01 - Abim

18 3 0
                                    

6 bulan sebelumnya...

Ddrrrttttt
Drrtttt

Suara nada dering telfon sangat nyaring terdengar membuat aku yang sedang membereskan beberapa baju langsung berlari menuju, tempat dimana handphoneku berada.

Mas abim calling..

Baru saja membaca nama pemanggil sudah berhasil membuat aku aku tersenyum. Tanpa menunggu lama aku langsung menekan tombol hijau untuk menjawab telfon dari dia.

"Halo" terdengar suara bass dari sebrang telfon sana.

"Assalamualaikum, mas" ucapku sengaja tidak menjawab sapanya, dia yang selalu lupa mengucapkan salam setiap telfon denganku, makanya aku yang mengucapkan salam lebih dulu.

"Ohiya, assalamualaikum, Re, hehehe" terdengar suara tawa diakhir kalimatnya, tawanya selalu membuat aku latah, yang menjadi ikut tertawa juga.

Sejenak hening, saling terdiam beberapa detik sebelum mas Abim ngomong lagi.

"Kamu lagi apa?"

"Ini tadi lagi beresin beberapa baju yang udah aku setrika ke lemari, mas udah pulang?" Pertanyaan aku memang agak terdengar basa-basi karena mana mungkin kalau dia belum pulang kerja sudah telfon aku. Ah tapi tak apa walaupun terdengar basi, ya siapa tau dia belum di rumah atau sedang di mana.

Sebentar, aku sampai lupa kasih tau siapa mas Abim ini, hehehe. Nama dia Abim, atau lengkapnya itu Abimansyah Alugra. Dia umur duapuluh tiga tahun, asal Semarang dan pekerjaanya sebagai designer produk disalah satu perusahaan dikota Semarang.

Sedangkan aku sendiri bernama Anderea Austin, duapuluh dua tahun bekerja disalah satu perusahaan manufaktur di kota Jakarta. Lho bukan satu kota? Iya, aku sama mas Abim itu Ldr dan sama sekali belum pernah ketemu langsung.

Kok bisa?

Singkatnya begini, kadang aku suka lucu kalau cerita tentang pertemuanku sama mas Abim, kita panggil pake mas aja ya, dia kan wong jowo. Pertemuanku dengan mas Abim itu dimulai ketika kakak ku yang iseng main aplikasi dating apps dan memakai data diri aku, dari mulai, pendidikan, hobi, sampai fotonya pun pake mukaku.

Kalau kalian tanya ko tidak marah, jawabannya, marah. Aku marah besar sama kakaku waktu itu, sampai gak nanya tiga hari. Jelas karena dia memakai identitasku tanpa izin, dan sialnya sudah ada beberapa cowok yang match denganku disana dan selama itu pula kakak ku yang balas, termasuk mas Abim.

Tapi entah kenapa satu dari tiga cowok yang udah match aku malah milih mas Abim buat aku lanjut ngobrol sama aku. Kalau kalian tanya mas Abim tau atau nggak, dia sudah tau karena sejak match kakak ku sudah menjelaskan. Ah intinya seperti dijodohkan secara virtual, hehehe.

Singkatnya hari demi hari aku semakin dekat dengan mas Abim, kontekan semakin lancar dan hampir tiap malam dia sering telfon hanya untuk menanyakan tentang bagaimana hari ini, ya seperti sekarang, dia telfon kan walaupun jam udah menunjukan pukul 8 malam.

"Udah pulang nih, baru aja masuk kamar" katanya.

"Yaudah kalau gitu mandi sana abis itu kalau belum makan mas makan dulu nanti baru kita lanjut lagi ngobrolnya" ucapku

"Oke deh, nanti aku kabarin kalau udah selesai. Kamu jangan dulu tidur ya"

"Iya," setelah ku jawab terdengar ucapan salam sebelum akhirnya sambungan telfon terputus. Iya cuma segitu doang, tapi dia selesai kita lanjut lagi ngobrol ditelfon sampai larut malam.

Obrolan kita random, tidak bertema, kadang ngomongin hal yang sebenernya gak penting, diskusiin sesuatu yang seharusnya bukan porsi kita untuk mikirin itu, tapi anehnya setiap ngobrol sama mas Abim aku merasa nyaman, aku seperti bertemu dengan diriku di tubuh yang lain, mungkin ini yang dinamakan satu frekuensi.

Gak kerasa ternyata udah masuk jam 11 malam, saking asiknya kita sama-sama gak ngerasa ngantuk padahal seharian udah melakukan aktifitas yang lumayan menguras enegergi.

"Re,"

"Iya mas?"

"Gapapa cuma manggil"

"Ih apaa sih, mau ngomong apa?"

"Nggak, udah malem Re"

"Hahaha aku tau, kata siapa bilang masih sore"

"Besok kamu kerja?"

"Iya toh, kamu kerja juga kan?"

"Hehehe, iya aku kerja"

"Hmmm" hening, mas Abim gak ngomong lagi dan akupun hanya diam nunggu dia bicara, sampe beberapa detik akhirnya mas Abim ngomong,

"Re, udah malem"

"Iya mas, mau udahan?"

"Iya, tidur Re."

"Iya tutup ini aku tidur"

"Hmm gak usah di tutup juga gapapa"

"Nggak ah tutup aja" ucapku, entah kenapa aku malah jadi tidak bisa tidur jika telfon masih tersambung, mungkin aku bukan tipe cewek yang bisa diajak sleep call, hehehe.

"Yaudah aku tutup ya"

"Iya tutup aja"

"Assalamualaikum, Re"

"Waalaikumsalam salam, mas"

Tidak, sambungannya tidak langsung terputus, rupanya mas Abim belum juga menutupnya.

"Mas.."

"Iya Re?"

"Ko masih nyambung?"

"Iya, hehehe"

"Kenapa, masih kangen aku ya?"

"Hehehe.." dia hanya jawab dengan tertawa, entahlah aku tidak bisa mengartikan arti dari tawanya mas Abim.

"Yaudah Re, aku matiin ya"

"Iya mas"

Pip.

Kali ini mas Abim benar-benar menutuskan sambungannya tanpa salam lagi. Tapi anehnya ada perasaan tidak enak yang tertinggal selepas sambungan telfon terputus. Bukan, bukan karena mas Abim tidak menjawab pertanyaanku tadi, tapi dari cara dia pamitan tadi terkesan seperti yang berat, iya kaya berat buat ninggalin. Padahal kalau dipikir kan masih ada hari esok, malam esok, kenapa terkesan ini adalah obrolan panjang terakhir.

Ah entahlah, malam itu aku tidak mau overthink karena besok pagi aku masih harus bekerja. Toh malam ini aku sama mas Abim tadi baik-baik aja ko, tidak ada perdebatan atau obrolan yang mengarah pada perpisahan. Semoga hanya firasat.

— — —

Present time.

Ternyata firasat yang muncul 6 bulan yang lalu itu bukan hanya sekedar firasat. Bisa kalian tebak kan apa yang terjadi pada hari selanjutnya?

Iya bener, obrolan panjang 6 bulan yang lalu itu adalah obrolan terpanjang sekaligus obrolan terakhir buat kita, kita aku sama mas Abim.

Bisa kalian rasain gimana bingungnya jadi aku yang tiba-tiba ditinggal begitu aja tanpa sebab. Even sebelumnya kita baik-baik aja gak ada masalah sedikitpun.

Aku tau perkenalanku sama mas Abim baru terhitung sebentar, baru jalan empat bulan. Dan salahnya aku udah ngerasa senyaman itu sama mas Abim. Padahal masuk akal juga kalau emang akhirnya mas Abim ngeGhosting aku, dan dia gak salah.

Tapi tetap aja perasaan tidak terima karena ditinggal gitu aja selalu muncul dalam hati aku. Perasaan galau, sakit hati, sedih, kesel, serba salah, tentu tiap malam selalu datang berbarengan sampai-sampai malamku sudah terjadwal untuk overthink.

Tapi mau gimana lagi, yang suka cuma aku sendiri, yang ngerasa nyaman cuma aku sendiri, yang pengen memiliki juga cuma aku, dianya nggak. Jadi yaudah telen mentah-mentah sendiri aja, karena setiap aku cerita sama teman-temanku pun jawaban mereka pasti sama.

"Kamu itu bego, belum pernah bertemu tapi udah senyaman itu"

Ya seperti itulah rata-rata jawaban temen-temenku.

Agak miris si tapi gapapa aku udah bisa jalananin hari-hari aku terbiasa tanpa dia waluapun emang agak berat sih awalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[6]. LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang