Bab 11: Terusik

36 5 0
                                    

Juna

Pandanganku tertuju pada Erik yang sedang menghampiri meja kerja Cinta. Tampak, Ia berbicara santai sambil tersenyum dan menunjukkan  paper cup serta kotak berukuran kecil. Dengan tersipu malu, gadis itu menerimanya. Salah satu trik sederhana yang selalu digunakan olehnya untuk menggaet incarannya. Kenapa harus Acintya? Dan apakah gadis itu akan tertarik pada Erik? Aku sangat mengenal Erik, ia tidak akan berhenti sebelum Cinta jatuh ke pelukannya.

Masalahnya, jika Erik sudah merasa bosan dengan seorang gadis, ia tanpa pikir panjang akan meninggalkan gadis itu dengan menghilang tanpa jejak. Namun, bukan berarti ia bebas begitu saja, pernah juga, ia bertemu tanpa sengaja dengan salah satu mantan kekasihnya, lantas dihadiahi sebuah tamparan keras serta caci maki di depan umum. Aku dan Alea menjadi saksi atas insiden memalukan tersebut.

Aku hanya tidak rela, gadis seperti Cinta jatuh ke dalam pelukannya. "Brengsek!" umpatku dalam hati. Kemudian, selang beberapa menit tersadar akan kehadiran Alea di balik pintu.

"Sampai kapan kau akan termenung seperti itu?" Gadis dalam balutan setelan blazer merah marun bergurau seraya memerhatikan diriku.

Aku hanya terkekeh untuk meredam gemuruh yang mendera di relung jiwa.

"So, ada berita apa, Pak?" todongnya duduk di hadapanku.

Aku berdeham. "Entah berita ini penting atau tidak, tetapi aku harus memberitahumu," ujarku menunggu reaksinya. Namun, Alea hanya diam seraya memasang telinga.

"Cinta adalah temanku. Dulu kami satu kampus." 

"Ah, kupikir cinta adalah misteri," imbuhnya mengutip salah satu lirik dari salah satu grup band besar di Indonesia.

Gadis ini memang selalu bisa memuaikan suasana dan di luar dugaan reaksinya seakan menunjukkan kalau hal yang kusampaikan bukan sebuah kabar istimewa. Sama persis seperti Desta kemarin. Aku sengaja memberitahu mereka hanya sebagai antisipasi bila di kemudian hari menjadi rumor hangat akan kedekatan kami berdua. Seandainya.

"Lalu, kalian sekarang berkencan?" See, radar keingintahuan gadis ini mulai bermunculan.

"Sejauh ini, tidak," jawabku singkat.

"Jadi ada kemungkinan kalian akan berkencan atau menjalin hubungan istimewa. Ya, kan?" tebak Alea.

"Kau ini." Aku berdecak kesal.

Alea tersenyum. "Aku tahu ini perusahaanmu dan tidak ada larangan berkencan dengan rekan satu kantor, tapi kalau aku boleh kasih saran, sebaiknya kau tidak menjalin hubungan istimewa dengannya. Kau tahu, kan, situasi bisa merugikan Cinta yang notabene masih baru bekerja di sini," jelasnya panjang.

"Tujuanku memberitahumu bukan untuk membahas soal percintaan, Lea," sergahku.

"Kau tahu, kan, aku cukup baik menilai sesuatu," kelakarnya.

Aku tertawa.

Damn right!  Soal itu aku tidak menyangkalnya, hanya saja sejauh ini aku tidak menaruh keinginan untuk menjalin hubungan istimewa dengan Cinta. Maksudku, aku hanya ingin memperbaiki hubungan kami yang dulu jauh dari kata bersahabat dan sebagai rasa penyesalan telah memperlakukan ia dengan sangat buruk, setidaknya sebisa mungkin menjauhkannya dari pria itu. Kenapa juga pria yang mengenakan kemeja abu-abu  itu masih berada di sana?! 

"Erik belum diberitahu soal ini?" Alea melirik Erik yang masih betah di sekitar Cinta.

"Belum. Mungkin besok atau lusa." 

"Semakin cepat diberitahu semakin baik. Kau lihat, kan, dia gencar sekali mendekati Cinta." Nada suaranya seakan menyulut keresahan dalam jiwaku.

"Apa masalahnya kalau aku memberitahunya besok atau lusa?" 

Terjerat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang