Malam itu di sebuah bar yang cukup terkenal di Berlin, terlihat seorang perempuan yang sedang menenggak alkoholnya—gelas demi gelas tanpa henti dalam beberapa menit. Bartender yang melayani perempuan tersebut menautkan kedua alisnya. Mengapa wanita ini terlihat tidak mabuk?
"Kau pasti heran dengan wanita itu," bisik teman bartender tersebut yang baru saja menghampirinya. Bartender dengan nametag Henry itu mengangguk.
"I know her. Dia sering ke sini—walaupun frekuensinya jarang tapi aku sering melayaninya. Asumsiku, dia ke sini ketika sedang ada masalah," bisik temannya lagi sambil melirik ke perempuan yang masih fokus dengan alkoholnya.
"Tapi dia sudah menghabiskan tiga botol hanya dalam beberapa menit. Terlihat seperti orang kehausan daripada sedang memiliki masalah," balas Henry.
Balasan Henry mendapat tatapan yang sangat mengejutkan dari temannya. Ketika temannya hendak berbicara, seseorang mendahuluinya.
"Kembalilah bekerja, Dude. Tugas kalian adalah menyiapkan minuman bukan bergosip tentang tamu kalian." Henry dan temannya seketika kikuk karena pembicaraan mereka rupanya didengar oleh salah satu tamu mereka. Keduanya segera kembali menyibukkan diri dengan minuman yang akan mereka sajikan untuk tamu-tamunya.
Malam itu merupakan malam di mana dua orang teman lama bertemu kembali. Hanya teman, tidak lebih dari apapun karena tidak ada yang spesial dari hubungan keduanya di masa kuliah waktu itu.
***
Pria yang akrab disapa Mars itu hanya terdiam di sebelah Asha yang masih terus menenggak alkoholnya. Entah kenapa Mars membiarkan teman kuliahnya itu menikmati alkoholnya padahal ia tahu bahwa sudah hampir satu jam Asha seperti ini. Sebenarnya Mars sudah menyadari kehadiran Asha sejak sepuluh menit ia berada di bar itu. Hanya saja ia ragu untuk mendekat karena ia belum memastikannya.
Setelah melihat bahwa perempuan itu ternyata teman kuliahnya yang cukup akrab, ia pun mendekat. Mars tidak berani menyapa atau menegur Asha karena ia mungkin tahu bahwa temannya itu butuh waktu untuk sendiri. Mars hanya duduk di sana—sekitar satu meter dari Asha. Pikiran Mars mulai melayang ke masa-masa kuliahnya, di mana ia pertama kali kenal dengan Asha hingga menjadi teman yang cukup akrab karena berada di satu organisasi yang sama.
Dari sekian banyak tempat, kenapa di Berlin? Dan dari sekian banyak teman kuliah gue, kenapa harus lo, Sha?
***
"Excuse me, Sir. Tapi sepertinya kau harus menghentikan temanmu. Dia tidak pernah minum sebanyak ini," tegur seorang bartender—temannya si Henry tadi.
Mars menoleh ke arah bartender itu kemudian menatap Asha yang baru saja meminta botol baru pada bartender yang ada di depannya.
"Jadi, dia benar-benar sering ke sini?" tanya Mars tidak percaya dan bartender itu mengangguk.
"Tapi tidak pernah minum sebanyak ini. Dan anehnya, dia tidak pernah terlihat mabuk setelah minum banyak," lanjut bartender itu.
Namun sesaat setelah bartender itu berbicara, Asha terlihat menyandarkan kepalanya di meja. Sepertinya kadar alkohol di tubuh Asha sudah lebih dari yang seharusnya. Perempuan itu akhirnya jatuh dalam mimpinya.
"Sepertinya dia sudah mabuk dan tidur adalah bentuk dari mabuknya," balas Mars sambil berdiri dan mendekat ke arah Asha.
"Bills on me. Tolong masukkan semuanya ke tagihan saya."
***
Asha mengerjapkan matanya berkali-kali—memastikan cahaya yang masuk tidak membuat matanya sakit. Setelah penglihatannya jelas, ia tersadar bahwa ruangan ini bukan rumahnya. Lalu dimana dirinya berada saat ini?
Perempuan itu meringis pelan karena kepalanya masih terasa berat. Ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi padanya semalam. Semua yang Asha ingat hanyalah dirinya yang sedang minum di bar dan akhir tertidur di sana. Kini ada banyak pertanyaan yang ada di kepala Asha tentang siapa yang membawanya pulang dan di mana dirinya saat ini.
Saat hendak berdiri dari kasur, pintu kamar yang ditempati Asha tiba-tiba terbuka dan menampilkan seorang Mars yang masih mengenakan piyama tetapi sudah terlihat segar—berbeda jauh dengan Asha yang masih berantarakan.
Asha tentu saja sangat terkejut ketika melihat sosok pria yang ada di balik pintu itu. Seorang teman lama yang tak sangka ia lihat kembali sekarang. Kini semuanya jelas. Asha bisa berpikir dengan jelas. Yang membawanya pulang adalah Mars dan dirinya sekarang berada di kediaman Mars. Entah ini sebuah rumah, apartemen, atau hotel, Asha tidak peduli.
Damn it! Kenapa dari sekian banyak orang di dunia ini, gue ketemunya sama Mars? Di keadaan yang malu-maluin lagi! Arghh poor you sha!
***