6 Rahasia

22 0 0
                                    

"kelas udah masuk, Gue yakin lo ga bakal berani masuk kelas dengan penampilan lo yang kaya gembel begini. Tutup memar lo pake foundation" Dia melemparkan kotak kecil kepadaku. Aku meraihnya.

Tangan kekar itu menggenggam pundakku dengan sangat kasar, dan berbicara seolah Aku akan mati. "dan inget, kalo ada yang tau masalah ini. Gue pastiin Alea ga bakalan selamat.".

.

.

.

AUTHOR POV

"sialan, tau gitu dari dulu Gue kabur dari rumah aja" Nafta meratapi nasibnya yang begitu malang, ia tak punya siapa-siapa lagi sekarang, semenjak Ibu angkatnya meninggal sebulan yang lalu, kini ia hanya hidup bersama Kakak angkatnya yang kejam.

Nafta sebenarnya tak peduli apakah Kakaknya itu kejam atau tidak, namun masalahnya, Nafta bisa mati karna kekejaman Kakaknya itu. Ia masih mempunyai harapan, jika ia bertemu dengan orang tua kandungnya.

Ia masih merindukan Ibu angkatnya yang sangat baik kepadanya, selama ini Ibu angkatnya menjaganya dengan baik. Mungkin karna hal itu, Kakak angkatnya cemburu dengan Nafta dan menyiksanya saat Ibu mereka sudah tiada.

Nafta adalah anak yang hebat, ia masih bertahan sampai detik ini hanya untuk membalas kebaikan Ibu angkatnya itu. Ia masih ingat jelas pesan apa yang Ibunya sampaikan sebelum beliau tiada. "nak, janji ya sama Ibu, kalau Ibu udah ga bisa jagain kamu, kamu jangan lupa selalu jadi anak yang baik".

Ia bisa saja membalas perbuatan Kakak angkatnya, namun ia sadar diri, ia hanyalah anak angkat, bukan anak kandung.

Nafta sudah selesai membersihkan luka yang ada di seluruh badannya, ia tak sanggup pulang ke rumah, namun ia tak bisa pergi ke sekolah dengan keadaan yang seperti ini. Dilema.

Ia terkenal rajin oleh guru-guru sekolahnya, jadi jika ia tak masuk sekolah akan di pertanyakan lebih oleh para guru. Tempat ia untuk membersihkan luka cukup dekat dengan sekolah, namun para murid tak akan melihatnya.

Motor Nafta masih berada di dalam sekolah, gerbangnya masih terbuka karna kantin sementara tutup, anak-anak di persilahkan untuk membeli makanan dari luar. Ini kesempatan Nafta untuk masuk ke sekolah dan mengambil motornya.

"Nafta" Nafta kaget karna Alea tiba-tiba mengagetkannya dari belakang.

"lo kemana aj- LOH NAFTA?? MUKA LO KENAPA BABAK BELUR BEGINI??" Alea memegang muka Nafta yang terlihat memar, Nafta mengeram kesakitan. Nafta mengeluarkan selembar kertas dan pulpen untuk menulis.

"maaf Al, Gue lagi ga bisa ngomong gara-gara memar Gua. Tolong rahasiain ini dari siapapun termasuk wali kelas kita. Dan tolong bilang ke wali kelas kalo Gue lagi ada acara mendadak dan ga sempat izin. Tolong ya? lo mau kan bantuin Gue?" Nafta menulisnya di kertas yang ia pegang.

Alea masih marah terhadap Nafta, namun ia merasa iba dengan keadaan Nafta yang seperti ini. Alea hanya mengangguk paham.

"oh iya, Gue mau minta maaf atas segalanya, sorry Gue ga sempet minta maaf sama lo atas kejadian di Mcd, dan makasih juga udah traktir Gue disana" Nafta melanjutkan nulisnya.

"cepet sembuh Naf, Gue tunggu penjelasannya dari lo, kalo lo butuh bantuan, Gue siap 24/7 buat lo" Alea menepuk pundak Nafta pelan dan pergi dari pandangan Nafta.

Nafta menghela nafas lega, ia kembali fokus agar ia bisa masuk ke sekolah tanpa di lihat siapa pun, tak lupa ia menggunakan foundation yang di beri oleh Kakaknya.

Beberapa saat kemudia, Nafta berhasil bawa kabur motornya dari sekolah.

***

Nafta pergi menggunakan motornya seperti tak tau arah jalan pulang, ia bingung apakah harus pulang ke rumah atau tidak. Ia takut saat pulang, Kakaknya menunggunya di depan pintu rumah, dan menghabisinya lagi. Sungguh malang.

Ia berhenti di taman pinggir jalan, seengganya ada tempat duduk untuk ia beristirahat. Handphone Nafta sudah hancur di bakar Kakak angkatnya, jadi ia tak bisa meminta bantuan Alea sekarang, hanya bisa berharap pada orang sekitar.

Jam menunjukan pukul 10 siang, Nafta belum memakan apapun dari pagi, uang dia sudah di rampas habis oleh Kakak angkatnya, lagi-lagi ulah Kakak angkatnya. "arrghhh, ya Tuhan, tolong kasih hamba kemudahan" Ucapnya dalam hati.

Nafta memejamkan matanya sejenak, walau terik matahari membuatnya kesilauan, namun lelah yang Nafta beban, mengalahkan teriknya matahari siang ini. Badan Nafta sangat kesulitan untuk bergerak, mungkin ada tulang yang patah.

Yang kita tau, Nafta adalah remaja yang periang, terlihat tak mempunyai masalah. Namun ia menutupinya dengan sangat amat mulus. Sulit untuk menjelaskannya dengan panjang lebar seperti ini.

Nafta merasakan matahari sudah tak terlalu menyengat, ia lega karna ia bisa beristirahat dengan tenang.

"sialan lo, bohongin guru tuh ga baik" Samar-samar Nafta melihat sosok Alea sedang menutupi sinar matahari di depannya, Nafta sepenuhnya membuka matanya, ia terbelalak kaget karna Alea berada sangat dekat dengannya.

"AHHHaarrgghhh.." Nafta memegang pipinya itu setelah sedikit berteriak.

"ehh shutt santai-santai, memar lo terlalu tebel Naf, mau di timpa pake foundation sekilo juga memar lo bakalan keliatan, udah sini gue obatin, lagian lo cari mati sama mafia mana sih? kalo ga jago jangan maju anjir" Alea duduk di samping Nafta sambil membuka tas ranselnya, ia mengeluarkan beberapa alat medis untuk mengobati memar Nafta.

"waduh.. oh iya juga yaa, foundation lo terlalu tebel buat di obatin. Di rumah gue ada make-up remover tapi rumah gue jauh cok. Ini lo make foundationnya asal asalan ya? cuma pake jari trus di usap-usap? jorok ih Naf. Gue pulang dulu deh bawa make-up removernya, lo tunggu di sini ya" Alea sibuk berbicara menjelaskan ini itu, Nafta tak bisa berbicara banyak.

Saar Alea hendak pergi, tangan Nafta menahan Alea untuk pergi. Nafta menggelengkan kepalanya tanda tak usah. Alea tak mengerti apa yang di maksud oleh Nafta. "hah?? apasi?" Alea mengerutkan alisnya dan mendekatkan mukanya kepada Nafta.

Nafta menarik Alea untuk duduk, tangannya mengisyaratkan untuk menulis. "OHH ya Allah, bilang kek dari tadi kalo mau nulis" Nafta heran dengan Alea yang tak mengerti-mengerti, ya sudah lah, yang namanya Alea, ya gitu.

Alea mengeluarkan buku tulis dan pulpen miliknya dari tas ransel. Nafta langsung mengambil buku dan pulpen itu.

"pertama, gue kaget sekaligus seneng lo di sini, tapi kan ini masih jam pelajaran, pertanyaan gue, kenapa lo bisa ada di sini?"

Itu hal pertama yang ingin Nafta katakan. Alea membacanya dengan teliti karna matahari lumayan membuat Alea susah untuk membacanya.

"ohhhhhh ini, gue izin sakit, badan gue pegel-pegel, perut gue mual-mual, sama pala gue puyeng"

Nafta menatap Alea dengan curiga, namun Nafta kembali untuk menulis sesuatu di buku.

"kedua, LO BUAT APA BOLOS ANJEERRRRR"

Alea tertawa melihat tulisan Nafta kali ini.

"buat liat keadaan lo, karna Gue yakin lo cuma duduk-duduk di taman deket sekolah sambil meratapi nasib".

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang