Kim Sae Ha tak pernah sekalipun berencana untuk absen kerja. Sebab itu tak pernah sekalipun juga namanya tercantum dalam papan besar bertuliskan Penghargaan Pegawai Malas di depan kantornya.
Rasanya hari ini begitu sial. Rekan satu timnya, Song Eo Jin bersama Chae Jae Ji secara tiba-tiba membawa Kim Sae Ha masuk ke dalam mobil milik Eo Jin. Pagi-pagi sekali. Jae Jin dengan baik hati memberitahu Sae Ha bahwa ia dan Eo Jin berencana minggat dari kantor. Bagi pegawai taat perusahaan sepertinya, ini merupakan sesuatu yang sesat. Tentu saja ia mengajukan protes ingin turun atau putar balik dan turunkan aku ditempat kamu menggeretku!
"Sae Ha-ssi. Jika Sekertariat tidak kompak, maka siapa yang harus di contoh. Kita harus buktikan kepada Bu Choi bahwa kita semua juga manusia berhak untuk liburan kamu tahu tidak sih?"
“Aku mau turun.”
“Sae Ha-ssi.”
“Sumbaenim, Eo Jin sumbaenim juga benar. Tolonglah kami sekali saja.”
“Tolong buka pintunya.”
“Tidak, tidak, tidak. Kamu ini sudah sering buat aku jengkel setengah mati. Lebih baik sekarang kamu diam.”
“Biarkan aku turun, aku tidak mau terlibat dengan rencana ini lagi. Cepat buka-”
“Kau ini bisa tidak sekali saja diam.” potong Jaeji
“Sae Ha-ya, kita harus segera-”
“Segera apa?”
*Now playing Judika : Haruskah ku mati karenamu*
***
Chae Jaeji jelas tahu bahwa Saeha sekarang tidak dalam kondisi yang baik, secara batin. Baginya, perjalanan ini terasa begitu panjang. Entah memang lokasi yang mereka tuju terlalu jauh, atau karena suasana dalam mobil ini yang mencekam. Jaeji berani bersumpah mereka berdua terlihat seperti pasangan yang bertengkar hebat. Kemudian ia adalah pihak ketiga yang tidak sengaja melihat pertikaian tersebut.Serius bukan itu kronologi aslinya.
Lain lagi isi hati Eojin, ada sedikit rasa penyesalan terbesit dalam dirinya ketika memutuskan untuk mengajak Saeha hari ini. Tapi jika bocah itu tidak di tarik ikut sekarang, mungkin saat ini rencananya bisa gagal total. Terakhir kali ia dan Jaeji minggat, Saeha mengatakan dengan jujur tentang rencana itu kepada Bu Choi. Alhasil, Eojin dan Jaeji mendapat ceramah dini hari.
Bagi Eojin, mengikutsertakan bocah ini mungkin sedikit ribet. Prinsip mereka berdua berbeda. Saeha tidak terlalu banyak tanya, ia juga tidak terlalu peduli. Berbeda dengan Eojin yang merasa seharusnya tidak seperti ini!
Dahulu, Eojin pernah mengajukan protes kepada Bu Choi tentang anggota Biro Administrasi. Pasalnya, ruangan untuk bagian Biro Administrasi luas. Tapi hanya berisi 3 orang anggota, ditambah Bu Choi. Eojin bisa menghabiskan 2 pekan untuk memaksa Bu Choi menjawab pertanyaannya.
Yang Eojin tau, Saeha hidup sendirian. Bocah itu mungkin terlihat ambisius, tapi Eojin menyadari satu hal. Ada hal lain yang Saeha cari. Entah itu di Biro Administrasi, atau orang-orang yang ada di Sekertariat. Eojin sering memergoki Saeha mencari hal-hal selain orang hilang yang selama ini mereka cari. Ia berharap dengan menggeret bocah itu asumsinya tidak lagi sama.
Eojin melirik Saeha di sebelahnya. Uh, lihat saja ekspresinya. Eojin seketika merasa naik pitam padahal hanya melihatnya. Ia masih merasakan emosi di bulan lalu ketika Saeha melaporkannya kepada Bu Choi.
“Sunbae, apa masih jauh?” celetuk Jaeji.
Eojin melihat center mirror mobilnya, “Sebentar lagi juga sampai.”
Saeha juga masih diam.
“Sampai sekarang belum ada panggilan dari Bu Choi sih, semoga waktu kita cukup.” ujar Jaeji.
“Saeha-ssi, tolong jangan pasang wajah seperti itu. Ini hanya sebentar kok.” Jaeji berusaha agar setidaknya Saeha mau berbicara. Ia muak dengan suasana canggung seperti ini.
Mobil kemudian berhenti di depan gedung berpagar. Perjalanan mereka telah sampai pada tujuan, Eojin melepas sabuk pengamannya.
“Saeha, kau tau tentang tempat ini?”
Saeha mengalihkan pandangannya dari gedung bertingkat tersebut kepada Eojin.
“Sekertariat lama?” tanya Saeha.
Jaeji terkejut, “Bagaimana Sunbae bisa tau?”
“Hanya sekedar tau.” jawab Saeha.
©shotarena