas. Saya panggil Mas Aslan saja," supaya seragam sama orang lain."

"Iya, lebih manis juga terdengar di telinga saya," kekeh Aslan.

Azizah menatap wajah dan menatap lelaki itu. Keduanya saling tatap dalam diam, dalam kekaguman yang tak mampu di lukiskan. Namun, Azizah lebih dulu sadar dengan kembali menundukkan pandangannya. Ada rasa takut di hatinya. Takut jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan.

Pertemuan demi pertemuan semakin menguatkan rasa. Senyum manis Azizah telah mengunci hati Aslan Muhammad karim dari memandang wanita lain. Sehingga dari mata itu, setelah itu memasuki hati yang paling dalam. Berdiam di sana dan tak keluar lagi, bahkan semakin mengisi setiap ruang kosong yang ada.

Aslan pun mulai sering melamun, tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan Azizah Zara El Fazani yang tengah sibuk dengan adik-adik asuhnya di pondok.

"Calon ibu yang baik," katanya dengan suara pelan.

Itu menurutnya, karena Azizah sangat pintar mengendalikan anak-anak. Mereka penurut meskipun manja dan selalu merengek saat di suruh mandi dan mengaji.

Apalagi, Azizah mengajar mereka membaca iqra, dengan makhraj huruf yang sangat baik bahkan membuat Aslan semakin tak bisa memalingkan rasa pada perempuan lain. Di matanya, Azizah sudah sangat sempurna.

Kesederhanaan yang di tunjukkan dari hanya memakai gamis warna hitam, lalu caranya mengendalikan anak anak, caranya mengajar mengaji, dan keteguhan hatinya menerima gaji kecil demi bisa makan dan tetap bertanggung jawab di pondok ini.

Saat di tanya, untuk apa gaji pertamanya yang hanya satu juta. Dia pun menjawab manis sekali.

"Uangnya saya kirim ke rumah paman sama bibi nantinya. Pengennya sih kerja yang gajinya besar, Mas, tapi lulusan MA seperti saya ini susah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang gajinya besar. Makanya saya ke sini untuk mencari pekerjaan sekaligus mau cari ilmu lagi, bingung mau kemana lagi Mas, papar Azizah ketika mengobrol dengan Aslan dan umi Fatimah Sambil memisahkan pakaian untuk anak-anak.

"In Syaa Allah di sini lebih berkah," ujar Aslan lembut dan sopan.

"Aamiin," ujar keduanya.

Cinta Pandangan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang