Hufffttt
2 4 6 8 10 12..
"Re.."
"Rea.."
"Neng"
"— iya bu?"
"Dipanggil itu" seorang wanita paruh baya menunjuk seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri, yang juga sedang menatap mereka.
Perempuan jauh itu tidak mengeluarkan sepatah kata hanya saja ia memberi kode menujuk kearah jam yang melingkar ditangannya, yang artinya sudah waktunya jam istirahat.
"Bu nanti box ini udah saya cek, nanti sisanya taro di box sini ya" perempuan cantik yang tadi dipanggil Rea, itu, membereskan beberapa box besar berisikan material-material yang baru ia cek. Setelah merapihkan kembali Rea pergi menghampiri perempuan tadi yang memanggilnya.
"Fokus banget sih bu kerjanya, kaya di gajih 2M aja"
"Hush gak boleh gitu, gede kecilnya kita tetep fokus kerja"
Keduanya pergi berjalan keluar menuju kantin kantor yang tak berada jauh lokasinya dari gedung kerja Rea dan temannya.
Seperti biasa Rea selalu membawa kotak bekal yang dititipnya setiap pagi di dapur kantin untuk makan siangnya, walaupun terkesan seadanya lauk dirumah Rea tetap membawa bekal walaupun isinya hanya sekedar Nasi putih, biar lauknya ia beli di kantin kantor.
"Diet?" tanya Rea ketika melihat kotak bekal temannya yang seperti kebun belakang rumahnya, hanya sayur-sayuran.
"Iya, hehehe. Abisan mas pacar udah mulai nyubit pipi gua, berarti tandanya gua mulai chabi" perempuan yang berada dihadapan Rea ini namanya Rissa, teman satu departement sekaligus teman SMA Rea dulu, walaupun mereka dulu disekolah tidak begitu dekat.
"Lo apa yang mau dikurusin sih Ris, badan tinggal tulang gitu masih ngomong gendutan, apakabar gua coba?" Protes Rea, konyol memang teman satunya ini. Badannya sudah dibilang ideal dengan perawakannya yang tinggi semampai, dan badannya yang tidak terlalu berisi, itu membuat dirinya tergolong wanita berubuh ideal.
Berbeda dengan Rea, yang walaupun tidak gemuk juga tetap tubuh Rea tidak setinggi Risa dan dari bentukkannya sangat beda jauh dengan Risa, saking bedanya sampai orang-orang akan mengatakan Rea adiknya Risa jika mereka melihat Risa dan Rea berjalan berdampingan.
Ah memang manusia kadang suka tidak bersyukur jika terus melihat porsinya orang-orang. Padahal tiap orang kan mempunyai porsinya masing-masing, dan standar cantiknya sendiri.
"Ohiya," Risa mengalihkan pembicaraan soal tubuh dan makanan meraka, sambil memulai menyantap makan siangnya.
"Udah sebulan nih gua gak denger lu cerita galau-galau lagi dikantor semenjak hari itu lu nangis tiba-tiba dikantor" Risa memang mengalihkan pembicaraan agar Rea tidak lagi membanding-bandingkan dirinya dengan ia, tapi justru pembahasan seperti ini yang sedang Rea hindari.
Tentang kondisi hatinya.
Rea tidak menjawab langsung, ia hanya tersenyum dan kembali memakan makanannya. Ah Rea benci suasa hatinya yang seperti ini, tidak terasa galau namun otaknya memaksa untuk galau.
"Be better Ris, doain aja biar gua ikhlas" sahut pelan Rea. Risa yang paham berusaha tidak lagi melanjutkan topik ini, setidaknya dia lega mendengar temannya yang memang lagi berproses untuk ikhlas dan lapang dada.
#tobecontinue..
Aku sendiri tidak tau, ini beneran ikhlas atau aku hanya berbohong pada diri sendiri. Aku sendiri tidak bisa menjanjikan kalau habis ini aku akan baik-baik saja tanpa kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[6]. Lost
General FictionAku pikir tidak ada salahnya mencintai seseorang yang sedang 'sakit' hatinya, aku pikir tidak ada salahnya membantu seseorang sembuh dari 'lukanya', ternyata itu salah. Dan untuk pertama kalinya aku tidak mau membenarkan kesalahan itu, tak apa jika...