1 - Tuan

6 3 0
                                    

Terima kasih, pada Tuan yang diam-diam mengendap dalam dasar pikiran saya. Tuan yang menyemai kuasa dan karsa pada akal saya untuk mencipta. Ya, mungkin reroncenan kata ini terdengar manja, menggelikan, mengusir rasa. Tapi, benar, Tuan yang mendasari. Bukankah menjijikkan diagungkan oleh orang yang terlampau biasa, atau malah hina? Ya, hati saya memang lemah, pada Tuan yang memadu kuar dahsyat yang syahdu. Tuan terlalu elok untuk terabaikan, dan benar, saya terpedaya.

Terima kasih, izinkan saya hengkang dari rasa yang bahkan belum tumbuh pucuknya. Sebenarnya, tanpa saya meminta izin pun, Tuan akan lega-lega saja, karena ... siapa saya? Tuan hanya pernah sekilas menatap, pada seharian yang terjejal penat. Dan saya, bertahan pada kebodohan akan pikat Tuan. Saya yang lemah dan bodoh, pada Tuan yang elok nan dahsyat.

Sampai jumpa ketika kita berjumpa, Tuan. Tentunya, tidak lagi dengan gumpalan rasa yang gila ini.

***

Jujur aku sangat jengah, pada perasaan yang teramat lemah. Sedikit-sedikit goyah, dibaikin sedikit langsung kepikiran setengah mampus. Yah, mau bagaimana lagi, sepertinya memang love language-ku itu act of service, jadi gentlemen adalah kelemahanku.

Sebal banget gampang baper cuma karena satu perlakuan kecil. Makanya, otakku yang kemarin-kemarin teguh untuk memilih pembelajaran luring, sekarang jadi menjilat ludah ingin daring seterusnya. Kenapa? Ya karena kalau pembelajaran luring sudah pasti frekuensi berjumpa dan bercengkerama dengan orang lain itu sangat tinggi, banyak hal yang melibatkan orang lain bakal terjadi. Termasuk those gentlemen, my weakness. Dan aku di kota orang bukan untuk tujuan itu, ada tujuan utama yang jauh lebih penting untung aku pikirkan dan emban. Love is just something that will ruin a little part of my life.

Selain hati yang lemah dan gampang baper, entah kenapa aku punya satu sifat lagi yang benar-benar bikin diriku sendiri pengin muntah; perasaan kalau aku ini sangat menarik sampai-sampai semua orang bakal melirikku. Yah, aku jijik banget sebenarnya pada sifat ke-geer-an level dewa ini, tapi enggak tau juga bagaimana mau mengusirnya. Mungkin aku memang mengidap erotomania, kelainan yang bikin penderitanya merasa kalau semua orang menyukai dia, bahkan artis-artis di TV sekalipun. Tapi aku juga enggak seekstrem itu, sih. Sifat ini muncul cuma ke orang yang beredar di sekitarku. But still, it's freak af!

Terkait tulisan di atas, itu salah satu bentuk pelampiasan dari ke-gampang baper-an yang aku punya. Do you believe if I've just known 'this man' for like a day before I admire him? Crazy? I know. Dan ini yang paling aku benci. Dia tau namaku saja mungkin enggak. Oke, sih, mungkin dia ingat wajahku walau hanya sekelebat, tapi tetap aku ini orang asing. Berani-beraninya punya perasaan sama dia. Well, setiap hubungan memang diawali dari keasingan berlanjut perkenalan. But isn't it too much? I hate myself!

Aku baper karena dia itu benar-benar gentle. I think he knows the best he should do. Dia paham bagaimana cara terbaik berinteraksi dengan berbagai macam orang. Dengan mengamati itu saja, aku sudah belingsatan setengah mampus. Dia peka juga, tau harus berbuat apa. Walau seingatku kita enggak pernah bertegur sapa atau melempar tanya, perasaanku yang lemah tentu tetap kagum pada dia.

Tapi, yah, segampang aku baper, segampang itu juga aku lupa, dengan catatan enggak ada singgung berkelanjutan. Kalau setelah-setelahnya aku tetap bersinggungan sama dia sih, ya, wassalam. I hope the first thing will happen to this current feeling, because he is way too far for me. He is too high. The gap between us is way too clear. I can't reach him. So, the best thing for me is to let this cheesy feeling gone.

Semoga saja, segera.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang