Minggu, 13 Maret 2022
Irene tersenyum memandangi putrinya yang berdiri di depan dengan seragam khas remaja gereja yang ikut pelayanan. Putrinya itu sedang melantunkan lagu-lagu indah bersama teman-teman pelayanannya di atas mimbar untuk memuji Tuhan. Intinya, Irene bangga pada putrinya sore itu.
Ibadah sore itu berakhir pukul empat sore. Irene tentunya tidak langsung pulang, melainkan bercengkerama dulu dengan umat dewasa lainnya. Beberapa kali nama Winter disebut karena berhasil bernyanyi solo membawakan lagu rohani dengan indah dalam ibadah sore itu.
"Winter sudah dua bulan ini rajin ke gereja. Bahkan di hari sekolah, dia sering mampir untuk latihan paduan suara. Saya salut, Bu Irene," seorang wanita sebaya Irene bercerita tentang Winter. Kebetulan, wanita yang biasa dipanggil Wendy itu adalah salah satu pengurus gereja yang melatih paduan suara gereja.
"Ah, terima kasih, Bu Wendy," jawab Irene dengan senyum yang tak pernah luput dari wajahnya, "Saya juga senang Winter semakin dekat dengan Tuhan. Terima kasih juga Bu Wendy bimbingannya, sudah ngajari Winter bernyanyi," lanjutnya
"Saya nggak sendirian membantu Winter, Bu. Saya dibantu juga sama Karina. Karina yang malah lebih banyak membantu Winter supaya lebih percaya diri bernyanyi solo seperti tadi."
"Wah, hebat ya nak Karina. Masih muda tapi sangat luar biasa," kata Irene memuji Karina
Irene beberapa kali bertemu Karina. Bahkan Karina sempat mendatangi rumahnya sewaktu Winter sakit. Gadis itu lah yang membantunya merawat Winter. Irene begitu menyukai Karina karena telah menjadi sahabat yang baik untuk putrinya.
Sementara di tempat lain, yang sedang menjadi topik perbincangan itu sedang asik bercengkerama di ruang ganti. Beberapa kali Karina membahas soal nyanyian Winter yang begitu merdu dan indah.
"Saya bangga, Winter. Bangga sekali sama kamu," Karina berujar
Winter hanya tersenyum, menutupi rasa malunya karena dipuji Karina. Ini penampilan perdana nya menyanyi di depan umum. Berkat Karina lah, Winter bisa berani menunjukan bakatnya.
"Terima kasih untuk semuanya, Karina. Kalau tidak ada kamu, saya mungkin tidak akan berani bernyanyi di depan umum meskipun untuk memuji Tuhan," kata Winter
"Dengan senang hati saya membantu. Saya senang bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan."
Winter, Karina, dan percakapan rohani nya.
"Kamu mau mampir dulu ke rumah saya? Makan malam di rumah saya, sebagai tanda terima kasih," tanya Winter pada Karina
Karina menggeleng, "Saya harus ziarah. Sudah lama tidak mampir bertemu Ibu dan Bapak. Terima kasih tawarannya, Winter," tolak Karina dengan halus
"Biar saya temani. Bagaimana? Boleh?"
Karina menimang-nimang tawaran Winter. Setelah sedikit pertimbangan di kepalanya, ia pun menyetejuinya.
"Boleh, kalau tidak merepotkan kamu," jawab Karina
Winter menggeleng, "Sama sekali tidak merepotkan."
Karina tersenyum senang. Karena kalau begitu, ini pertama kali ia membawa Winter ke makam orang tuanya.
"Ayo Karina! Saya sudah ijin Bunda."