Lanjutan

140 6 1
                                    

" Hampir aja jantung gue mau copot gara - gara bu Helen," curhat Ido pada keempat temannya.

            Mereka ngakak menanggapi curhatan Ido yang dirasa seperti makhluk paling mengenaskan dan perlu dikasihani di dunia.

            " Anggap aja olahraga," pekik Leon menampakkan tampang tak bersalah.

            " Hahahaha..." tawa mereka serempak yang diikuti Ditya.

            " Lo ikut ketawain gue Dit? Tumben ketawa."

            Ditya langsung terdiam. Bertingkah cuek dan dingin. Dia hanya tersenyum, mengangkat ujung sudut bibirnya. Mereka berempat menatap Ditya bergantian.

            " Kalian ngapain ngeliatin gue kayak gitu?," tanya Ditya merasa aneh terus dipandangi teman-temannya.

            " Gue perhatiin, lo mirip banget sama bu Helen," seru Leon masih memperhatikan Ditya.

            " Mirip dari mana? Anaknya aja bukan." Ditya mengelak.

            " Sama — sama killer."

            " Hahahaha.." tawa mereka berlima pecah.

            Ditya paling ditakuti di sekolah diantara keempat temannya yang lain. Sampai dia mendapat julukan Mr. Killer. Seperti yang keempat temannya ceritakan. Bukan karena dia kurang galak dibanding Leon tapi sikapnya yang cuek, dingin dan jarang menampakkan keramahan didepan anak lain membuatnya mendapat julukan itu.

            Leon lebih dikenal galaknya mirip monster hutan malam yang siap menerkam siapa saja yang menolak keinginannya. Evan menjadi pilihan Mr. Perfect disemua kalangan kaum hawa. Dia paling ganteng dibanding keempat anggota D'evil, setingkat diatas Ditya yang imut tapi tak pernah ada yang meliriknya. Otak encer, bisa dibilang cukup jenius. Banyak lomba akademik dia ikuti dan rata — rata dia meraih gelar juara tiga besar. Ramah dan ketua Osis lagi. Gak keren gimana lagi tuh?

            Sedangkan Viro dijuluki maminya D'evil karena sikapnya yang cerewet. Dia juga paling hobi gombal. Korbannya adalah guru muda yang bernama bu Agne. Hampir setiap hari dia melakukan cara untuk mendekati guru tersebut. Walaupun begitu dia paling mudah terpengaruh dan sifatnya itu dimanfaatkan orang lain.

            Berbeda dengan Ido yang biasa saja. Dia menjadi ikon sekolah pada perlombaan gamelan jawa. Sungguh tradisional sekali. Meskipun begitu jauh dari hobi musik rock yang selalu dia koleksi.

            " Dit, jawabannya tadi benar itu ya?." Ido memastikan kebenaran dari jawaban yang telah Ditya berikan tadi di kelas.

            " Iya. Masa gue bohong," ucap Ditya melipat kedua tangan didepan dada.

            " Eh, ntar nongkrong yuk. Lama nih enggak ngumpul bareng diluar," seru Evan bersemangat.

            " Gue enggak bisa. Ada latihan basket ntar sore," jelas Ditya.

            " Pulang latihan kan bisa mampir Dit," sahut Ido memberi saran.

            Ditya berpikir sejenak. Memutar isi otaknya untuk berargumen iya atau tidak.

            " Ayo dong Dit!," rengek Viro sedikit manja.

            " Enggak kompak lo ah! Sok sibuk sendiri." Leon menambahkan.

            " Ya udah deh. Apa salahnya juga." Ditya mengiyakan ajakan mereka.

            Terlintas senyum diwajah para sahabatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

D'EVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang