Prolog

7 4 4
                                    

Florist Resto Cafe, adalah tempat yang di janjikan Arga untuk bertemu dengan nya.

Jika bukan karena menyangkut nyawa seseorang tentu Risa sangat malas bertemu dengan nya, seorang pria menyebalkan yang seenaknya.

Saat masuk Risa kebingungan mencari presensi pria itu di tengah ramai nya pengunjung, hari ini Minggu, tentu saja beberapa tempat ramai di kunjungi, termasuk Cafe populer ini.

"Clarissa ya?"

Risa menoleh pada seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di samping nya, seorang pria yang lumayan tampan dan mengenakan seragam pelayan di sini.

Risa mengangguk kikuk, ragu apakah pria ini benar-benar mencarinya atau mencari gadis lain yang bernama Risa juga.

Seketika pria itu mengulurkan tangannya "Gue Revan, teman nya Arga. Lo bisa panggil gue kakak kalau mau" ucapnya memperkenalkan diri.

Namanya sebagus parasnya.

Begitu batin Risa, namun ragu apakah pria ini sikap nya juga baik atau menyebalkan seperti Arga juga?, Mereka kan berteman, mungkin saja sifat nya sama.

Risa pun akhirnya mengulurkan tangan ikut menjabat tangan pria bernama Revan itu sambil tersenyum ramah, ternyata Revan ikut tersenyum saat melihatnya tersenyum.

"Arga di ruang VIP, lantai tiga" ucap nya setelah melepas kan tangan Risa.

"Yuk gue antar"

Risa pun mengikuti Revan yang membawanya menaiki tangga ke lantai tiga. suasana tempat ini sangat nyaman, beberapa tempat di dekor ala Cafe dan beberapa tempat di dekor ala restoran, terdapat juga bagian balkon yang luas yang di hias dengan rumput hijau. Ini pertama kali Risa ke sini dan ia sangat suka.

Tanpa sadar ternyata mereka telah sampai di depan sebuah pintu dengan tulisan VIP 3 yang mungkin Arga berada di dalam sana.

"Arga di dalem. dia tadi juga udah pesenin lo minum, kalau butuh apa-apa, mau makan atau yang lain tinggal pencet aja tombol merah kecil di atas meja, nanti bakal ada yang datang" senyuman tak luntur di bibirnya saat menjelaskan pada Risa.

Risa mengangguk mengerti, "makasih kak Revan", setelah tersenyum ramah sekali lagi pada Risa, kemudian Revan pergi meninggalkan nya.

Risa mengetuk pintu beberapa kali sebelum membuka nya, dan pandangan pertama yang menyambut nya adalah tatapan tajam Arga. Tangan nya di lipat di depan dada, tanpa senyuman sama sekali, terlihat sangat menyebalkan.

"Lama banget" ucapnya saat Risa baru saja duduk.

Risa langsung memanyunkan bibirnya karena kesal, dari dulu Arga tidak pernah berubah, menyebalkan, menjengkelkan dan memancing emosi.

"Macet" ucap Risa yang langsung menyambar cangkir minuman yang menganggur di atas meja, seingatnya Revan bilang minuman ini untuk nya, makanya langsung ia minum. setelah di cicipi ternyata cappucino dingin, Risa suka.

Macet di tengah cuaca panas benar-benar membuat nya kelelahan dan kehausan.

"Oke langsung aja, kamu tau kan maksud aku ajak kamu ke sini?" Arga menumpu tangan di atas meja dan memajukan tubuhnya agar Risa bisa mendengar suara nya dengan jelas.

Sementara Risa masih sibuk dengan minuman enak nya, tak memedulikan Arga yang menatapnya serius.

"Kenapa kamu setuju?"

Pertanyaan itu membuat Risa menghentikan kegiatan nya dan memerhatikan Arga.

"Kamu bisa aja nolak kan? Kamu punya pacar kan? Terus kenapa mau nikah sama aku?"

"Bang Arga juga, punya pacar dan bisa aja nolak"

Ini yang paling menyebalkan menurut Arga, Risa ini tidak mau kalah dari segi perdebatan jenis apapun, mulutnya sudah seperti pengacara saja.

"Aku udah coba nolak, dan berakhir kaya gini. Oma masuk rumah sakit karena gak mau minum obat" Arga memijit pelipisnya, banyak sekali hal yang memusingkan. Dari tugas akhir kuliah nya sampai ke masalah pribadi seperti ini.

"Kalau kamu nolak, semuanya akan selesai, Oma gak akan maksa kamu"

"Oma maksa bunda buat bujuk aku. Menurut aku sih gak masalah" dengan entengnya Risa berkata begitu, sementara menurut Arga pernikahan adalah sebuah hal memegang kan.

"Risa...." Arga menghela nafas, nampak nya Risa tidak mengerti maksud Arga sama sekali, "Aku punya pacar dan kamu tau itu. Kamu juga punya pacar kan?."

"Lah terus kenapa gak bilang aja sama Oma, bilang kalau Abang akan menikah tapi bukan dengan aku"

"Masalah nya Oma gak suka sama Kirana"

Risa kembali menyeruput minuman nya, ini rumit. Lagipula kenapa Oma jadi kekanak-kanakan begini dan kenapa juga ia harus di kaitkan dengan masalah seperti ini.

"Cuma nikah bang, gampang kok" ucap Risa santai dan langsung membuat Arga emosi. Tatapan tajam itu sangat di kenal oleh Risa, tatapan seperti akan membunuhnya saat itu juga. Arga itu galak.

"Gampang?. Dari segi mana nya kamu menilai ini semua gampang?" Tanya Arga dengan sedikit nada tinggi. Untung nya ini ruangan kedap suara jadi tak mengganggu siapapun.

Risa menghabiskan minuman nya terlebih dahulu sebelum mengatakan sesuatu yang akan membuat Arga berubah pikiran.

"Gini...., Kita nikah, ikutin kemauan Oma biar Oma tetap baik-baik aja. Kita hanya butuh status untuk menyelamatkan Oma"

"Terus?" Desak Arga penasaran.

"Ya kita tetap jalani hidup kaya biasa, setelah beberapa bulan, kita cerai dan bikin sebuah drama yang bisa bikin Oma setuju sama perceraian kita. Abis itu selesai deh, bang Arga bisa kembali sama kak Kirana dan aku tetap bisa bersama sama pacar aku"

Jika di pikir begini, tidak ada seorang pun yang akan tersakiti bukan?. Seperti nya ide ini tidak buruk, Risa cukup cerdas.

Arga diam beberapa saat, memikirkan baik buruk nya rencana ini. Dan setelah di pikir-pikir ini adalah ide yang sangat brilian, dengan begitu ia akan tetap bisa bersama Kirana nantinya.

"Oke" kemudian Arga mengangguk setuju.

"Gampang kan?"

"Ya... Kalau gitu kamu boleh pulang"

"Pulang?, Aku jauh-jauh loh kesini! Gak mau tau, teraktir makan dulu!" Sejujurnya Risa sangat lapar, dari kampus menuju tempat ini memakan waktu setengah jam, di tambah lagi jalanan sangat macet, hingga menghabiskan waktu lebih lama. Tentu saja Risa kelaparan.

"Ya ya, pesan aja sepuasnya"

Risa langsung girang mendengar hal itu.

She is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang