-bagian pertama

1 2 0
                                    

Arizona, cuacanya yang panas sangat membuatku gerah dan cepat haus. Sangat sulit bertahan di tempat itu, rasanya seperti mustahil. Tapi, aku berhasil melaluinya. Dan itu semua... karena dia. Dia adalah sebuah kemustahilan yang berhasil aku dapat, dari banyak hal mustahil yang ada dalam hidupku.
Aku tidak peduli berapa banyak saldo yang tertarik hanya untuk membeli sun block. Dan aku tidak peduli, kulitku terbakar matahari karena lupa waktu saat bersamanya.
Yang aku khawatirkan hanya... dia tahu siapa aku sebenarnya. Sosok asliku, sosok yang sangat dia benci hingga ke daging dan tulangnya. Sosok yang begitu dia takuti. Baginya sosok asliku adalah monster menjijikan penghisap darah yang tidak punya hak untuk hidup.

Aku mengerti itu. Karena memang sudah sejak dilahirkan, kami ditakdirkan hanya dapat mengonsumsi darah. Ya, aku adalah vampire. Makhluk penghisap darah yang dianggap mitos bagi sebagian penduduk dunia. Sayangnya tidak hanya aku di dunia ini, tapi banyak dan semua menyebar di antara manusia-mangsa mereka. Namun, tinggal di Arizona adalah tindakan gila bagi spesies kami. Di sini terlalu banyak matahari dan begitu menyengat, membakar kulit. Tapi, semua itu kulalui dengan mudah hanya untuk dia, Andrew. Pria berkulit putih yang begitu hangat baik tubuh maupun hatinya. Dan aku tidak tahu sampai kapan itu bisa bertahan. Karena sekali lagi, aku adalah makhluk mimpi buruknya.

Setelah menghabiskan satu botol besar sun block-yang dengan sabarnya kuratakan pada kulitku, aku keluar dari apartement. Sesuai janji, aku dan Andrew memiliki sebuah kencan.
"Maaf, aku terlambat." Suara itu membuatku menoleh dan tersenyum. Dia berlari dari arah lift, kemejanya yang tidak terkancing melambai ringan terbawa angin.
"Tidak kok, aku juga baru selesai."
Dia nyengir, lalu meraih tanganku, menggenggamnya dan membawaku bersamanya. "Sekali lagi maaf, tadi ada deadline yang harus ku kejar." Katanya sambil menekan tombol di dinding lift, lalu aku merasakan tubuhku seperti tertarik ke bawah.
Aku tersenyum. Tanganku mengerat di dalam genggamannya dan aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Momen seperti inilah yang paling aku suka. Dia bercerita kesehariannya padaku, dia begitu bersemangat dan wajahnya cerah seperti matahari di pagi hari, seolah dunia yang dijalaninya memang dia yang membuatnya.

Hari itu kami hanya bisa menonton film, karena waktu memang sudah sore dan malam menjelang dengan cepat. Sebelum pulang kami menyempatkan diri mampir ke restoran china untuk makan malam. Kwetiau dan gorengan isi perut babi adalah menu pesanan kami, sangat menggiurkan bahkan air liurku mengalir saat melihatnya. Tapi, sebanyak apapun aku memakannya, aku tidak merasakan rasa nikmat di lidah yang dapat kurasakan hanya rasa pahit anyir. Kemudian seperti hari hari biasanya, seperti terserang penyakit aneh, aku akan pamit ke kamar mandi lalu mengeluarkan semua bencana rasa itu dari perutku.

"Hosh hosh hosh, ini sangat menjijikkan." Gumamku dan menyeka sisa muntahan di bibir dengan tissue sambil duduk lemas di kloset duduk, aku mendesah frustasi. Perih di tenggorokan rasanya sangat menyengat dan mulutku masam, disaat-saat seperti ini terkadang aku berpikir bahwa mati mungkin lebih baik daripada hidup. Aku tersenyum getir, lalu dengan tangan gemetar meraih tas dari cantolan, mengeluarkan satu kantong darah rusa dan meminumnya.
Slurrrp!
Slurrrp!
"Aahh, ini menyegarkan!"

Untuk hal inilahaku kerap mendapat surat peringatan dari atasanku, karena setiap bulan aku akan ijin ke luar kota untuk berburu. Darah binatang adalah makanan alternatif bagi bangsaku, dan vampire vegetarian adalah julukan bagi bangsaku yang mengonsumsinya, darah selain darah manusia. Dalam sebulan aku bisa menghabiskan 7 sampai 8 ekor binatang, apapun jenisnya. Tidak ada yang khusus untuk hal itu, namun menurutku darah rusa adalah darah yang paling gurih dan enak rasanya. Bahkan aku sempat mencuri satu rusa dari kebun binatang kota karena sangat menginginkannya disaat yang tidak memungkinkan.

"Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya, suaranya yang campuran antara khawatir dan lega membuatku mengangkat senyum paling manis.
"Tidak ada." sembari duduk di kursi, aku memberikan gelengan kepala sebelum menjatuhkan pandanganku pada piringku. Isi piringku belum habis, dan aku tidak mungkin menghabiskannya. "Aku hanya tidak terbiasa dengan isi perut babi."
"Oh, maafkan aku." Sesalnya dan menyingkirkan piringku dari jangkauanku. "Kalau begitu jangan dimakan lagi, aku akan pesankan yang lainnya untukmu." Dia bersiap mengangkat lengannya, tapi aku segera menahannya.
"Tidak jangan. Kurasa perutku sudah tidak bisa menerima makanan lagi."
"Tapi, kamu hanya makan sedikit dan kamu baru saja mengeluarkannya."
Aku tersenyum kecil, dia selalu seperti ini, mengkhawatirkanku. Hal yang terkadang terasa menakutkan untuk aku rasakan. Aku takut jika, andai semua yang berlalu begitu cepat ini hanyalah bunga tidur yang indah.

Hubungan kami memang berlangsung cukup lama, jika diingat mungkin sudah sepuluh tahun lamanya, terhitung dari jadian kami di masa senior high school. Dulu banyak sekali yang menentang hubungan kami, hanya karena aku yatim dan tidak sekaya dirinya. Tapi, dia selalu berada di sisiku. Menampik semua kritikan itu dan selalu ada disaat aku membutuhkannya, dia begitu erat menggenggam tanganku.

Hari berlalu dengan cepat dan musim dingin merapat menggeser hawa panas di Arizona. Musim dingin, aku sangat menyukainya. Bukan karena peri salju atau barang fashion terbaru yang berjejeran di kaca-kaca department store. Aku menyukainya karena itu tidak melukai kulitku, tidak membakarku. Sayangnya musim dingin di negara bagian Amerika Serikat ini tidak terlalu panjang, hanya beberapa saat.

"Apa ini?" Gumamku sambil menarik secarik stinky note yang tertempel di lokerku. Aku bekerja sebagai Sales Promotion Girl di salah satu department store di kota Phoenix.

Pergilah kau ke neraka! Dasar vampire!

Kakiku mundur satu langkah dan tanganku yang menggenggam sticky note bergetar. Ribuan ton kurasakan beban jatuh di pundakku dengan begitu dasyatnya, aku begitu panik. Kepalaku menoleh ke kanan lalu ke kiri, kemudian cepat-cepat membuka loker dan menyembunyikan sticky note itu ke dalam loker.

Siapa?
Siapa yang melakukannya?
Aku meremas tanganku yang gemetar dengan tangan yang lainnya. Nafasku memberat, dan mendadak kepalaku pusing.

"Hei, apa yang kau lakukan?"
Aku menoleh cepat. Refleksku yang terlampau berlebihan menimbulkan kerutan di kening Dyah.
"Apa kau mau dimarahi Mrs. Berta?"
Dengan kaku aku menggeleng, kepalaku terlalu berat untuk memproses pertanyaannya. Dyah menatapku dengan pandangan mata yang dipicingkan dengan curiga. Pasti wajahku pucat sekarang ini, leherku juga berbanjir keringat. Sekarang aku tak ubahnya seperti maling yang tertangkap basah.

Dyah menghela nafas, dengan pelan dia mendorongku yang ternyata menghalangi pintu lokernya. "Jangan melamun, aku tahu hidup itu susah. Tapi, akan lebih susah jika Mrs. Berta memecat kita karena kebanyakan melamun apalagi kasus barang hilang."
Apa Dyah menuduhku hendak mencuri barang?
Dengan kaku aku mengangguk, lalu cepat-cepat menggeser tubuh untuk memberinya jalan menuju lokernya. Saat mengambil seragam SPG dari loker, kuperhatikan tanganku tidak kunjung berhenti bergetar. Sialan! Sebenarnya siapa yang menaruh catatan itu!

-DI LANJUT KE BAGIAN BERIKUT NYA YA!
ga bisa buat cerita terlalu panjang, maaf sebelumnya...

~happy reading~

Vampire's DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang