prolog

23 3 0
                                    

"Sayangnya Buna nda boleh sedih gini dong! Kesayangan Buna kan kuat, ga lemah! Ayo bangkit, jangan sedih sedih terus gini, kan masih ada Buna yang setia nemenin kamu sayangg" Nita memeluk erat tubuh anaknya yang sangat lemas itu.

"Kamu kenapa kabur terus kalo ada Buna hm?" Tanya Nita seraya menangkup wajah Melvan dan menghapus jejak air mata yang ada di wajah Melvan.

"Semua orang bilang Melvan anak haram. Melvan nya sakit" Adu Melvan memegang dadanya sendiri dan mulai menangis kembali.

Baru saja dirinya menginjak usia 5 tahun, tetapi semua masalah sudah datang bertubi-tubi. Nita bingung harus bagaimana menyikapi ini, jujur dia hanya bisa menasehati orang lewat chat, jika langsung dia bakal keburu nangis soalnya. Miris.

"Hey! Melvan tau ga? arti haram itu apa eum?" Tanya Nita berusaha menahan tangisnya agar bisa menjadi panutan Melvan.

Melvan menggeleng sambil sesegukan.

"Haram itu sesuatu yang buruk, itu adalah larangan dari Tuhan. Sementara Melvan? Melvan ngga haram sayang. Melvan kan ngga ngelakuin larangan Tuhan yakan?" Nita tersenyum, sebenarnya dia sendiri juga bingung dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Kalimat itu terlontar begitu saja.

"Melvan tau kan beberapa larangan Tuhan itu apa saja?" lanjut Nita.

Melvan kecil mengangguk, "Minum alkohol atau minuman keras, makan daging babi, daging anjing, daging hewan hewan yang galak, fitnah, suudzon..."

Melvan kembali menangis, tatkala dia lupa dan hanya ingat itu "HUAAAAAA MELVAN CUMAN TAU ITU BUNAA" Melvan memeluk erat Nita dan menangis di pelukan itu.

Nita dengan sayang membalas pelukan anak itu, dan mengangkat tubuh kecil Melvan, berjalan menuju kost-an nya.

"Itu udah hebat banget sayang, ga semua anak tau itu loh. Kesayangannya Buna emang hebat banget nihhh. Nanti Buna masakin capcay lagi deh, pake apa yaa?" Ucap Nita seraya mengusap usap punggung Melvan yang masih naik turun karena sesegukan.

"WORTELLLL"

"Sippp, sayangnya Buna pinter banget. Suka sayurr" Nita mencium pipi Melvan sayang.

"Buna, makasih ya udah mau rawat Melvan. Melvan berhutang budi sama Buna"

"Hey, kamu ngomong apa sih? Nda boleh gitu, Melvan anaknya Buna. Anak kebanggaan Buna, bukan orang lain. Nda boleh bilang gitu ya sayang. Nda boleh mikir yang jelek begitu juga okey?" meskipun dadanya sesak bukan main, Nita berusaha tegar menghadapi satu anak laki laki yang sangat dewasa pemikirannya ini.

"Udah sampe nih, Melvan duduk di kursi dulu ya. Buna mau masak capcay kesukaan Melvan OKEEE?!" Kata Nita mendudukan Melvan di kursi.

"Melvan mau bantu Buna"

"No! Besok aja kalo Melvan nya udah sembuh, ga lemes lagi oke?" Tolak Nita secara halus seraya mengusap dengan sayang kepala Melvan.

---

11 tahun kemudian

"Mel" panggil Alan.

"Mel gundulmu wi" tak terima dipanggil Mel, Melvan memukul kepala Alan.

"H-h-h-h-hiks oppa. Akit tauu"

"Gelo"

"Lo ga sakit hati Van? Diejek terus sama orang orang?" Tanya Alan serius.

"Udah biasa itu mah, kata Buna tuliin pendengaran dan tutup hati rapat rapat biar omongan mereka ga masuk ke hati dan bikin hati sakit. Kata Ayah juga mereka semua itu sekelompok orang yang lagi dikasih madu sama setan, makanya omongannya buruk buruk semua. Jadi, selama gue punya Ayah dan Buna, kenapa harus sakit hati? Apa itu sakit hati?" jelas Melvan panjang lebar.

"Lo beruntung banget punya orang tua sepengertian Mama dan Papa" Alan tersenyum miris.

"Hey bro! itu juga mama papa lo, klo lo forget haha" Melvan merangkul Alan.

Boong banget kalo gue ga sakit hati sama semua itu. Cuman Buna yang bisa tenangin gue dan yang buat gue bertahan sampe sini.

---

MelvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang