Chapter 1 (New Life)

123 1 0
                                    

Bandara Adi Sucipto Jogjakarta, 15 Desember 2013

Rain POV

Aku berjalan pelan sembari menyeret koper ku keluar bandara. Mataku terus menelusuri keadaan sekitar untuk mencari seseorang yang berjanji akan menjemputku.

"Rain... Rain... Rainisa" seseorang berteriak di belakangku.

Ku lihat seorang laki-laki tampan sedang berlari menghampiri ku.

"Akhirnya kamu sampai juga. Selamat datang di Jogja ya, adek ku." Mas Bagas menyambutku ke dalam pelukan hangatnya. Dia lah kakak sepupu ku yang sudah berjanji akan menjemputku di bandara.

"Hehe iya, mas. Aku seneng akhirnya bisa pindah dan tinggal disini bareng eyang dan Mas Bagas" kataku di dalam pelukan Mas Bagas.

"Udah berapa lama ya kita nggak ketemu? Kok kamu tau-tau sudah sebesar ini sih?" Mas Bagas berkata setelah melepas pelukannya padaku. Matanya terlihat menelusuri tubuhku dari atas ke bawah.

"Hmm mungkin 5 tahun. Eh tapi nggak tau juga deh, aku udah lupa saking lamanya hehe."

"Kamu sih udah lama banget nggak pulang kampung kesini. Betah banget sih di Jakarta. Sebegitu enaknya ya, sampai kamu nggak mau main kesini" Mas Bagas pura-pura ngambek padaku.

Kalau disana enak, tentu saja aku nggak akan pindah kesini, Mas.

Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar omongan Mas Bagas. Mas Bagas yang baru tersadar dengan perkataannya pun langsung terdiam sembari menatapku meminta maaf.

"Eh, kita kayaknya udah kelamaan disini deh. Kita cepetan pulang yuk, eyang pasti udah nungguin kita di rumah" kata Mas Bagas mengalihkan pembicaraan.

Tanpa banyak kata, aku pun langsung mengikuti Mas Bagas yang sudah berjalan di depan ku sembari menyeret koper yang ku bawa.

******

"Assalamu'alaikum eyang" aku langsung mengucapkan salam begitu mobil yang kami tumpangi sudah tiba di rumah.

"Wa'alaikum salam Ndhuk" eyang menyahut dari dalam rumah.

"Eyang, Rain kangen banget sama eyang." aku langsung menghambur ke dalam pelukan eyang.

"Eyang juga sama, Ndhuk. Kangen, sudah lama ndak ketemu kamu." eyang berkata sembari membalas pelukan ku.

Rasanya sangat damai ketika aku berada dalam pelukan hangat eyang. Wanita tua yang selalu menyayangi ku dan semua cucu-cucu nya.

"Udah tho, eyang, Rain. Kangen-kangenan nya di dalam saja. Nanti kalau ada orang lihat, di kiranya kita sedang buka acara reunian" canda Mas Bagas.

"Oh iya, ayo ndhuk kita masuk ke dalam. Kamu pasti capek tho habis perjalanan" eyang mengelus kepala ku lembut.

"Iya eyang, ayo kita masuk" aku berjalan ke dalam rumah sembari berangkulan bersama eyang.

Di dalam rumah kami -aku, eyang dan Mas Bagas- menghabiskan waktu dengan mengobrol sembari meminum teh hangat dan kue bakpia patok buatan eyang. Kami berbincang dengan ceria tanpa ada satupun yang mengungkit soal keluarga ku. Membuat ku nyaman dan bisa melupakan kesedihan ku sesaat.

Setelah kami berbincang cukup lama, akhirnya Mas Bagas mengantarku ke kamar yang akan ku tempati selama disini. Kamar berukuran sedang dengan nuansa kayu dan warna coklat-putih yang sangat kental. Ranjang nya terbuat dari kayu jati dan terdapat aksen selambu berwarna putih. Di sudut ruangan terdapat lemari kayu berwarna coklat. Dan di sampingnya juga terdapat meja rias yang lagi-lagi terbuat dari kayu berwarna coklat. Di dalam ruangan ini terdapat sebuah pintu kayu lainnya yang bercat coklat yang ku yakini adalah kamar mandi. Tatanan kamar ini membuat ku merasa sedang berada di kamar Putri Bangsawan.

"Sudah ya, kamu istirahat saja dulu. Nanti Mbok Darmi akan datang untuk memasukkan pakaian mu ke dalam lemari."

"Siip, Mas. Terimakasih ya" ujarku berterima kasih pada Mas Bagas.

"Iya. Selamat istirahat ya, Rain ku sayang" balas Mas Bagas sembari nyengir polos. Kebiasaan Mas Bagas yang senang menggoda ku dengan panggilan 'Rain sayang'.

Aku harus kuat! Aku harus berhasil menemukan kebahagiaan ku disini! Aku sudah bertekad untuk memulai hidup baruku disini. Memilih tinggal bersama eyang daripada bersama keluarga ku di Jakarta.

Eyang ku, sosok wanita tua yang aku yakini hanya satu-satunya orang yang menyayangi ku dengan tulus. Eyang Laksmi Sastrowihardjo masih memiliki keturunan darah biru. Setelah eyang kakung meninggal 5 tahun yang lalu, eyang putri hanya tinggal berdua dengan Mas Bagas di rumah bernuansa Jawa ini.

Mas Bagas, aku yakin dia juga sangat tulus menyayangi ku. Meskipun rasa sayangnya tak sebesar rasa sayang eyang padaku. Sosok kakak sepupu yang sangat melindungi dan menyayangi ku layaknya kakak lelaki. Pembawaannya yang ceria membuat ku selalu terhibur di dekatnya.

Dengan kehadiran mereka, ku harap aku bisa menemukan kebahagiaan ku yang sebenarnya.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore saat aku bangun dari tidurku. Aku nemutuskan untuk mandi dan menata pakaian ku di lemari daripada aku menunggu Mbok Darmi.

Selesai merapikan pakaian ku, aku pun turun ke bawah mencari eyang dan Mas Bagas. Terlihat eyang yang sedang menyulam di sofa ruang tengah.

"Eyang"

Eyang berhenti menyulam dan menatapku yang sedang berjalan menuruni tangga.
"Eh kamu sudah bangun, ndhuk?"

"Iya, eyang. Oh iya, Mas Bagas dimana?" tanyaku karena sedari tadi aku belum juga menemukan batang hidung Mas Bagas.

"Mas mu tadi balik lagi ke toko, Ndhuk. Katanya ada kiriman kayu yang harus di cek."

Aku baru ingat jika keluarga ku memiliki beberapa cabang toko meubel di kota ini. Sepeninggal eyang kakung, memang Mas Bagas lah yang mengelolanya. Orangtua Mas Bagas sendiri tinggal di Landon karena ayah Mas Bagas adalah orang Inggris dan bekerja disana. 6 bulan sekali, mereka ke Indonesia untuk mengunjungi Mas Bagas dan eyang.

"Kemarin Mas Bagas sudah mengurus kepindahan kuliahmu. Katanya kalau kamu mau, lusa kamu sudah bisa masuk kuliah di kampus barumu" eyang berkata sembari mengelus kepala ku sayang.

"Aku kuliah dimana eyang?"

"Di kampus impianmu, Ndhuk" eyang menjawab disertai senyuman di wajahnya.

"Yang bener eyang? Kok bisa?" tanyaku tak percaya. Pasalnya, kampus yang aku impikan ini adalah Kampus PTN impian sejuta orang di Indonesia. Untuk masuknya pun harus melalui seleksi yang ketat.

"Iya, Ndhuk. Mereka sudah melihat raport SMA, hasil nem dan laporan IPK mu di kampus sebelumnya. Syukurnya kamu ini pintar, jadi mereka bisa menerima mu masuk" eyang tersenyum lembut saat menjelaskannya.

"Terimakasih eyang" aku memeluk eyang saking senangnya. Sedangkan eyang hanya tertawa pelan melihat tingkah ku.

Semoga ini menjadi awal yang baik untuk kebahagiaan ku.

Rain (Hujan di Langit Jogja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang