Banyak orang yang berandai andai, apa jadinya jika para tokoh masa lalu hidup di masa kini. Apakah mereka masih akan seheroik seperti dulu. Atau mereka hanya akan jadi orang biasa seperti kita kita ini. Misalnya kalo Bung Karno hidup di masa ini, apa dia masih akan tetap keras kepada barat? Atau kalo Romeo dan Juliet, bagaimana jika salah satunya selingkuh diam diam lewat social media. Tapi satu sosok yang bisa mengubah perspektif kita.
Apa jadinya jika sosok Kartini terlahir kembali ke masa modern ini. Mungkinkah akan berubah jadi habis gelap terbitlah cerita horror. Secara tidak langsung, pertanyaan kita bisa terjawab. Tidak dengan Kartini yang dihidupkan kembali. Tapi lewat para wanita kuat yang bisa bertahan di masa penuh perubahan ini, dan masih bisa mempertahankan semangat perjuangan tokoh masa lalu.Ini dia kisah Kartika, Kartini yang dibangkitkan.
Doni Abas terlahir di keluarga yang cukup berada. Ibunya PNS sementara ayahnya punya rental PS. Yang berarti N-nya ada di Doni. Ya, Doni sekarang nganggur. Setidaknya itu dalam pikiran orang orang. Mengingat setelah lulus SMA, dia tidak lanjut kuliah tapi tidak juga punya pekerjaa tetap. Tapi bagi Doni dia adalah pencari narasumber, untuk nantinya dibuat artikel dan diterbitkan di kanal berita daring. Kasarnya saat ini Doni bisa dikatakan sebagai freelancer, kata ganti dari orang setengah nganggur.
Kamis pagi, Doni dibangunkan ibunya. Bukan untuk berangkat kerja tentu, tapi untuk sekedar sarapan. Ibu dan ayahnya lalu pergi meninggalkannya sendirian di meja makan. Saatnya mereka berangkat kerja, waktu sudah menunjukan pukul 8. Seperti milenial pada umumnya, kegiatan Doni sembari makan roti adalah mengecek akun social media. Diantara tumpukan postingan yang digesek Doni kebawah, dia menemukan berita karyawan yang membunuh mantan atasannya karena kesal.
Melihat itu, mata Doni agak melotot, alisnya mengangkat. Dia tau kalo masyarakat suka dengan berita berita skandal dan balas dendam seperti ini. Sudah pasti mereka mau tau alasan kenapa dia dibunuh, bisa jadi headline nih. Pikirannya sudah penuh dengan peluang. Maka langsung saja dia buru buru menyelesaikan sarapan, mandi, ganti baju lalu pergi ke TKP.
Sampai disana Doni terheran heran. Turun dari motor matic-nya, dia mengelap keringat lalu mengeluarkan sedikit makian. Anjing. Tak lama kemudian dia menepuk dahi. Selanjutnya hp dikeluarkan, dilihatnya postingan tadi.
"Kok bisa ada yang bunuh orang di siang bolong? makin goblok orang-orang, bikin gue tambah bego!"
Ternyata kejadiannya kemarin sore, dan yang tersisa di TKP untuk dilihat hanyalah garis polisi warna kuning. Wajar, Doni tidak kuliah jurnalisme. Jangankan wartawan sungguhan, tukang bakso yang lewat pasti tersenyum kecil melihat kekonyolannya. Kesialan itu merusak hari Doni. Pulang ke rumah, dia menghabiskan seharian penuh di kamar ditemani banyak tisu. Tenang, ia hanya marathon satu judul drakor.
Sejak dia sibuk menjadi freelancer sejati, dan teman temannya hampir semua kuliah, kesempatan mereka untuk berkumpul jadi tidak seluang dulu. Tongkorongan Doni tidak lebih dari lima orang, dan dalam setahun mereka juga tidak berkumpul lebih dari lima kali. Tapi tiba tiba di hari itu dia didatangi oleh dua orang teman, Kifli dan Abdul. Yang satunya lebih pendek dari Doni dan satunya sebaliknya. Terungkap mereka datang mengajak Doni main PS.
Ya, mumpung punya teman yang bapaknya ada usaha rental, sudah pasti teman teman Doni menjadikan rumahnya sebagai basecamp. Kebetulan lokasi rental hanya berdekatan persis dengan rumah Doni. Apalagi hari itu rental bapak Doni baru kedatangan PS5, dan dengan begitu Kifli dan Abdul bisa bermain gratis sepuasnya. Langsunglah ketiganya bermain dengan semangat.
Baru dua jam main, Abdul tiba tiba berkata.
"Eh, gue udahan dulu ya."
"Lah emang mau kemana lu?" saut Kifli.
"Ini, ibu negara manggil ngajak ketemuan nih."
"Yaudah kalo gitu, gue juga balik deh. Mau nyelesain tugas."
Memang seperti ini adanya, di lubuk hatinya Doni iri melihat teman temannya. Ada yang pacaran, ada yang sedang berpendidikan. Sementara Doni? tidak kedua-duanya. Bahkan dia tidak memberi tau rincian kesibukannya saat ini. Dengan begitu, kapan saja temannya berkunjung ke rumahnya. Semata-mata karena Doni yang mereka kenal nganggur dan tidak punya kesibukan.
Setahun lulus, pastinya Doni sering dibicarakan oleh tetangga, dan keluarga. Hampir selalu ketika ditanya, orang tua Doni hanya bisa menjawab, "tahun depan dia pasti kuliah kok." Padahal di lubuk hati, Doni ingin agar dia disebutkan saja sebagai seorang freelancer. Tapi dia hidup dan tinggal di lingkungan yang kebanyakan masih berpikiran tradisional. Kerja harus di kantor, wajib berseragam, dan minimal mesti kerja lima hari dalam seminggu.
Di hari itu bertepatan dengan hari libur, tante Doni datang berkunjung. Bukan saudara kandung, tapi sepupu ibunya. Lebih horror lagi untuk Doni, tantenya itu adalah dosen di sebuah perguruan tinggi swasta. Yang membuat mau tidak mau nama Doni akan dibicarakan. Dan dia akan dipanggil lalu dinasehati untuk segera bersiap mengejar pendidikan. Untuk menghindari itu, ia langsung berpura pura tidur, dan untungnya dia beneran ketiduran. Sampai malam ketika ibunya membangunkan. Doni menghela nafas, bersyukur mimpi buruk di siang hari tidak kejadian.
Status Doni saat ini juga freelance dalam hal hubungan. Yang artinya dia tidak dekat dengan siapapun juga masih mencari. Kadang Doni berhasrat kadang dia tak peduli. Pasalnya tak jarang dia ditanyai tentang hubungan. Apalagi di hari besar seperti hari raya. "Mana ceweknya sih Doni? kok nggak dibawa ke rumah." Di satu sisi dia bukanlah muslim taat yang mau langsung menikah, tapi di sisi lain Doni belum mau menjalin hubungan yang mengikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu Kita Kartika
Short Storyapa jadinya jika tokoh menginspirasi dari masa lalu bangkit di masa kini? apakah dia masih akan jadi dirinya?