.
.
.
.
.
."Mama, aku gak salah dengerkan?"
Wanita paruh baya yang ditanya itu tampak kebingungan sejenak sebelum mengangguk karena sudah mengerti apa yang dimaksud sang anak "Iya, Mama harap kamu setuju."
"What!? Seriously?" Wanita muda itu tampak tercengang akan persetujuan dari orang yang dipanggilnya mama itu
"Ma, Serius? Ini bukan zamannya siti Nurbayah lagi." wajah wanita muda itu tampak tak suka dengan jelas "Dan what? Apa tadi! Perjodohan?" ucapnya lalu tertawa "ini gak lucu sama sekali."
Wanita paruh baya tadi--Reni, tampak menghela nafas dipikiran wanita itu sudah jelas akan penolakan anaknya ini.
"Mama tau, tapi mama harap kamu setuju setidaknya kamu coba dulu."
Zerrenniya laureyn--perempuan muda itu tampak seakan-akan melihat suatu hal keajaiban didunia ini, oh ayolah ini sangat konyol menurutnya "Coba? Ma ini perjodohan! Gak bisa bilang dicoba dulu, Zerren tau Mama yang paling tau perjodohan itu kaya apa!"
Setidaknya Zerren bisa melihat perubahan dari raut wajah mamanya itu dan fakta itu membuatnya sedikit senang karena mamanya artinya mengakui tapi ucapan selanjutnya dari mamanya itu membuatnya seketika muak.
"Perjodohan tidak seburuk itu, kamu tidak lihat mama dan papa yang sampai sekarang masih bersama? Mama dan papa dimulai dari sebuah perjodohan juga. Seharusnya kamu tau akan itu."
"So what? Ma! Yang aku bilang bukan antara mama dan papa but you know siapa yang aku bilang."
"Zerren, jangan melewati batas!" Reni berucap dengan raut wajah yang datar.
"Bukan aku yang melewati batas, tapi mama dan papa yang melewati batas!" suaranya jelas dan berkecamuk akan emosi, Zerren dilanda frustasi yang hebat yang selama ini tak pernah dirasakannya.
"Zerren!"
"What!?"
Reni menghela nafas, "Setidaknya kali ini turuti ucapan mama dan papa."
'Deg'
Rasanya kaya ada yang meledak seketika di otaknya.
Setidaknya turutin!
Setidaknya turutin ucapan mama dan papa!
Setidaknya turutin!
Turutin!
Perkataan itu semua menggema di otaknya, kilasan masa lalu yang entah kapan berputar di kepalanya.
"Ren, kamu masuk sekolah ini aja ya." ucapan dengan nada gembira itu tak dipungkiri membuat sang anak yang dipanggil Ren juga turut senang, sekilas mata sang anak melihat kertas itu lalu tak lama mengernyit.
"T tapi Ma..." jelas saat kata itu terucap sang Mama langsung menatap dirinya dengan pandangan yang tak bisa ditolak oleh sang anak. Akhirnya dengan menunduk sejenak kepala Ren mengangguk "Baik Ma."
Zerren ingat kilasan tadi merupakan kenangan sewaktu dirinya lulus Sd dan ingin masuk Ke jenjang pendidikan selanjutnya.
"Ren, Mama udah daftarin kamu ke les piano, Mama jamin les nya bagus, jadi kamu harus belajar supaya pinter main piano," ucap mamanya antusias, sekali 'lagi' dalam hari ini mama memutuskan semuanya sendiri padahal itu semua untuk dirinya tapi sedikitpun Mamanya itu tidak bertanya 'apa yang diinginkan anaknya?' tidak sedikitpun bahkan sekalipun, jadi Zerren ini apa? Sekadar boneka hidup yang berjalan dan makan?