Arizona, 17 : 12.
Tampak dari kejauhan seorang pria muda berbaring di tengah padang yang teramat luas. Tak ada satupun orang, hewan, ataupun tumbuhan sekalipun. Dia adalah Chanyeol. 1 dari 12 orang yang memiliki kekuatan khusus. Ia berbaring dibawah teriknya matahari. Entah apa yang membawanya kesana. Ujung labirin yang dilaluinya mungkin? Ia mungkin saja.
Semua berawal dari pergerakan tangan Chanyeol yang mengangakat topinya yang berada tepat di mukannya. Merasa silau ia segera beranjak bangun. Menatap sekelilingnya. "Dimana aku?" tanyan Chanyeol dalam kesendiriannya. Ia mengambil sebuah arloji dari dalam jasnya, lalu membukannya. "Apa yang terjadi?". Ia mengerti tentang kode dari arloji itu. Time control. Tapi siapa yang melakukannya? Itu yang belum ia ketahui.
Chanyeol berjalan tak tentu arah, ingin mencari seseorang untuk dimintai bantuan. Sampai akhirnya menemukan bangunan tua yang setengahnya seudah ambruk. Terus mencari disela-sela bangunan itu. Memanjat hingga ke atas puing-puing bangunan tersebut. Kini tampaklah seseorang yang tinggi, dengan wajah penuh keputus asaan. "Apa sebenarnya ini? Apa yang sebenarnya terjadi?" teriak Chanyeol dari sana.
Ia melangkahkan lagi kakinya menuju ke hutan. Hutan yang ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan besar. Tak ada satupun yang bisa dimakan, tak ada satupun yang bisa dijadikan tempat berteduh. Ia berjalan mengikuti feelingnya. Hingga hari gelap, ia masih belum menemukan ujung dari hutan ini. Rasa kesal Chanyeol bercampur dengan rasa takut karena tak tahu jalan kembali. Bulan sudah muncul, semuanya gelap. Entah apa yang membuat tangan Chanyeol terangkat, seperti mengangkat sesuatu dengan telapak tangannya, melengkungkan jarinya ke atas, Chanyeol menatap tangannya itu lalu memejamkan matanya. Leb. Terciptalah api dari tangannya itu. Merasakan sesuatu yang terang dan hangat itu Chanyeol membuka matanya dan kebingungan. Merasa dejavu karena ia fikir ia pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Karena emosinya yang tak stabil, ia seakan mengamuk dengan menghempas-hempaskan tangannya ke segala arah, sampai akhirnya tangannya berhenti mengeluarkan api. Api Chanyeol telah membakar seluruh bagian hutan itu. Apinya pun menyala besar dan terus berkobar. Chanyeol hanya terdiam. Tak tau apa lagi yang harus ia perbuat. Seiring diamnya Chanyeol semilir angin menghampirinya, bersama sura lembut yang membisikan satu kata pada Chanyeol. Phoenix, kata suara itu. Mata Chanyeol mengikuti arah perginya angin itu. Lalu menatap pada bulan seraya berkata, "Api.. Kekuatan.."
Ia mengingatnya! Tanpa dengan rasa sakit dan bayangan yang menghantuinya, seakan mengalir sendiri ke pikirannya, layaknya angin tadi. Chanyeol kembali menyalakan apinya. Membuat api besar, lalu ia menghilang.
눈물섞인빗소리
(nun mul seokkin bitsori)
The sound of the rain mixed with tears
내귓가에숨소리
(nae gweotgae sumsumsori)
The sound of your breath in my ears
단한번도널찾지못한나
(dan han deondo neol chalji mothan na)
i couldn't find you even once
You hurt me So bad so bad
(You hurt me So bad so bad)
You hurt me So bad so bad
(You hurt me So bad so bad)
내머릿속엔영원히 Insane
(nae meoreotsuken yeongwonhi insane)
Forever in my head (insane)
네가살아있는데
(nega saraitneunde)
You're living
내시야엔투명한너와나
(nae siyaen tu myonghan neowana)
In my eyes, I see the transparent you and me
.....
Berlin, 05 : 06.
Xiumin terbangun disebuah bangunan. Apatermen yang lumayan tua di kota Berlin. Hidupnya berjalan biasa-biasa saja, hanya saja disini ia tampak seperti anak kota yang berkehidupan simple tapi berkesan keren. Pulang pagi, baginya sudah hal biasa sejak tinggal disini. Tetapi dia menikmatinya. Karena ia hanya tau bahwa ia adalah ia yang hidup sekarang. Ia bahkan tidak lagi mengenal masalalunya apa lagi 11 forces lainnya.
Sampai suatu pagi, ia berjalan sempoyongan menuju ke apartementnya. Sudah dapat dipastikan ia lembur adu skateboard di selatan taman kota. Skateboard sudah menjadi hobinya akhir-akhir ini. Xiumin merogoh sakunya dan mengambil kunci. Ia memutar-mutar kuncinya. Setelah sampai di depan apatermentnya, ia memasang kuncinya dan masuk begitu saja. Xiumin melepas topi wolfnya yang berguna melindungi kepalanya dari suasana dingin di Berlin. Memasang headset dan mengeraskan volumenya. Lalu ia mulai menaiki tangga, mengingat letak kamarnya yang berada di lantai tiga. Setengah jalan, karena asyik dengan lagu yang diputarnya ia taksengaja menabrak orang yang tinggal satu apatermentnya. Sebelum orang itu marah, Xiumin sesegera mungkin membungkuk (bow), kemudian orang itu melenggang pergi meninggalkan Xiumin. Ia pun melanjutkan jalannya hingga sampai di kamarnya.
Kamar sederhana, plus sofa, meja kecil dan televisi jadul berbentuk kubus. Tak masalah bagi Xiumin, ia tetap saja menikmati hidupnya yang seperti ini. Menikmati? Iya, karena ia masih bener-benar tidakingat akan kejadian yang membawanya ke kehidupan yang sekarang ia jalani ini.
Xiumin menghempaskan badannya ke sofa yang berada di depan televisi. Televisinya sudah menyala semenjak ia datang. Ototnya sedikit merenggang. Sambil meminum air putih yang ada didekatnya, ia melirik sedikit ke arah televisi. Ia merasakan sesuatu yang aneh, dan itu membuatnya mendekatkan dirinya pada televisi itu, mengamati lebih jelas apa yang di tampilkan televisi itu. Apa yang bisa dilihat? Hitam putih bergaris-garis, dan bergerak tidak jelas. Namun, disela-sela garis-garis itu terlihat seperti bayangan srigala. Siapa tau artinya? Hanya Xiumin. Mungkin ini sinyal dari forces-forces sebelumnya yang sudah mengingat masalalunya. dengan gerakan kilat, ia menaruh gelasnya kembali keatas meja dan langsung berlari kearah tangga lalu turun, menghilang. Ia tau apa yang segera terjadi. Ia teringat. Gelas yang tengah berdiri diatas meja itu seketika membeku. Frost.
Hey Playboy haha boy Let's play
ni yue shi kang ju jiu
hui rang wo yue xing fen
wo shuo guo hou mian you
mei kai shi de Main game
zai zheng zha zai shi yi xia
ying dui wo bu zai hua xia
wo jiu zai xin xian you gu
du de mei yi tian li rong hua