Pov
Aku membuka mataku perlahan dan melirik ke samping kiri dan kanan. Aku melihat ke arah tanganku terdapat infus disana. Sepertinya aku di rumah sakit
Aku mencoba untuk duduk tapi seketika meringis karna bagian perutku terasa sakit. Tak lama kemudian pintu terbuka dan memperlihatkan bunda yang sudah membawa koper dan kresek hitam yang aku duga makanan
Aku tersenyum ke arah bunda tapi bunda tidak membalasnya.
"Lemah" itu yang pertama kali aku dengar dari mulut bundaku sendiri" Lemah, mual aja sampe koma 3 hari. Kalo ga kuat jangan sok kuat. Mending gugurin aja deh itu bayinya lagipula kami ga menginginkan bayi harammu itu "
" Bunda bayi yang ku kandung tidak haram. Tidak ada bayi yang terlahir haram di dunia bunda. Jangan bicara seperti itu pada bayiku "
Aku menunduk dengan keadaan yang masih terbaring sembari mengelus perutku yang buncit. Twins sangat menyayangi ku. Tapi ada satu pertanyaan yang membuatku heran, kenapa bisa aku koma 3 hari dan aku tidak mengingat kejadian yang telah menimpaku
Bunda menaruh kresek nya di atas nakas lalu duduk di depan ranjangku. Dia tersenyum tipis, aku bisa melihat itu. Ah aku bahagia sekali bunda tersenyum sembari menatap perutku.
" Sini bunda mau pegang perutmu " ucapnya sedikit cuek tapi tidak papa
Aku pun mengangguk, lalu setelah itu bunda mengelus perutku dengan cara memutar lalu menempelkan telinganya tepat di depan perutku. Bunda tersenyum tipis lagi, aku tidak berbohong aku melihatnya secara nyata. Bunda, bundaku tersenyum sembari mengelus perutku dan masih menempelkan telinganya di perutku. I'm so happy
" Bunda " panggil ku lirih
Bunda memberhentikan aksinya dan kembali menatapku dengan tatapan yang seperti biasanya
" Hm " jawabnya
" Bunda jika anak aku lahir bunda mau tidak tinggal sama sama kami. Aku pasti butuh bunda "
" Tidak bisa "
" Kenapa ?"
" Karna bunda ga mau ayah mu tau kita masih ketemu kaya sekarang "
" Tapi Bun mereka pasti membutuhkan neneknya. Mereka tidak punya ayah Bun tolong Marvel. Marvel sendirian Marvel bingung harus ngapain sama anak anak "
" Bunda bilang ga bisa ya ga bisa. Hanya orang bodoh yang mau membunuh dirinya sendiri. Sudahlah ini kamu makan bunda mau pulang "
Aku merasa sakit di dada karna perkataan bunda. Setidak maunya kah bunda untuk bertemu cucu cucu nya. Aku sudah tidak peduli dengan ayahku, dia kejam aku sangat membencinya. Bunda pergi meninggalkan ku sendirian dan tidak berniat untuk membantuku duduk
Perutku rasanya sakit, jadi aku memutuskan untuk tidur lagi dan mengabaikan rasa laparku saat ini.
Aku terbangun tepat di sore hari. Ruanganku sangat sepi dan tidak ada tanda tanda orang yang melintasi lorong VVIP.
Aku mencoba duduk dan syukurnya perutku tidak nyeri lagi. Jadi sekarang aku sudah bisa memakan makanan yang di beli oleh bunda untukku.
Twins sudah sangat lapar.Di sela sela makanku tiba tiba aku membayangkan buah pepaya yang di potong segitiga lalu di siram dengan sambal kacang yang sedikit kental itu. Ah aku jadi sangat menginginkannya
Aku merogoh celana ku dan mengambil handphone ku untuk menghubungi Satriya dan memintanya untuk membelikan apa yang aku mau
Panggilan itu pun tak lama telah diangkat oleh nya
" Halo sat "
" Halo pakmil ada apa nih tumben telpon "
Sial, aku tidak suka panggilan itu. Aku lebih suka dengan panggilan calon papa atau calon momy
" Mckh, tolong belikan aku lutis pepaya yang di potong segi tiga ya sat "
" Mana ada pepaya yang di potong segitiga. Jangan yang aneh aneh lah nyarinya susah "
Tolaknya tanpa bertele tele. Sial aku jadi ingin menangis dan merutuki Satriya saat ini juga. Aku mengatur nafasku dan mencoba untuk tidak menangis
" I-ini keinginan twins bukan aku sat. Aku juga ga-gatau "
Suaraku mulai berat dan air mata menetes begitu saja. Aku tak bisa berkata kata lagi karna nafasku memburu . Tapi sepertinya Satriya mendengar isakanku
" Eh eh jangan nangis. Iya deh aku beliin ini sekarang . Mau berapa bungkus hm?"
Seketika senyuman terukir di wajahku. Aku bahagia sekali
" Aku ingin tiga. Pepaya di potong segitiga , apel di potong biasa dan mangga di potong seperti bunga "
" Okee kamu sekarang dimana ?"
" Aku di rumah sakit "
" HAH? sakit apa . Kamu curang ga ngasih tau aku. Aku kan bisa nengok kamu "
Satriya berteriak tepat di telingaku. Hah sudah biasa seperti ini. Dia memang selalu baik padaku
" Udah ga papa ko Satriya. Kan akunya udah sembuh. 2 hari lagi boleh pulang kalau udah fit badan aku "
" Oh oke deh. Bentar yah pesananmu akan segera sampai. Sherlock oke?"
" Okee "
Sambungan itu pun terputus. Satria adalah teman kerjaku dan kamar apartemennya di sebelah kamarku. Aku merasa masih beruntung karna memiliki teman yang sangat baik padaku. Jika aku mengalami muntah dia pasti akan selalu datang untuk menemaniku. Dia bukan anak orang kaya sepertiku tapi sifatnya membuatku nyaman.
Dia suka berbagi kepada sesama dan selalu mensedekahkan senyuman tampan dan manisnya itu pada siapa sajaTapi bekerja sembari kuliah. Dia terbilang cukup pandai terlihat dari jurusan yang dia ambil yaitu hukum.
Dia sudah tidak memiliki orang tua, tapi dia masih memiliki adik yang umurnya sekitar 7 tahunan. Adiknya itu harus di tinggal bersama saudara tirinya karna dia harus merantau untuk mencari nafkahSetiap bulan dia selalu mentransfer setengah uang gajinya untuk sang adik. Untungnya saudara tirinya itu sangat baik dan ramah, jadi dia tidak perlu khawatir
Tak lama pintu itu kembali diketuk dan dia mengaku sebagai Satriya. Aku percaya saja karna dia baru saja membagikan foto nya kalau dia sudah berada di depan rumah sakit . Aku mengizinkan dia masuk. Aku tersenyum lebar dan kembali bersemangat ketika aku mencium aroma pepaya mangga dan apel bersatu memasuki Indra penciumanku. Satriya memang yang terbaik
Dia meletakan bungkus itu di atas nakas lalu duduk di depanku sembari tersenyum.
" Gimana hm? Udah mendingan sakitnya ?"
Aku mengangguk semangat dan tersenyum. Satriya pun ikutan tersenyum. Ah aku terpesona akan keindahan tubuhnya yang di pahat langsung oleh tuhan. Seperti seorang alpha dominan
" Emh mau makan yang mana dulu? Pepaya? Apel? Mangga ?"
Tanyanya padaku
" Emm aku ingin makan pepaya apel baru mangganya "
Satriya mengangguk dan telapak tangannya mengusap rambutku gemas. Aku hanya bisa tersenyum malu di balik bibirku yang pucat pasi. Satriya mengambil satu tusuk buah pepaya yang sudah tercampur oleh sambal kacang itu lalu menyuapi ku secara perlahan. Sesekali dia mengusap ujung bibirku yang terkena noda sambal
Tbc