Tidak ada pintu, tidak ada jendela. Kotak yang besarnya tak seberapa itu berisikan satu gadis kecil yang tidak bisa ke mana-mana. Kotak itu seperti dilapisi kaca, tidak gelap, hanya saja gadis itu tidak bisa melihat apa yang terjadi di luaran sana, kecuali wajah Ibu. Tak terdengar suara apa-apa, kecuali suara Ibu yang sering mengajaknya berbicara.
Kotak kaca itu tidak bisa dihancurkan. Pernah sekali gadis itu iseng meminta benda keras kepada Ibu. Setelah dia mendapatkannya, gadis itu memukul kuat benda keras itu ke dinding kotak yang melindunginya entah dari apa. Hasilnya percuma, tak terjadi apa-apa, kecuali rasa sakit yang terasa di telapak tangan. Anehnya, walau tak bisa dihancurkan dari dalam, Ibu selalu bisa masuk tanpa kepayahan. Bahkan tubuh Ibu bisa menembus kaca seolah kaca tebal itu tak pernah benar-benar ada.
Kotak itu bukan penjara, walau tampak seperti tak memiliki celah udara, udara di dalam sana tak pernah habis hingga membuat gadis di dalamnya kehabisan napas. Lagipula, Ibu selalu memberinya makan dengan teratur, walau kadang makanan yang Ibu berikan sedikit berdebu. Tidak apa-apa, selagi itu pemberian dari Ibu, gadis itu akan tetap memakannya.
"Ibu!" Gadis itu memanggil Ibu yang siang ini menampakkan diri. Ikut masuk ke dalam kotak dengan membawakan beberapa buah-buahan.
"Iya, Melina? Tidak mau makan?" Tanya Ibu pelan.
Gadis bernama Melina itu lantas menggelengkan kepala. "Kapan aku boleh keluar dari kotak ini?"
Ibu mengangkat tangannya di udara dan menjatuhkannya di atas kepala Melina. Mengelus pelan kepala gadis itu dan tersenyum setelahnya.
"Tunggu beberapa tahun lagi! Tunggu kau lebih besar dari ini. Kau pasti akan keluar dari tempat ini. Ibu janji."
Melina hanya menarik senyuman, dia tahu Ibu tidak akan berbohong hanya untuk membuat Melina merasa senang. Buru-buru Melina mengambil satu jenis buah yang Ibu bawakan, memakannya dengan cepat sembari berkhayal tentang dunia luar.
***
"Ibu! Kapan aku boleh ke luar?"
Tak ada jawaban dari Ibu. Wanita itu terus berjalan tanpa mempedulikan Melina yang mulai gusar. Bagaimana tidak, selama 12 tahun Melina hidup, belum pernah sekalipun melihat dunia luar. Ibu sering mengajaknya berkelana entah ke mana. Berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Melina tidak tahu bagaimana cara Ibu menggerakkan kotak miliknya. Yang jelas, kotak itu terus bergerak mengikuti langkah Ibu. Selalu saja seperti itu. Kalau ingin berpindah tempat, kotak itu begitu saja akan mengikuti pergerakan Ibu.
"Belakangan ini makanan yang Ibu berikan tidak cukup. Aku lapar, Bu," rengek Melina sembari menempelkan pipinya ke kaca.
"Nanti kita cari yang banyak. Ibu janji."
Ibu selalu berjanji ini-itu kepada Melina dan pasti akan selalu menepati janji itu bagaimanapun caranya. Namun, janji untuk memperbolehkan Melina ke luar belum juga Ibu tepati. Membuat Melina hanya bisa menunggu, berharap bisa segera melihat dunia luar dengan mata kepalanya sendiri.
***
"Ibu, dunia luar itu seperti apa?"
"Indah ... sangat indah dan menenangkan. Dunia luar itu luas, bahkan jauh lebih luas dari yang pernah kaubayangkan."
Melina mulai mengilustrasikan dunia luar dalam kepala. Memikirkan manusia yang berkeliaran sembari bertegur sapa. Melihat aneka tumbuh-tumbuhan yang sedari dulu hanya bisa Melina dengar dari cerita Ibu. Lalu, Melina juga memikirkan hewan-hewan yang kata Ibu sangat banyak jenisnya.
"Kalau pergi ke dunia luar, apa yang ingin kaulakukan?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Ibu membuat khayalan Melina buyar. Gadis itu mengerjap untuk mendapatkan kembali kesadarannya. Mencoba mengingat kembali pertanyaan Ibu barusan. Sampai kemudian gadis itu mengetukkan telunjuk ke dagu. Tampak sedang memikirkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Cube
Short StoryMelina hanya ingin melihat dunia luar itu seperti apa. Dia hanya ingin tahu seluas apa dunia yang selama ini tidak pernah dia lihat. Pasalnya, sedari lahir Melina terkurung dalam kotak buatan Ibu. Tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa melihat apa-apa...